webnovel

Salah Satu Pembicaranya Kak Dimas!

"Kalian itu emang kawan nggak ada akhlak, temannya di nistain orang bukannya simpati malah ngakak sampe nangis. Liat aja … kapan nggak butuh sama aku." Ketus Hening yang langsung pergi meninggalkan kedua orang yang tengah terbahak tanpa perduli omelan Hening.

Serahlah Hening mau marah apa mau salo, yang penting lucu kali. Ketawa sampe puas dulu baru ikutan prihatin, jadi imbang.

Sepanjang jalan ke sekolah Hening mendumal dengan bibir mengkerucut, orang yang merhatiin dari jauh pasti mikirnya gadis cantik itu lagi komat kamit, macam dukun yang lagi manggil hantunya. Sementara itu nggak jauh di belakangnya masih terdengar suara tawa dua temannya yang nggak akhlak.

Begitu sampe di jalan utama, Hening cuci kaki di parit mengalir yang jernih, alirannya dari gunung juga. Di bilang parit karena alirannya nggak segede sunge. Ya iyalah, namanya juga parit. Selesai cuci kaki Hening langsung nyebrang jalan, nggak lama kemudian dia sampek di sekolahnya.

SMA Negri 1 Suka Sari, sekolah favorite dimana semua siswanya bisa di katakan pintar. Pintar dari SMA yang lain, mungkin di nilai dari prestasi siswa yang sering dapat juara kalo lomba antar sekolah. Termasuk Hening yang paling sering menyumbangkan piala untuk SMA tercintanya.

Selain siswanya yang pintar-pintar, sekolah Hening juga terkenal akan kebersihan dan keasriannya, gimana nggak, kepala sekolahnya selalu menerapkan nanam seratus pohon setiap tahun untuk menjaga hutan. Di belakang sekolahnya Hening itu hutan tapi pohonnya udah banyak yang tua dan hampir mati, jadi program yang di lakukan kepala sekolah sangat bermanfaat untuk kelangsungan hutan.

Dan tugas yang menanam itu pasti anak pramuka, Hening, Bayu dan Nur salah satunya. Setiap enam bulan sekali pasti ada acara menanam pohon berikut dengan agenda pramuka lainnya. Sangat bermanfaat dan berkwalitas bukan?

Dan sekolah ini sering menjadi contoh tolah ukur sekolah di desa yang sukses. Pokoknya kalo berada di sekolah Hening berasa ada di villa-villa gitu, sangat bersih dan indah. Di kelilingi pohon dan taman bunga, semua terwujud dari sikap perduli kepal sekolah, dewan guru, petugas sekolah dan juga para siswa akan kelestarian lingkungan.

Begitu sampe di depan kelasnya yang ada di ujung koridor, Hening langsung mengganti sendalnya dengan sepatu yang di ikatnya tepat di tali tas.

"Pagi …." Sapanya pas masuk kelas. Hening walaupun pintar tapi duduknya paling belakang, di paling pojok pula.

Teman-teman sekelasnya yang sedang berbincang saling pandang, nggak biasanya Hening masuk kelas nggak heboh. Tapi pagi ini terlihat sangat murung, ada apakah gerangan?

Nggak lama Bayu dan Nur masuk, keduanya tampak habis tertawa dan pas liat Hening yang udah duduk di bangkunya, kembali mereka tertawa tanpa suara. Dan sekarang teman-temannya tau apa yang buat Hening bad mood kalo kata anak kota.

Jepri selaku ketua kelas dan merasa cowok paling ganteng menghampiri Hening, betewe dia naksir gadis cantik itu.

"Permata kenapa?" tanyanya. Dia emang ada gilanya, manggil Hening permata padahal yang punya nama enek kali di panggil dengan nama itu.

Hening menatapnya malas, "masih pagi jangan kumat. Aku lagi males nonjok orang!" Jepri nyengir kuda. Nyengir yang di pikrnya sangat manis dan bisa meluluh lantahkan hati Hening. Sehingga nama Dimas bergeser, di gantikan dengan namanya.

Jepri mendapat sorakkan satu kelas sambil di ketawain, tapi yang namanya Jepri nggak akan mundur sebelum dapat senyum Hening pagi ini.

"Siapa yang buat kamu kesel? Bilang sama aku, biar aku patahkan batang lehernya."

"Batang lehermu yang aku patah, mau?" tanya Hening malas. Sekali lagi Jepri kena sorak teman-temannya, sementara Bayu dan Nur terbahak-bahak sampe muka merah dan sudut mata berair. Hening menatap keduanya dengan tajam tapi tetap aja nggak ngaruh.

"Hening kok gitu? Apa salah Jepri?" tanya ketua kelas itu dengan muka melas. Berharap Hening kasian, demi langit dan bumi Hening nggak kasian malah keinginannya buat nonjok muka Jepri semakin besar.

BRAKKK

Hening menggebrak meja, semua langsung kicep. Bayu dan Nur sontak menutup mulut mereka supaya suara tawa teredam. Sampek cekukkan nahan tawa, di otak mereka masih terngiang perihal babi hutan yang Hening ceritakan.

"Emosi aku lagi berada di level paling atas, Jep! Kalo aku bilang jangan ganggu ya jangan ganggu!"

Jepri bangkit dan berdiri, pemuda hitam manis itu mengangguk patuh lalu pergi dari hadapan Hening. Seisi kelas sebenarnya kasihan liat Jepri di gituin, tapi anak itu sendiri yang cari penyakit. Udah tau Hening ada gila-gilanya, masih aja nekat.

Harusnya kalo udah liat wajahnya kusut gitu, ya mbok jangan cari gara-gara.

Hening melipat tangannya di atas mea lalu menelungkupkan wajahnya. Hatinya emang kesal bukan main.

"Woy … hari ini bakal ada pengenalan tentang universitas yang ada di ibukota. Salah satu pembicaranya kak Dimas!" seru seorang siswi yang baru aja masuk. Dia dapat kabar burung itu dari salah seorang anggota osis yang dapat di percaya kejujurannya.

Dimas yang di maksud ya Dimas kecintaan Hening, pemuda tampan itu emang sering di banggain pihak sekolah. Maklum itu cowok lulusan SMA ini sebagai siswa terpintar dengan prestasi memuaskan, belum ada yang bisa mengungguli sumbangan pialanya.

Selain itu dia juga dulunya ketua osis yang sangat aktif, selama masa jabatannya banyak kegiatan osis yang membuat sekolah semakin di kenal di luar desa tentunya. Pokoknya Dimas itu masih jadi bintang utama di sekolahnya Hening.

Hening yang mendengar itu langsung duduk dengan tegak, dengan secepat kilat nyambar kaca temannya yang duduk tiga bangku dari tempatnya. Gerakkannya yang secepat kilat membuat temannya nggak sempat mempertahankan miliknya yang di rampas begitu saja oleh Hening.

Hening langsung bekaca, membenahi penampilannya, bahkan gadis yang tadinya bad mood itu menyetel cara senyumnya untuk Dimas. Seisi kelas cengok di buatnya terutama Jepri. Ok … siapa yang nggak tau kalo Hening tergila-gila sama yang namanya Dimas Bimo Setyawan, tapi nggak nyangka kalo hanya mendengar nama pemuda itu bisa langsung buat mood Hening berubah tiga ratus enam puluh derjat.

Demi apa, mencengangkan!

"Kacamu kok buram, Tik?" tanya Hening pada teman yang bernama Tutik. Gadis bertubuh tambuh tapi merasa paling seksi di kelas. Hobinya bawa alat dandan ke sekolah, dari jam pertama sampe habis kerjanya bekaca aja. Guru bukannya nggak tau, udah males negurnya, untung Tutik agak pintar, ketolonglah.

"Masa? Sama aku nggak kok." Kacanya emang buram, orang kaca pecahan spion motor bapaknya. Udah buram agak cembung lagi.

Hening menata poninya lalu senyum-senyum sendiri, "nggak masalah juga buram sama cembung, kalo yang bekaca orang cantik mau gimana juga cantik. Ya nggak?"

Nggak ada yang jawab.

"Ok mas Dimas, adik Hening siap menyambutmu," ucapnya girang namun tetap menjaga keanggunan yang di buat-buat. Satu kelas memutar jengah bola matanya, mau nyela nggak berani, takut di bogm, nggak di sela buat mual.

Serba salah emang.

"Nih …."

Hening mengembalikan cermin si Tutik gitu aja, gadis tambun itu Cuma bisa menghela napas. Emang apa lagi yang bisa di lakukannya kalo berhadapan dengan Hening?

Ya nggak ada.

Terus dia natap Nur yang duduk di sebelahnya, "mau kacaan juga?" tanyanya sambil menyerahkan kacanya. Daripa dirampas bagus nawarin duluan kan?

Nur geleng, "kalo mas Jin yang datang baru aku bekaca."

"Mas Jin?" tanya Tutik bingung. Tapi sayang, dia nggak mendapatkan jawaban yang pasti.

Next chapter