webnovel

Chapter 2

POV Safaraz

"Bapak mau Faraz melakukan apa memangnya? Kalau Faraz mampu, akan Faraz lakuin. Bapak kan tau, nggak mungkin Faraz menolak permintaan bapak."

"Tapi kali ini permintaannya beda dari permintaan yang sebelumnya, bapak bukan mau minta Faraz lanjut kuliah atau apapun, tapi bapak mau minta Faraz menikah sama anak laki-laki bapak. Faraz mau, kan?" ucapan Pak William kali ini mampu membuatku tersedak air liurku sendiri. Apa katanya tadi? Menikah? Dengan putranya?

∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆

Suara ketukan dari luar membuatku tersadar dari lamunan, aku mempersilahkan mbok Minah masuk ke dalam kamar, beliau adalah asisten rumah tangga di rumah ini, sebelum bekerja bersamaku, mbok Minah sudah lebih dulu bekerja di kediaman mertuaku. Sejak kecil, Daniel sudah diurus olehnya, tidak heran, saat kami menikah dan tinggal di rumah pemberian pak William yang notabene nya adalah mertuaku, Daniel juga meminta mbok Minah juga ikut bersama kami.

"Den Faraz, bahan masakan yang Aden pesan sudah diantarkan sama tukang sayur, Den Faraz mau masak sekarang?"

"Oh iya, Mbok. Sebentar lagi saya ke dapur, mbok duluan aja!"

"Baik, Den."

Setelah merapikan pakaian yang kugunakan, aku segera beranjak dari kamar untuk masuk ke dapur dan membuat sarapan untuk aku dan suamiku. Mbok Minah memang asisten rumah tangga di sini, namun untuk urusan perut Daniel aku akan selalu berusaha untuk menyiapkannya sendiri.

Mengenai pakaian, aku juga yang mencuci pakaian Daniel dan pakaianku, tugas mbok Minah hanya membereskan rumah dan menggantikan tugasku memasak jika aku sedang tidak bisa pulang ke rumah karena jadwal yang padat di rumah sakit.

Pagi ini aku memasak makanan favoritnya Daniel, spesial untuk merayakan hari jadi pernikahan kami yang kedua, walaupun aku yakin dia tidak akan mengingatnya. Setidaknya aku masih berusaha untuk mencoba, manusia tidak akan pernah tau kapan keberuntungan datang kepadanya, kan?

Selesai menata makanan di meja makan, aku segera menuju ke kamar Daniel untuk membangunkannya. Walaupun tidur terpisah, Daniel tidak melarang ku untuk masuk ke kamarnya, sebenarnya 'akhirnya' dia tidak melarang ku.

Dulu saat awal pernikahan kami, aku yang ingin membersihkan kamarnya justru mendapat makian darinya, dia bilang aku tidak berhak masuk untuk menyentuh semua barang-barang miliknya yang ada di kamar.

Namun suatu ketika, mbok Minah secara kebetulan mengalami sakit yang cukup lama sehingga tidak bisa bekerja, kamarnya yang sangat berantakan akhirnya membuka jalan bagiku untuk mendapatkan izin agar bisa masuk ke dalam kamarnya.

Maklum saja, Daniel tidak terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga walaupun hanya membereskan kamar tidurnya saja, dia orang kaya, ingat?

Tok!

Tok!

Tok!

Aku mengetuk pintu kamar nya, seperti biasa tidak akan pernah ada jawaban. Aku memutuskan untuk langsung masuk saja ke dalam kamar, melihatnya masih tertidur pulas di atas ranjang king size miliknya.

Ini adalah kesempatan emas bagiku untuk memandang wajahnya yang tampan. Tidak bisa kupungkiri, Daniel adalah impian semua wanita. Semua.

Semua yang diinginkan wanita ada pada diri Daniel. Wajahnya yang tampan dengan kulit putih bersih, bentuk wajahnya seperti terpahat sempurna, hidungnya yang menjulang berpadu indah dengan mata dan alisnya. Aku sempat berpikir Allah terlalu baik kepada manusia dingin satu ini.

Daniel merupakan sosok sempurna dari gambaran kriteria suami idaman, selain memiliki fisik yang tiada minus, dia juga kaya raya. Warisan yang ayah mertuaku berikan untuknya cukup banyak. Dia juga cerdas, terbukti dari banyaknya piala akademis maupun non akademis yang dia miliki.

Selain itu, dia juga memiliki kekasih yang sangat cantik. Ya, kalian tidak salah membaca, suamiku memiliki wanita idaman lain. Oh salah, lebih tepatnya Daniel sudah lebih dulu memiliki wanita idaman lain jauh sebelum dia dipaksa menjadi homo dan menikah denganku.

Jika aku menerima permintaan konyol pak William karena balas budi, maka Daniel terpaksa menerima  perjodohan ini karena terancam akan kehilangan segala aset yang dimiliki oleh ayahnya. Ya, aku pernah mendengar pertengkaran mereka saat pertama kali pak Will membawaku ke rumahnya untuk diperkenalkan dengan Daniel.

Saat itu Daniel menolak habis-habisan rencana perjodohan yang diinginkan pak William, hingga akhirnya Pak William mengancam akan mencabut segala fasilitas yang selama ini Daniel gunakan, hingga ancaman untuk mencoret Daniel dari daftar ahli waris.

Hal itu jelas membuatku kaget, sebegitu inginkah Pak William menjadikan aku menantu hingga dia rela menghapus anak lelaki satu-satunya dari daftar penerima harta warisan yang dia miliki?

Nyatanya ancaman itu berhasil, Daniel akhirnya menyetujui untuk menikah denganku sebulan setelah pertemuan pertama kami. Namun inilah konsekuensi yang harus kuterima, di malam pertama kami Daniel justru pergi meninggalkan ku selama sepekan lamanya, setelah kuselidiki ternyata dia pergi berlibur bersama kekasihnya.

Miris memang, namun akupun sudah terlanjur tercebur ke dalam lubang keterpaksaan ini, aku tidak mungkin menolak dan mengecewakan orang yang sangat berjasa dalam kehidupanku.

Aku masih betah memandangi wajah Daniel, dia terlihat sangat polos dan sangat manis ketika sedang tertidur seperti saat ini, beda sekali ketika dia dalam keadaan sadar, dia akan berubah menjadi mahluk paling menyebalkan untukku. Selain dingin, ketus, dia juga tega, sering kali dia mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hatiku.

"Happy Anniversary, Nil. Semoga pernikahan kita dapat membawa ke dalam kebaikan. Huft sudah dua tahun aku bertahan tapi tidak ada sedikitpun perubahan dari sikap kamu kepadaku." bisikku lirih, sangat pelan agar hanya aku yang bisa mendengarnya.

Gejolak untuk mencium Daniel sangat kuat, namun keberanian yang ku miliki tidaklah cukup. Aku takut jika dia tiba-tiba terbangun dan tau jika aku menciumnya. Dua tahun diabaikan tanpa sedikitpun mendapat sentuhan, sedikit banyak membuatku tersiksa saat hasrat ingin disalurkan. Bukankah normal bagi seorang pria matang sepertiku menginginkan mendapatkan nafkah batin dari suaminya? Ah aku terlalu bermimpi, sampai kapanpun mustahil rasanya Daniel akan memberikannya padaku.

"Niel, bangun! Sudah jam tujuh, pagi ini kan kita harus ke rumah nenek." kataku akhirnya ketika berhasil menekan keinginan untuk mengecup bibir seksinya.

Matanya mengerjap, kemudian terbuka perlahan. Seperti biasa, dia akan langsung tersadar penuh kemudian melakukan sedikit peregangan khas orang yang baru bangun tidur, seksi sekali.

"Pakaian mu sudah saya siapkan, setelah mandi saya tunggu di bawah untuk sarapan, permisi." kataku memberitahu. Gaya bicaraku dengannya memang sangat formal, karena memang tidak ada hal spesial diantara kami.

Aku beranjak meninggalkannya namun masih berharap dia mengingat momen penting hari ini dan mengucapkannya kepadaku. Nihil, hingga tubuhku melewati pintu kamarnya, tidak kudengar sedikit pun suara yang keluar dari mulutnya.

Sambil menunggu Daniel mandi dan bersiap-siap, aku memutuskan untuk memberikan makan ikan di kolam yang ada di taman halaman belakang rumah. Taman ini merupakan tempat favoritku untuk menyendiri, di sini aku bisa melamun semauku sembari menatap ikan koi yang berenang bebas di dalam kolam yang lumayan luas.

Rumah ini sebenarnya tidak terlalu besar, rumah dua lantai yang minimalis yang pak William siapkan untukku dan Daniel dibangun di lahan seluas 150 meter saja, terdapat satu kamar utama di lantai atas dan dua kamar tamu di lantai bawah, aku menempati kamar tamu utama sedangkan kamar tamu yang satunya digunakan mbok Minah.

Di lantai atas, selain ada kamar utama yang di tempati Daniel, ada juga sebuah perpustakaan pribadi yang juga sering kugunakan sebagai ruang kerjaku. Sedangkan Daniel? Dia tidak pernah membawa pekerjaan ke rumah, jangankan pekerjaan, bahkan dia sendiripun juga jarang pulang.

∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆

Kami sudah dalam perjalanan menuju kediaman rumah neneknya Daniel di Bandung, setiap sebulan sekali akan diadakan acara arisan keluarga yang tempatnya berpindah-pindah tergantung siapa yang mendapat giliran menang arisan. Biasanya pada momen seperti ini adalah hal yang paling aku tunggu dan aku hindari.

Hal itu karena ketika berkumpul dengan keluarga besarnya, Daniel akan bersikap seolah-olah kami adalah pasangan paling bahagia, dia akan berpura-pura perhatian dan mencintai aku. Menyakitkan memang, tapi aku cukup merasa senang, setidaknya ada momen di mana aku mendapat perlakuan manis dari Daniel.

Sepanjang perjalanan yang kami tempuh dari Jakarta ke Bandung hanya dilalui oleh saling diam, tidak ada pembicaraan selain suara musik dari radio yang Daniel putar. Selalu begini, sedikitpun Daniel enggan memulai percakapan denganku, dia baru akan melakukannya jika sedang bersandiwara di hadapan keluarga nya.

Kami sudah tiba di kediaman nenek, sudah banyak mobil berjejer di sana, tanda sudah banyak keluarga yang hadir. Aku juga melihat mobil yang biasa ibu mertuaku gunakan, terparkir apik di sana. Aku bergegas turun dari mobil dan mengejar Daniel yang sudah turun terlebih dahulu. Ku sejajarkan langkahku dengannya, membuang rasa cemas yang menyelimuti.

Sudah dua tahun kami menikah namun hingga saat ini aku belum memiliki kedekatan yang berarti dengan keluarga besar Daniel, hanya dengan Nenek dan Pak William saja. Sayang, pak William meninggal tepat dua bulan setelah aku dan Daniel menikah. Sejak saat itu, hanya Nenek yang perhatian padaku, walau tempat tinggal Nenek di Bandung dan aku di Jakarta, Nenek seringkali menghubungi hanya untuk menanyai kabarku.

"Ingat, jangan banyak bicara, jangan menjawab pertanyaan apapun tanpa saya suruh!" inilah yang selalu Daniel ingatkan kepadaku setiap kali kami berkumpul dengan keluarganya.

"Assalamualaikum, hai semua!" sapa Daniel ketika masuk ke rumah nenek.

"Waalaikumsalam, ciee ada pasangan paling serasi nih, sini-sini masuk!" ucap salah seorang sepupu Daniel.

"Serasi apanya? Sama-sama lelaki tidak ditakdirkan untuk bersama apalagi sampai menikah. Semoga keluarga kita tidak terkena azab dari Tuhan gara-gara homo kecil satu ini."

nyesss! Inilah hal yang paling sering kuhindari setiap kali ada acara kumpul keluarga.

Bersambung

ตอนถัดไป