webnovel

Saat-Saat Genting

"Sudahlah! Aku yakin, kamu tidak akan pernah mengerti perasaanku, Breckson! Dasar cowo brengsek!" Freislor memejamkan kedua matanya. Ia menjentikkan jarinya dua kali, sebelum akhirnya ia menghilang, dan kembali pada dimensi waktu di mana ia hidup sekarang.

"Oh tidak, aku rasa aku benar-benar keterlaluan. Kenapa aku melakukan hal yang bisa membuat dia terluka? Aish, aku benci dengan diriku sendiri!" pekiknya dengan nada tinggi. Breckson segera kembali ke dimensi waktunya. Ia mengejar Freislor yang telah melangkah pergi agak jauh darinya.

"Freis! Tunggu!" teriaknya dengan nada kencang. Breckson berlari kencang dan meraih tangannya.

"Apa?" tanya Freislor dengan wajah sedih. Wajahnya penuh dengan air mata.

"Maaf," jawab Breckson sembari menundukkan kepala.

"Aku sungguh menyesal," ucap Breckson dengan wajah sedih. Freislor mendongak ke atas, wajahnya berhadapan dengan Breckson. Gadis itu menatapnya dengan penuh keraguan.

"Breckson, aku tahu kamu hanya ingin mengingatkanku. Tapi, caramu itu sungguh keterlaluan. Kau tidak tahu bagaimana aku sangat susah untuk berdamai dengan diriku sendiri karena hal itu," ucapnya dengan wajah sedih.

"Aku tau, aku memang keterlaluan. Kau bisa membenciku setelah ini, Freis. Aku hanya tidak tahan dengan sikap keras kepalamu. Tapi, kamu benar, aku nggak seharusnya membuka luka lamamu. Aku memang teman yang bodoh," ucapnya. Freislor menghapus tangisannya.

"Baiklah, aku sudah memaafkanmu. Jangan pernah membahas hal yang sama lagi, oke?"

"Benarkah?" tanya Breckson kepada Freislor.

"Tentu saja, aku sudah memaafkanmu. Bagaimanapun, kamu adalah teman terbaikku."

"Terima kasih, Freis," ucapnya sembari menghapus air matanya. Freislor dan Breckson sama-sama tersenyum. Pada akhirnya, mereka berdua berdamai. Di hari itu, galaksi yang berada di atas mereka menyuguhkan sebuah perumpamaan dari warna merah. Pertanda bahwa sebentar lagi, akan ada perumpamaan bulan setengah bintang bereinkarnasi.

"Oh tidak, ini pertanda buruk bagi kaumku, aku harus pergi, Breckson. Sampai jumpa," ucap Freislor dengan wajah panik. Gadis itu menggelengkan kepala karena tak menyangka hal ini akan terjadi. Ingatan di masa lalu mengenai peperangan yang terjadi seakan masih berkecamuk. Di satu sisi, Breckson mencoba menghentikan Freislor.

"Freis! Tunggu dulu! Jangan pergi! Biarkan aku membantumu!" pekiknya dengan nada tinggi. Gadis yang telah berlari jauh darinya seakan membisu. Tak ada satu pun perkataan yang keluar dari mulutnya. "Ah, payah. Kenapa dia selalu kabur di saat-saat seperti ini?" tanya Breckson pada dirinya sendiri.

"Pergilah Breckson! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam hal ini!" bentak Freislor. Pikirannya tengah berkelakar, ada beberapa hal yang tak bisa ia utarakan kepada sahabatnya. Hal itu membuatnya berpikir dengan keras dan ia memilih untuk mengalah. Sedangkan Freislor tengah tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Ia tak menyangka hari ini akan tiba. Hari di mana dirinya sendiri dipertaruhkan untuk sesuatu yang dianggap penting oleh keluarganya.

"Kakak!" teriak salah satu gadis kecil yang tengah berdiri jauh di depan Freislor.

"Kresya!" Freislor bergegas pergi menghampiri adik kesayangannya. Ia nampak gelisah. Di satu sisi, salah satu tangannya bergerilya untuk melayang di udara.

"Harusnya kamu nggak di sini dan bersama dengan Ibu," ucapnya dengan wajah khawatir. "Jueros," ucapnya lirih. Nampak dengan jelas, daerah di sekeliling mereka berubah. Beberapa bunga yang tadinya bermekaran berubah warna menjadi hitam. Semua yang ada di sana seakan berputar, langit mulai mendung. Menunjukkan warna kelabunya. Sebuah petir tengah menyambar di angkasa. Breckson yang berada terlalu jauh dari gadis itu, mulai mencemaskannya.

"Oh tidak, ini tidak baik, dia ada di mana, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Selang beberapa saat, keadaan berubah total. Langit mendung disertai dengan awan berwarna kelabu dengan lambang banteng di bagian tengah. Tak hanya itu, beberapa hewan lain juga bermunculan. Burung elang, naga, dan juga beberapa burung gagak tengah berkeliaran bebas di angkasa. Sementara itu, Freislor membawa adiknya pergi dari sana. Namun, di tengah perjalanan. Freislor terkejar oleh beberapa serigala yang siap menyerangnya.

"Damn! Kenapa kalian harus ada di saat-saat genting? Ini tidak tepat, Kreysa. Apa kau mau bekerja sama dengan Kakak untuk menyelesaikan ini?" tanya Freislor dengan wajah kesal. Gadis yang duduk di pundak sang kakak mengangguk pelan. Freislor perlahan menurunkan adik semata wayangnya. Selanjutnya, mereka berdua menggabungkan diri mereka.

ตอนถัดไป