webnovel

Bab 06 - Rose's

Tiga hari berlalu.

Waktu berlalu begitu saja, hari dimana sudah seminggu Clara dan aurora berada di kota asing, New York. 

Jadwal setiap hari yang semakin padat mereka jalani, misi dan segala rancangan di jalankan dengan semestinya, latihan tanpa mengenal waktu hingga tubuh rasanya begitu lelah.

Dan hari ini keduanya harus kembali menjadi seorng wanita penari, memperlihatkan tarian indah di atas tiang dengan alunan musik pengantar segala hal, teriak dan semangat menjadi bagian dari pertemuan malam.

Aurora menatap dirinya dalam cermin di hadapannya, melihat hasil akhir riasan dalam wajahnya, malam ini dirinya akan bertemu dengan pria itu.

Walau bukan hal yang besar, perasaan semu itu sedikit mengetuk hatinya hingga degup jantungnya terus berdetak, menghantarkan rasa gugup.

"Tidak, kita hanya bertemu sekali, sedangkan River yang sudah lama bersamaku, kau tidak pernah seperti ini sebelumnya." Ucap Aurora, berbicara pada dirinya sendiri, hal asing yang tidak pernah dirinya lakukan, sungguh aneh tapi ini terjadi.

Seperti seseorang yang baru saja memasuki tahap dimana dia mulai jatuh cinta.

Clara kembali masuk ke dalam, dia sudah mengenakan pakaian yang hampir sebagian mengekspos tubuhnya. Dia selalu tampak cocok dengan pakaian apapun, dia juga menjadi anak emas perusahaan. 

"what do you do there? Lihat waktu Aurora, kita harus bergegas." Ucap Clara, menatap kaget dengan apa yang ada di hadapannya, Aurora bahkan belum mengenakan pakaian yang dirinya berikan.

"Aurora, come on girls." 

"Ya Clara, aku juga baru saja menyelesaikan riasanku, kita masih punya waktu satu jam, aku hanya sedang menahan diri, aku paling benci tampil di depan publik." Balasnya, wanita itu melangkah dari kursinya, mengambil pakaiannya tergeletak di ranjang lalu membawa pergi.

Tentu saja segera mengganti pakaiannya.

"Why? Aku hanya mengatakan, tapi reaksinya begitu marah?" Tanya Clara dengan bingung, Aurora tidak pernah seperti ini, seakan sikapnya seperti anak-anak. Dimana letak profesionalnya?

Hingga dua puluh lima menit berlalu.

Aurora keluar dari kamarnya, dia memang wajah datar melihat Clara yang berbicara dengan Tuan Jewn, jika di pikir lagi seperti dirinya memang terlalu terbawa suasana.

"Kita bisa berangkat sekarang." Jawaban singkat Aurora, dia memilih melewati kedua orang itu, dia harus mengembalikan dirinya, sikap ini—ada apa dengannya?

"Ada apa dengannya?" Tanya Tuan Jewn, padahal ada beberapa hal yang ingin disampaikan kepada kedua orang itu, ada apa dengan sikap ini? 

"Sudahlah biarkan saja, aku sudah mengatakan bukan jika lebih baik menunggu di mobil, cepatlah sebelum dia pergi sendiri." Clara melangkah menyusul Aurora, suasananya juga jadi ikut kacau karena reaksinya.

Sampai di dalam mobil Clara dan Aurora tidak saling menatap satu, sebaliknya mereka malah membuang wajah masing-masing dengan melihat ke arah luar jendela.

"Bagaimana aku bisa berdiskusi dengan kalian, apapun masalah, saat ini kita sedang bekerja dan buang semua itu, jangan mengulur waktu karena kalian hanya satu bulan disini, jadi tatap aku dan dengarkan apa yang akan aku bicarakan." Ucap Tuan Jewn, pria itu sampai tidak tahu permasalah apa yang terjadi pada kedua wanita itu.

Memang lebih sulit mengendalikan kedua orang wanita daripada puluhan pria, kenapa juga dirinya harus mendapatkan tugas seperti ini.

"Hari ini mungkin akan banyak kekacauan di klub, jadi aku sarankan kalian saling menyimpan senjata masing-masing, aku akan ada di klub itu untuk berjaga-jaga, jadi lakukan tugas kalian dengan baik, kalian paham?" 

Tatapan pria itu terus tertuju pada kedua wanita yang ada di hadapannya, menunggu salah satunya membuka suaranya.

"Ya, aku mengerti." 

"Aku juga." 

Jawab keduanya secara bergantian, sampai dimana perjalanan itu terus berjalan menuju klub malam itu.

*********

Sinilah, kembali ke tempat ini dengan pakaian super mini. 

Tangan Aurora begitu erat menggenggam jubah yang menutupi tubuhnya, begitu melangkah masuk seluruhnya menyambut kedatangannya.

Alunan musik, teriak pengunjung lagi lantai dasar, dan sang DJ yang siap untuk memutar lagu dengan volume full, menghantarkan semangat menggebu-gebu di dalam diri.

Tatapan menjelajah seluruh isi dalam luasnya klub malam ini, tidak ada berubah sampai tatapan bertemu dengan pria itu, dia tidak berdiri di depan bar, melainkan dia berpakaian seperti pengunjung. 

Tatapan bertemu seperti itu saja menghantarkan rasa keterkejutan dalam dirinya, Aurora refleks menelan air liurnya, tapi dia tersentak dengan tepukkan di bahunya.

"Hari ini kamu harus fokus Aurora, hari ini akan sungguh kacau, nyawamu bisa terancam, jadi kita harus tetap dalam kefokusan." Ucap Clara, dia mengajak Aurora untuk backstage, mempersiapkan diri mereka untuk melakukan misi.

"Apakah malam ini akan ada banyak para mafia berkumpul?" Tanya Aurora, dia menerima alat pendengar yang Clara berikan lalu mulai memakainya, lalu tangannya membuka simpul tali di jubahnya.

Jatuhlah jubah berwarna hitam itu, memperlihatkan tubuh indahnya dengan pakaian yang begitu membentuk tubuhnya, Aurora mengatur nafas dimana dia harus fokus.

"Ya, informasi dari Tuan Jewn jika mereka akan melakukan sebuah pertukaran barang, jadi akan banyak kekacauan. Kita harus tetap bersama Aurora." Balas Clara, dia sudah menyelesaikan semuanya, dirinya sepenuhnya sudah siap meninggalkan backstage.

"Kau tidak lupa untuk menyimpan senjatamu-kan Clara?" Tanya Aurora, dia memastikan jika temannya tidak melupakan bagian penting untuk melindungi dirinya.

"Untung kau mengingatkannya." dia kembali melangkah untuk menerima pemberian dari Aurora, dia menyingkirkan dresa yang dirinya kenakan, menaruh senjata itu disana.

Hingga sepuluh menit berlalu, kedua wanita itu berdiri di depan panggung dengan seluruh mata menatap ke arah mereka, selain karena pakaian yang mereka kenakan, semua juga kagum dengan wanita yang memilih rambut pirang.

Dia memiliki wajah yang asing dengan warga new york, warna skintone juga berbeda, dia sangat putih seperti susu. Kagum karena pakaian itu tidak membuat seperti wanita penari pada umumnya, malah memberikan kesan elegan tapi seksi.

Lagu mulai di mainkan, Clara dan Aurora saling menatap dimana keduanya bergandengan tangan melangkah, menyentuh liang yang terasa begitu dingin. 

'Aku tidak mau menatapnya.' Ucap Aurora dalam hatinya, dia mulai menggerakkan tubuhnya di atas liang besi itu, mengubah ekspresi wajahnya menggoda, tapi tidak dengan tatapan untuk melihat ke arah pria itu.

Pria itu—yang Aurora maksud, dia juga malah terus memperhatikan wanita itu, dia meninggalkan sofa yang dirinya duduki karena posisi jauh dari panggung, pria itu melepaskan jas yang dirinya kenakan, menyisakan meja hitam, melangkah dekat karena rasa dia membenci tatapan semua orang.

Gadis cantik yang memperlihatkan seluruh tubuh indahnya, benar-benar sayang untuk di berikan pada semua orang, tangan mengambil setangkai mawar yang ada di dekatnya, jaraknya dengan panggung begitu dekat melewati batasan yang di buat.

Tapi siapa yang bisa melarang dirinya? 

Aurora menolehkan pandangan saat terkejut seseorang menyentuh kakinya, membuat menghentikan tariannya di atas tiang itu, tatapannya bertemu dengan pria itu, kharisma yang begitu kuat.

Pria itu memberikan bunga itu padanya, istilah yang tidak umum di klub malam, jika seseorang memberikan bunga pada seorang penari, itu berarti dia puas dengan aksinya dan ber maksudnya untuk mengajaknya minum. 

Tapi Aurora bukan warga new york, dia hanya menerima bunga itu lalu letakan di lantai, kembali melanjutkan kegiatannya.

"Ini menarik, aku pastikan tidak ada mawar yang kau tolak."

ตอนถัดไป