Malam itu, Kevin terbangun karena merasa kepalanya begitu berat sekali. Saat dia membuka mata, dia melihat Albert sedang tidur di sofa dan Pak Arthur sedang terlelap di lantai.
Kepalanya masih begitu pusing. Saat akan digerakkan pun rasanya terlalu sulit.
Lantas dia mengambil cermin yang ada di sampingnya.
Dan tentu, betapa terkejutnya Kevin saat melihat dirinya yang babak belur sampai seperti itu. Sesaat dia terdiam sambil berusaha mengingat-ingat kejadian apa yang membuatnya menjadi begitu.
"Apa yang sudah aku lakukan sampai seperti ini?" tanyanya dalam hati.
"Kau tadi terluka begitu parah." tiba-tiba, suara Jane memecahkan sunyinya malam.
Tak tahu kenapa, Kevin merasa kalau malam ini begitu menegangkan bagi dirinya sendiri. Sejak terbangun tadi, dia merasakan hawa yang aneh seperti ada sesuatu yang sedang memperhatikannya dari kejauhan.
Belum lagi, Kevin selalu tiba-tiba merasakan rasa sesak padahal dia sama sekali tidak memiliki riwayat asma.
Seperti biasa, Jane selalu datang dari arah lemari. Dia berjalan ke arah Kevin dengan raut kusut seperti sedang memikirkan sesuatu.
Wajahnya terlihat bingung. Entah perhatian atau khawatir, sedari tadi Jane terus banyak memperhatikan keadaan Kevin sebelum dirinya tersadar.
Sebenarnya, anak itu sangat khawatir dengan keadaan Kevin sendiri. Di samping itu, dia juga takut sekali jika harus berhadapan dengan sosok-sosok menyeramkan yang bisa menyakiti dirinya atau bahkan orang lain.
Sulit bagi Jane untuk keluar dari persembunyiannya. Saat keadaan lengah, dia segera melesat untuk menghampiri Kevin walau saat itu dia belum menemukan Kevin tersadar.
Semua itu tidak berjalan jika tanpa ada rasa trauma. Saat itu, Jane pernah disembunyikan oleh sosok-sosok jahat itu di tempat yang sangat sulit untuk dijamah.
Dia disimpan di sebuah tempat yang begitu membuatnya takut. Ada banyak sosok dengan wajah menyeramkan yang selalu menghantuinya setiap hari. Untung saja ada Pak Arthur yang bisa menyelamatkannya.
Jadi, Jane saat ini lebih mawas diri untuk tidak bersikap gegabah dalam mengambil keputusan ke depannya.
"Bagaimana keadaan kau saat ini, Kevin?" tanyanya lalu duduk di samping kasur.
Kevin tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku sudah baik-baik saja."
"Tapi kepalamu, masih sakit ya?" dia bergidik melihat luka Kevin yang cukup parah.
"Iya tapi tak masalah. Aku hanya bingung mengapa semua ini bisa terjadi? Maksudnya, ada apa?"
Jane terbelalak. "Ya Tuhan. Apa kau tak mengingatnya?"
Kevin menggelengkan kepalanya.
"Sama sekali? Sedikitpun?"
"Iya." Kevin mengangguk. "Memang kenapa?"
"Oh tidak." Jane terkekeh. Pandangannya ia alihkan kepada Albert dan Pak Arthur yang sedang tertidur pulas secara bergantian.
"Mengapa Pak Arthur ada di sini?" Kevin kembali bertanya, berusaha mencari tahu dari rasa penasarannya. "Apa ada sesuatu ketika aku tidur tadi?"
"Ya, seperti apa yang kamu lihat saat ini, Kevin. Namun kita semua sudah sangat tenang ketika melihat kau bisa sadar dengan baik. Kau masih ingat dengan dirimu sendiri kan?"
"Iya. Aku ingat." Kevin tertawa kecil. "Tapi, aku mas-"
"Sudah!" Jane menyela. "Jangan dipikirkan. Kau harus bersyukur karena kau bisa kembali dengan semula. Mungkin saat ini, kita akan terus pantau kesembuhanmu. Jadi untuk itu, aku mohon kau jangan banyak dulu bertanya karena takutnya nanti, kau akan sulit sembuh untuk itu."
"Baiklah." Kevin akhirnya menyerah. Dia tak banyak lagi bertanya meski di dalam hatinya masih ada banyak pertanyaan yang ingin dia tahu jawabannya.
"Nanti, aku akan mengajakmu ke sebuah tempat. Tadi, Pak Arthur memintaku untuk mengajakmu juga." Jane berbisik tepat di telingaku.
"Wah, kau akan mengajakku kemana?"
Dia tersenyum. "Aku akan memberitahukannya nanti setelah kau sembuh. Maka dari itu, kau sakitnya jangan lama-lama ya. Aku bosan kalau terus diam di sini."
"Eh, kan yang sakit aku? Kok kamu jadi ikutan di sini? Kalau kamu mau jalan-jalan ya terserah. Aku tidak akan memaksa."
"Tapi, Pak Arthur sendiri yang meminta aku untuk menjagamu. Jadi, mau tidak mau aku harus patuh oke? Sudahlah. Kau tidur lagi saja. Ini masih malam."
Kevin mengendikan bahunya. "Aku sudah kenyang tidur. Kau saja."
Jane mengerutkan kening. Melihat sikapnya yang berubah, Kevin tertawa kecil.
Jam masih menunjukkan pukul satu malam. Suara jangkrik seperti menjadi teman setia kampung itu setiap malam.
Kevin hanya terdiam sambil terus berpandangan dengan Jane tanpa suara. Tatapan itu seolah menyiratkan sesuatu yang tak bisa diucapkan dengan nyata oleh mereka berdua.
Larutan waktu seolah tenggelam mengikuti alur setiap cerita yang tak bisa digubah lagi oleh siapapun. Perlahan, Kevin harus bisa membiasakan diri berada di sebuah tempat yang terlalu banyak mengusik ketenangannya saat ini.
Keadaan janggal, kebiasaan yang mulai ia ketahui semenjak di sini, seolah mau tak mau harus dilalap habis oleh dirinya.
Bahkan saat kembali mengingat-ingat, dia seperti merasa jika dirinya saat ini bukanlah Kevin yang ia kenal.
Terlalu banyak perubahan yang Kevin sendiri tak tahu mengapa semua itu bisa terjadi pada dirinya. Sebuah alasan, rasanya hanya akan menjadikannya sebagai cara untuk kembali bersemangat meski cobaan dari sana sini terus menghantuinya.
"Ke depannya, kau harus lebih bersemangat melanjutkan hari-harimu di sini. Tentunya, aku harap kau tak menyerah begitu saja dan terus mampu berjuang untuk tidak lagi takut dengan hal-hal seperti itu. Kau harus tahu, Kevin. Biasanya para hantu akan semakin senang mengganggu seseorang yang takut. Energi mereka semakin tambah besar ketika melihat orang yang dia jadikan sebagai mangsa terasa lemah. Maka dari itu, kau harus tetap berjuang dan jangan pernah takut untuk menghadapi mereka. Ada aku yang akan selalu menemanimu dan akan ada banyak orang yang akan selalu berusaha membantumu." Jane tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Kevin. Dia berusaha menguatkan seorang manusia yang sedang berada di hadapannya saat ini. Meski dia tahu masih ada rasa takut dan curiga dalam diri Kevin terhadap Jane, namun anak itu paham betul karena kita tidak bisa dengan cepat menerima bagaimana seseorang harus cepat menerima kita.
Kevin hanya bisa terdiam saat dia mendengar ucapan Jane. Meski ada banyak hal yang belum bisa pecahkan sendiri, namun dia juga tidak mengambil risiko lebih untuk memutuskan semuanya sendiri.
Apa lagi dia tahu kalau dia sekarang berada di lingkungan yang tentu membuatnya sangat asing. Dia tidak ingin menjadikan dirinya sendiri sebagai korban hanya karena sifatnya yang tidak bisa menghargai adat dan kebiasaan tempat itu.
Kevin harus belajar lebih lapang dada lagi untuk ke depannya. Dia tidak mau merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain hanya karena rasa ceroboh ataupun sifat keras kepala dia yang masih terus dibawa sampai ke tempat ini.
Dia harus bisa beradaptasi lebih untuk tidak terlalu banyak mengeluh karena semengeluh apa pun dirinya, dia tidak akan bisa dengan mudah keluar dari sana.
Tidak akan mudah bagi dia untuk bisa menerima itu semua. Namun apa salahnya jika dia harus berjuang untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang peduli kepadanya?
...