Tapi tiba-tiba ketika mereka bicara, ada yang berteriak keras. "Ahhh, tidak, aku tidak mau!!"
Terdengar suara Uminoke berteriak dari dalam.
Ketika mendengar teriakan Uminoke, mereka berdua menjadi terkejut dan langsung berlari cepat. "Ada apa?!" Line berhenti di depan pintu.
Terlihat Uminoke yang menangis dan Imea ada di kejauhan ketakutan. "Mas Li-Line, aku mencoba menjawab pertanyaan Mbak Uminoke tapi dia malah mengamuk."
"Jangan lihat aku, aku lemah, aku tidak berdaya," Uminoke histeris.
"(Dia akan terkena stres,)" Line terkejut dan mendekat. "Uminoke... Tenanglah dulu."
"Tidak, aku tidak mau, jangan lakukan!!!" Uminoke menjadi stres berat lalu Line menahan tangannya dan menariknya secara cepat dan memeluknya.
Imea menjadi terkejut melihatnya.
"Uminoke, kau hanya harus tenang, semua akan baik-baik saja, jangan biarkan kau trauma... Hanya perlu tenang," kata Line.
"Ta... Tapi, aku tak bisa berjalan... Aku hanya akan menyusahkanmu nantinya," Uminoke menangis tanpa henti.
"Uminoke tetaplah Uminoke, aku tidak pernah memandang fisikmu."
"Line..." Uminoke tersenyum tenang lalu ia memeluknya dengan erat.
Sementara itu Roland berada di kamar mandi selesai mandi, di kamar mandi rumah sakit. Ia lalu tak sengaja melihat ada baju atas Imea di sana.
"Baju Imea? Apa dia lupa... Lebih baik aku berikan," dia mengambilnya tapi tiba-tiba ada yang jatuh dari saku baju itu.
Roland terdiam bingung dan menatap lebih dekat yang rupanya itu adalah liontin militer dog tag berpangkat Ketua.
Roland terkejut sembari mengambilnya. "(Ini... Dari mana dia dapat... Apa ini miliknya... Tentunya bukan kan... Tapi punya siapa?)" dia terdiam. Bagaimana bisa gadis seperti Imea memiliki liontin kalung militer berpangkat ketua.
"(Ah... Tidak mungkin Imea, paling dia cuma asal ambil aja,)" dia bodoh amat dan memasukkan kembali kalung itu ke dalam saku Imea.
Hari selanjutnya terlihat Roland menggunakan teropong melihat sesuatu dari atas gedung dengan angin yang sepoi-sepoi. Ia juga sudah membawa perlengkapan penembak. Di sampingnya duduk Line bersender di pinggir balkon sambil merokok. Rupanya Roland melihat zombie raksasa yang mereka lihat kemarin di foto. "Tingginya sekitar gedung lantai 36," kata Roland.
"Baiklah, ayo ke sana," Line mematikan rokoknya dan berdiri.
"Tunggu," Roland menyela membuat Line berhenti.
"Sepertinya ada sejumlah orang yang berusaha melewati jalan itu, mereka melawan zombie yang mengadang."
"Itu berarti mereka hendak ke suatu tempat," Line ikut mengamati.
"Tapi, mereka bisa kita ajak nego kan?"
"Kita lihat saja dulu, jika pemimpin mereka baik maka kita hendak memanfaatkan, jika buruk maka kita pasti sudah dirampok."
Sementara itu di bawah, para orang-orang itu berusaha melawan para zombie yang menghadang dan akhirnya bisa lolos.
"Kakak Tang, sepertinya jalan ini aman dari monster itu," kata salah satu orang.
"Ya, cepat lanjutkan jalannya, aku tidak mau satupun dari kalian mati," kata orang yang dianggap pemimpin.
"Ingat semua, jangan sampai kalian terluka, siapkan tubuh kalian bersih tanpa adanya luka gigitan," tambahnya.
"Apa kita perlu melakukan itu? Apa tempat yang akan kita tuju aman?" tanya salah satu orang.
"Tentunya aman, kalian akan tenang di tempat yang aku tunjukkan, jadi jangan sampai kalian tergigit!!" balasnya.
Tapi mereka terkejut dan waspada ketika ada kaleng yang terguling ditendang seseorang dari balik gang. Mereka menoleh dan terlihat Roland sendirian di sana. "Wah, maaf ya semuanya, sepertinya aku menendang sesuatu," kata Roland dengan tatapan akrabnya.
"Dari mana dia datang?!" orang-orang itu menatap tak percaya.
"Tidak apa adik, kami juga tadi hanya waspada, apa adik kesini sendirian?" si pemimpin menatap, sebut saja dia Kak Tang.
"Tidak, aku membawa teman," Roland menunjuk ke belakang dan terlihat Line berjalan ke mereka.
"Kami tidak sengaja bertemu kalian, apa kami bisa bergabung?" tatap Line dengan serius.
"Kak Tang, sepertinya mereka mencurigakan," salah satu dari orang itu berbisik.
"Apa yang kau bicarakan, jelas sekali mereka adalah nyawa yang berharga, kamu jangan hakim sendiri!!"
"Ba-baik," orang itu langsung mematuhinya.
"Jadi, bagaimana?" Line mengulur tangan.
"Tentu saja adik-adik. Aku bisa menerima kalian," Kak Tang berjabat tangan.
Tapi tiba-tiba ada zombie yang akan menyerang Line, tapi ia hanya biasa dan tidak menoleh, jelas sekali dia tidak mau melawan zombie itu. Tapi Kak Tang langsung memukul zombie itu menolongnya. Di saat itu juga, di tengah-tengah Kak Tang memukul zombie itu, Line menjadi tersenyum licik.
"Oh, kau hebat ya Kak Tang," Line tersenyum palsu.
"(Dia benar-benar menyelamatkan aku dari zombie itu... Aku memang sengaja tidak menghindar dan pura-pura menjadi tidak bisa bertarung untuk melihat seberapa pedulinya pemimpin ini... Tapi aku juga belum tahu, dia menyelamatkan aku untuk dikorbankan atau untuk semata berbuat baik.)"
"Tidak apa adik, apa kau tidak bisa bertarung?"
"Aku jelas tidak bisa, karena itulah kami meminta bergabung dengan kalian."
"Hei, apa ini, jelas-jelas, kau memanfaatkan kami untuk melindungi kalian," salah satu orang itu tidak terima.
"Diamlah, mereka harus tetap bergabung dengan kita," Kak Tang menyela.
Di saat Line dan Roland saling menatap dan kemudian tersenyum licik bersama.
Sebelumnya saat mereka akan bertemu dengan Kak Tang, mereka memikirkan ide dulu di dinding gedung.
"Jika dilihat dari logat mereka, mereka hanyalah orang-orang biasa tapi pemimpin mereka itu... Aku merasa ada sesuatu mengendalikannya," tatap Line.
"Apa itu berarti dia sudah dikendalikan oleh sesuatu, apa raksasa zombie itu?"
"Bukan... Ada sesuatu... Sebelumnya aku mendapat informasi bahwa ada pecahan meteor yang bercampur dengan darah kotor virus itu dan menciptakan virus baru, bisa mempengaruhi pola pikir manusia dan dikendalikan oleh virus itu."
"Apa bentuk virus berbahaya itu juga sama seperti zombie biasa itu?"
"Bisa jadi... Tapi menurutku tumbuhan juga bisa terkena virus ini dan menjadi pengendali pikiran manusia, itu karena mereka memiliki serbuk kuat dalam penyebaran, aku penasaran dengan mereka itu, bisa jadi mereka juga sedang mengarah ke tempat makhluk baru itu..."
"Hm... Jadi kita harus pura-pura bergabung dengan mereka dan melihat virus berbahaya itu?"
"Kurang lebihnya begitu, kau pertama muncul dan kita akan jelaskan secara palsu," kata Line lalu Roland mengangguk mengerti. Dan begitulah cara mereka bisa muncul hingga sekarang di hadapan Kak Tang.
Kembali ke masa sekarang, saat ini mereka berjalan ke sebuah taman kota. "Kenapa kita berjalan ke sini?" Roland bingung.
"Kita harus mencari tempat berlindung yang bagus dulu," Kak Tang membalas.
"Tapi bukannya kita harus membeli makanan dulu, kenapa kau tahu tempat ini aman?" Line menatap.
"Em, yang jelas kita harus cari tempat dulu, setelah itu baru makan," kata Kak Tang. Ia memimpin mereka masuk ke sebuah terowongan. Awalnya mereka ragu tapi setelah melihat Line dan Roland yang hanya tenang mengikuti Kak Tang, semuanya menjadi masuk ikut, padahal Line dan Roland tenang karena mereka berdua memang sudah tahu semuanya.
"Kenapa di sini gelap?" kata salah satu dari mereka sambil ketakutan.
Seketika Line merasakan hal aneh dengan menunjukkan tatapan tajamnya. "(Sepertinya ini waktunya...)"
Tiba-tiba salah satu dari orang itu berteriak seperti diserang. Terowongan itu juga gelap dan tidak bisa melihat apa-apa, satu per satu orang-orang itu diambil dan menghilang dalam kegelapan.
"(Sepertinya sudah dimulai, dia benar-benar membuat kita masuk ke jebakan, aku harus bisa berpikir untuk menyelamatkan diri nanti... Kemana jalan keluar dan cahayanya,)" Line melihat sekitar mencari jalan keluar tadi tapi sepertinya tidak ada.
Roland juga melihat sekitar dan bersiap mengambil pistol di lututnya.
"Junior," panggil Line membuat Roland terdiam melihat ke samping. Karena dia juga tidak bisa melihat Line. "Kau baru saja panggil aku?"
"Jangan keluarkan senjatamu, siapa tahu mereka masih belum mengetahui keberadaan kita, di sini sangat gelap... Tetaplah waspada dulu," kata Line.
Lalu Roland tidak jadi mengambil pistolnya.
Line dan Roland meratapi dan terus berwaspada. Lalu Roland menyiapkan senapan dan menembaki atas terowongan membuat lubang cahaya.
"Apa yang kau lakukan bodoh!" Line yang melihat itu menjadi kesal karena Roland tidak melakukan perintahnya untuk tetap menyimpan senjatanya.
Tapi terlihat dengan jelas para orang-orang itu tertangkap sebuah akar panjang berduri. "Tolong, lepaskan aku!!!!" mereka tak berdaya. Tersisa hanya Line dan Roland.
Di depan mereka sudah sangat jelas ada makhluk bergerak berbentuk bunga penyantap. Satu-satu akar-akar panjang itu menyuapi bunga itu manusia-manusia yang tertangkap. Line dan Roland menghindari akar-akar yang akan menyerang mereka.
"Huh, ternyata memang benar," kata Roland sambil menatap kegelapan di depan mereka. Kegelapan itu muncul Kak Tang yang berdiri di sana. "Jadilah makanan untuknya, dengan begitu bunga besar ini akan melawan raksasa itu," kata Kak Tang dengan tatapan kosong dan harus darahnya.
Line yang melihat penampakan itu menjadi terdiam. "(Aku benar-benar tak tahu harus berpikir apa, tapi tebakan ku benar... Sesuai yang diberitahu kucing kecil padaku, sebuah meteor jatuh di sebuah tempat yang jauh dan meteor yang bercampur dengan tanah akan terus menjalar dan salah satu tanaman yang berhasil kemari adalah tanaman itu yang pastinya dapat mengendalikan manusia dan virus... Karena itulah terlihat di foto bahwa zombie besar mencoba diserang zombie kecil, padahal mereka sama-sama zombie yang hanya makan manusia, sekarang itu hanya terjadi karena generasi baru dari komponen yang baru datang, yakni meteor misterius itu...)" Line berpikir sangat serius.
"Hahaha, makan... Makan...." Kak Tang menunjukkan bahwa dirinya memang telah terhipnotis dan terkendali.
"(Sial, ini begitu sangat sulit, semuanya tampak berbahaya dan pastinya ini butuh rencana yang aman... Aku bahkan tidak menduga ini akan terjadi,) Bagaimana cara kita membunuhnya?" Roland menatap.
Tapi tiba-tiba akar itu menjalar menembus jantungnya Kak Tang. Line dan Roland agak terkejut lalu tubuh Kak Tang menjadi besar dan terlihat kuat.
"Sepertinya bunga itu menyalurkan kekuatannya padanya," kata Line sambil waspada.
"Apa ini termasuk ke dalam kategori makhluk mudah bagi kita?" Roland kembali menatap.
Lalu Line tersenyum kecil. "Kita lihat saja...."