webnovel

- Peminum Khamr [1]

Saat ini aku sedang mengembalakan domba di ladang rumput pada musim panas bersama dengan ibuku. Udara di sekitar Danau Baikal memang kurasakan paling nyaman di penghujung musim, rasanya aku tidak ingin keluar dari mimpi ini. 

Anehnya suasana disini terasa seperti nyata, aku tidak terlalu peduli lagi akan hal itu. Cepat atau lambat aku pasti bangun juga, tiba-tiba saja ibu mengajaku beristirahat di gardu dekat sini. Sudah lama sekali tidak melihat wajahnya yang cantik jelita, sejak ibuku wafat.

"Gokturk dan Rouran," begitu ucap ibuku mengawali kisah ini sembari aku berada di atas pangkuannya. Aku jadi ingat samar-samar, ibuku pernah menceritakan kisah ini kepadaku ketika aku masih berumur 7 tahun. Mungkin saja saat ini aku sedang bermimpi tentang kenanganku sendiri.

Kedua negeri ini bagaikan air dan minyak, begitulah dari dulu hingga sekarang. Perang ini tidak akan pernah berakhir sampai salah satu dari keduanya menghabisi yang lain hingga titik darah penghabisan.

Pertumpahan darah yang dahsyat terus terjadi selama bertahun-tahun. Wanita-wanita menjadi janda, anak-anak yang kehilangan orang tuanya, begitu pula dengan para pemuda, pupus semua harapan dan mimpinya.  

"Tragedi," ucap ibuku dengan mata sendu mengisahkan yang terjadi selanjutnya. Kotaraja Rouran, Mumocheng diserbu oleh bala tentara Gokturk. Seketika itu pula Kerajaan Rouran runtuh, anak turun mereka banyak yang melarikan diri ke Eropa mengikuti jejak pendahulu kami orang Turk yakni Suku Hun.

Di sana, mereka tidak menjumpai lagi orang Hun pimpinan Attila. Suku Hun telah bermigrasi sejak lama ke Sungai Indus setelah dikalahkan Romawi. Sama seperti sebelumnya, mereka mengalahkan suku-suku pribumi di sana lalu mendirikan kerajaan.

Cepat atau lambat, Gokturk pasti akan menghabisi mereka semua. Mereka harus menghimpun kekuatan untuk melawan balik. Mereka menjumpai Suku Goth, salah satu suku jerman yang berhasil mengisi kembali tampuk kekuasaan yang hilang pasca kematian Khan Attila.

Untuk menghalau serangan Gokturk, pelarian dari Rouran dan petinggi Suku Goth sepakat untuk mendirikan kerajaan bersama. Lambat laun kedua suku yang berbeda itu perlahan melebur menjadi satu.

Muncul generasi baru Rouran yang lahir dari percampuran darah antara Mongol dan Jerman. Mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan 'Avar'. 

Di Stepa Utama, tempat kedua negara itu berasal. Beberapa wilayah Rouran masih bertahan menghadapi gempuran Gokturk.

Berkali-kali Kakekku yang merupakan petinggi Rouran, dikirim menjadi utusan untuk menawarkan perdamaian kepada Gokturk. Dalam perjanjian itu, sisa-sisa kekuatan Rouran bersedia takluk menjadi suku bawahan.

Dengan sombongnya permintaan ini ditolak mentah-mentah oleh mereka. Gokturk itu tidak ada bedanya dari musuh yang selama ini mereka jelek-jelekan di setiap kesempatan.

Sampai sekarang aku belum mengerti untuk tujuan apa sebenarnya kita saling menumpahkan darah, kalau di setiap nadi orang Turki dan Mongol mengalir darah nenek moyang yang sama. 

Benar kata ibuku, tidak akan ada perdamaian sampai salah satu dari keduanya binasa. Ketika itu, Suku Kyrgyz yang bermukim di sekitar Danau Baikal baru saja ditaklukan oleh Gokturk. Untuk membuktikan kesetiaan mereka pada khagan, suku itu mendapat mandat untuk menghancurkan sisa-sisa kekuatan Rouran.

Aku ingat betul saat mengembalakan domba, ibuku menceritakannya sambil berlinang air mata. Itulah kenangan yang paling kuingat dan ketika aku menatap wajah beliau, air mata telah membasahi pipinya. 

Malam itu, api berkobar membakar segalanya, tenda tempat ibuku tinggal telah terbakar. Mereka menyerang disaat bulan purnama menampakan sinarnya, persis seperti yang terjadi di Mumocheng. 

Mereka sengaja memilih momen itu. Orang Mongol yang tidak berdosa dijadikan tumbal untuk roh bulan. Kala itu tanah menjadi berwarna merah bercampur dengan darah-darah dari orang yang mereka bunuh.

Orang-orang di sekitarku selalu membanggakan kejadian memilukan itu, tidak peduli dengan perasaan ibuku yang hidup bersama mereka selama 7 tahun. Namun hal yang membuatku lebih muak lagi, mereka selalu bercerita kalau ayahku seorang yang gagah berani saat bertempur.

Itu semua hanya bualan kosong semata, sebenarnya ayahku adalah peminum khamr yang mandul lagi pengecut. Ia memiliki banyak selingkuhan namun hanya aku anak semata wayangnya. Ironis memang, dari situ kadang aku berfikir untuk tujuan apa aku lahir ke dunia ini. 

Kita tidak bisa memilih darimana kita dilahirkan, apa kesalahan bangsa ibuku sehingga mereka dibantai pada hari itu. Kenapa orang jahat dan hina seperti ayahku dimuliakan sebagai pahlawan, mungkin memang seperti ini jalan hidupku. 

Langkah kaki kudanya semakin dekat, keluar dari barisan yang menghadapi musuh. Tanpa malu ia dan kawannya mengejar ibuku yang masih gadis kala itu dan menyekapnya ke atas kuda. Itulah kisah sebenarnya yang tidak diketahui oleh tetangga kami.

Ibuku hanya terdiam, perlahan aku bangun lalu mengusap air mata beliau. Dari raut wajahnya, sepertinya ada sesuatu yang belum ia ceritakan. Pada akhirnya ini hanya mimpi belaka, semua yang muncul di tempat ini adalah ingatanku. 

"Kenapa mukamu bersedih seperti itu?" tanya ibuku memandangi raut wajahku.

"Tidak ibu aku jadi kasihan pada orang mongol yang kubunuh, ah tidak maksudku aku sedih dengan kematian kakek" jawabku berusaha untuk tersenyum di hadapannya saat ini.

"Ah kau ini ada-ada saja, jangan terlalu banyak bermain pedang nanti kau bisa luka" jawab Ibuku berusaha untuk tersenyum lalu mengusap kepalaku.

"Iya ibu anak ibu ini jagoan, saat kami bermain perang aku ini berhasil membunuh banyak ksatria mongol. Memangnya ayahku pecundang dan dirundung saat masih kecil dulu."

"Ya mau bagaimana lagi, dia itu tetap ayahmu. Aku tidak tahu kenapa dia selalu saja kehabisan uang," ketus Ibuku lalu mendecakan lidahnya. 

Ibuku adalah budaknya, sehari-hari dipaksa untuk bekerja mengembalakan domba untuk mencari uang. Namun ibuku tidak pernah diberikan nafkah lahir maupun batin, yang ayahku lakukan setiap hari adalah minum khamr, lalu minum khamr lagi kemudian esoknya ia melakukan hal yang sama setiap hari. 

Ayahku mungkin orang yang memiliki kedudukan terpandang di luar sana akan tetapi ia orang yang hina pada keluarganya. Ia benci kepada ibuku, terutama setelah aku lahir. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini membenci wanita yang telah memberikannya anak. 

Mungkin khamr itu telah merusak isi otaknya, memikirkannya lagi membuat perutku terasa mual. Anehnya mengapa aku belum bangun juga dari mimpi ini.

Tiba-tiba dari atas kudanya, seorang gadis sudah menumpang kuda di belakang ayahku. Aku hanya bisa terdiam, lalu ia turun dari kudanya dengan tatapan yang menghinakan aku dan ibuku. 

"Kenapa kau menatapku seperti itu!" bentak ayahku, memegang dengan keras pipi ibuku. 

"Mati kau sialan!" spontan balas diriku ingin segera menghajarnya.

Brak!

Namun aku tidak bisa apa-apa setelah bibirku dihajar olehnya, aku baru ingat sekarang. Masa kelamku yang berusaha untuk aku lupakan, ibuku hanya bisa pasrah ketika hasil penjualan domba tadi pagi diambil olehnya untuk bersenang-senang dengan wanita lain.

Lalu sambil tersenyum sinis ia meletakan kaki di atas kepala ibuku. Melihat ibuku direndahkan olehnya, amarahku memuncak. Aku berusaha memukulnya lagi namun percuma aku sudah ditendang lebih dulu oleh ayahku, badanku dengan keras menghantam gardu kayu lalu ayahku menyeretku ke tanah dan menendangku. 

Lagi dan lagi, ia terus menendangku tanpa ampun saat itu. Aku berusaha untuk melupakannya namun mengapa sekarang aku malah memimpikannya. Aku bisa melihat dengan jelas wajah ibuku yang panik melihatku. Benar sekarang aku ingat, saat itu aku hampir kehilangan nyawaku. 

Luka bekas patahan di dada kananku ini, saat itu aku tidak bisa bernafas. Namun aku tidak mau menyerah, kalau aku mati ibuku nanti akan bersedih. Di usiaku yang menginjak 35 tahun ini, dalam mimpiku aku baru menyadari bahwa saat itu juga aku telah bertekad untuk menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh ibuku.

ตอนถัดไป