webnovel

8. Hutan Belukar

"Iya mas pasti, terima kasih banyak atas semangat dan supportnya." ucapan terima kasih Shella kepada Mas Simon dan teman-temannya.

Kemudian Mas Simon berbicara kepada kami untuk segera mempersiapkan kembali peralatan untuk melanjutkan pendakian.

"Ya udah ayo sekarang kita beresin aja api unggun ini, sama kita mulai packing lagi peralatan yang akan dibawa menuju Pos 3."

"Siap mas." ucap kami semua beriringan.

Mas Simon dan Mas Ryan mulai mematikan api unggun dengan menyiram dengan air sisa masak tadi. Aku dan Fajar mulai packing peralatan kembali untuk melanjutkan perjalanan ke pos 3. Risma dan Putri mulai membersihkan alat-alat masak yang tadi kita pakai. Shella pun duduk dekat pos 2 sambil menunggu kami menyelesaikan tugas-tugas kami masing-masing.

"Ayo dimatikan ya api nya jangan sampai masih menyala nanti bisa menimbulkan kebakaran hutan." ucap Mas Ryan kembali mengingatkan kami.

"Itu sampahnya jangan lupa dikumpulkan, dimasukkan di dalam kantong plastik, kita berangkat membawa makanan turun juga kita harus membawa sampahnya jangan sampai ada yang tersisa maupun dibuang sembarangan di gunung." ucap Mas Simon

"Benar sekali kata Simon, kita harus juga menjaga kelestarian alam dan lingkungan di gunung, rugi sekali kalau gunung seindah ini harus tercemari karena ulah para pendaki yang tidak mentaati peraturan yang sudah tertera." sahut Mas Ryan.

"Kita sudah ber beres nya mas." ucap Fajar.

"Ya udah kita kembali ngecek barang masing-masing ya jangan sampai ada yang ketinggalan." ucap Mas Simon sebagai leader.

"Semua sudah lengkap mas." ucap kami bersama menjawab pertanyaan Mas Simon.

"Yaudah sebelum kita mulai mendaki lagi kita berpegangan tangan dulu, berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing berdoa dimulai." ucap Mas Simon memimpin doa.

Kami pun berdoa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, menundukkan kepala agar diberikan keselamatan dan kesehatan juga kekuatan, hingga ke puncak berangkat dengan jumlah yang tetap pulang juga harga dengan jumlah yang tetap amin.

"Berdoa selesai." ucap Mas Simon.

"Ya sudah kita kembali ke posisi kita seperti pendakian tadi kita berjalan beriringan menuju Pos 3, yang disebut dengan latar Ombo."

"Siap bos, laksanakan." ucap aku dan teman-teman saling bersahutan.

Perjalanan menuju Pos 3 pun kami mulai dengan kondisi medan yang sudah berganti, dari jalan setapak batu menjadi jalan dengan medan tanah liat yang cukup licin, karena habis diguyur hujan.

Kami pun sangat berhati-hati karena kami tak ingin sampai terpeleset dan terjun ke jurang di sebelah kanan kami. Memang pendakian di gunung sangatlah berat bagi para pendaki terutama seperti aku dan Putri yang baru pertama kali ini mendaki, terus ditambah lagi habis diguyur hujan cukup sangat menguras tenaga dan mental.

Ya mau gimana lagi emang udah resikonya, Kalau naik gunung yang awalnya dalam pemikiranku, akan cukup indah tanpa ada tantangan dan halangan apapun. Ternyata sungguh sangat banyak tantangan dan dan menegangkan.

Ternyata tantangannya cukup berat untuk mendaki gunung diperlukan mental dan tenaga yang baik. Kami pun memulai perjalanan mendaki ke atas, kali ini medan cukup berat karena didominasi oleh tanah liat yang cukup basah, karena guyuran hujan dan beberapa gundukan batuan.

Aku dan teman-teman mulai berjalan menapakkan langkah kaki menandakan awal perjuangan kita akan kembali lagi diuji menuju Pos 3. Pendakian yang cukup sulit melewati jalur yang melipir bukit dengan beberapa vegetasi hutan pinus.

Aku membayangkan apa yang aku akan lakukan saat telah tiba di puncak nanti, karena ini momen yang aku tunggu-tunggu momen dimana pendakian Pertamaku dilaksanakan pada tanggal 16 malam 17 Agustus di mana rakyat Indonesia mempersiapkan untuk memperingati HUT kemerdekaan RI.

Sepanjang perjalanan Fajar di bagian belakang selalu mengingatkan kami untuk selalu tetap fokus dan waspada agar kami tak terperosok masuk ke jurang.

Mengingat kondisi tubuh dan kaki kami yang sudah mulai kelelahan. Hawa dingin menambah rasa ngantuk dan ingin sekali tidur di kasur yang empuk di rumah.

Ah, tapi aku tidak menghiraukan semua itu aku tetap bersemangat untuk menuju apa yang aku impikan di di puncak gunung Panderman ini.

Berjalan beriringan membuat kami tidak merasa kalau kabut mulai menghilang, ditengah vegetasi hutan pinus kami cukup bahagia karena bisa melihat sinar pancaran dari bulan yang saat itu telah memasuki waktu bulan purnama.

"Haduh capek juga mendaki gunung ternyata tidak sesuai yang aku bayangkan selama ini tinggal naik membawa ransel terus sampai ke puncak foto-foto terus turun lagi." ucapku sedikit mengeluh.

"Ah kamu bisa saja, mendaki gunung itu cukup berat pilihannya hanya 2, kamu sampai ke Puncak dengan selamat foto, pulang ke rumah dengan selamat cuma itu saja resikonya." jawab Siswanto yang berada di belakangku.

Memang Siswanto ini sudah beberapa kali melakukan pendakian gunung, salah satunya berada di Gunung Arjuno Welirang. Dia sudah menaklukan gunung itu bersama teman-teman yang lainnya. dengan alasan itulah aku juga ingin menaklukkan gunung Panderman ini meskipun ketinggiannya hanya kurang lebih 2045 m diatas permukaan laut.

Sepanjang perjalanan aku dan teman-teman banyak pendaki yang lain yang mulai naik ke puncak, karena pada hari ini ini merupakan salah satu hari favorit para pendakian menurut pemandu di basecamp di bawah tadi.

"Wah rame juga ya para pendaki yang lain, kukira hanya kita saja yang mendaki malam ini hehehe." ucapku merasa kaget.

"Justru pada momen kayak gini yang rame para pendaki, nanti kita kalau udah sampai puncak besoknya kita bakal ngadain upacara bareng para pendaki yang lain, itu momen yang paling nggak bisa dilupakan nantinya." ucap Siswanto dibelakangku.

"Betulkah kita besok ada upacara di puncak gunung? wah spesial banget ini bisa diceritain ke temen-temen yang di rumah sama orang tua." ucapku penuh bahagia,

Karena alasan upacara HUT kemerdekaan Republik Indonesia itu yang membuatku semakin menambah semangat untuk segera sampai ke puncak.

Tak terasa setelah kaki melangkah melewati vegetasi hutan pinus, kami mulai memasuki hutan belukar kembali dimana bebatuan mulai ditumbuhi oleh lumut lumut licin yang bisa membahayakan kaki-kaki kami jikalau salah dalam menempatkan kaki.

Kami mulai berjalan sedikit membungkuk untuk menghindari akar-akar dari pohon-pohon besar yang bergelantungan. Karena malam hari yang ditakutkan adalah adanya ular-ular yang bergelantungan yang bisa membahayakan bila tersentuh, kepala ataupun leher bisa jadi sasarannya.

Mas Ryan yang ada di depan membawa tongkat kayu untuk membuka jalan-jalan ke depannya yang terdapat akar bergelantungan dan rumput belukar yang mulai tumbuh di tepi jalan setapak.

Sesekali kami di belakang berhenti dan beristirahat sejenak, menunggu Mas Ryan dan Mas Simon didepan untuk membersihkan rumput-rumput belukar yang tumbuh.

Next chapter