webnovel

Bab 37. PESTA MAKHLUK HALUS

Wisaka merasa ada seseorang yang membuntutinya, bahkan mungkin beberapa orang. Wisaka tidak tahu apakah itu manusia atau bukan. Namun, Wisaka bisa mendeteksi kehadirannya. Hari menjelang sore kala itu.

Wisaka, Faruq dan Onet meneruskan perjalanan mereka. Faruq mengikat kaki ayam hutan hasil buruannya tadi, kemudian mengempitnya di ketidak. Wisaka semakin yakin kalau yang membuntuti itu berada tepat di belakangnya kini. Wisaka memalingkan muka dengan cepat, dan berhasil melihat sesuatu berkelebat ke balik pohon. Wisaka menyusulnya ke balik pohon.

"Keluar! Mengapa kau membuntuti kami?" tanya Wisaka sambil membentak.

Dua sosok manusia yang aneh bentuk mukanya menyeringai. Mungkin juga maksudnya tersenyum saat keluar dari persembunyiannya. Aneh, karena matanya terlalu lebar untuk muka yang kecil dan mengerucut. Gigi-giginya besar sekali, tampak saat ia menyeringai.

"Mengapa kau membuntutiku?" ulang Wisaka.

"Aku hanya ingin minta ayam itu, kami akan mengadakan pesta di kampung sebelah," jawab salah satunya.

"Ini tengah hutan, mana ada kampung?" tanya Faruq keheranan. Tentu saja dia keberatan kalau ayamnya diminta begitu saja.

"Coba kau dengarkan baik-baik," suruh orang aneh itu.

Wisaka dan Faruq memasang telinga baik-baik. Aneh, tiba-tiba terdengar suara gamelan lamat-lamat. Tulat-tulit seruling musik khas Sunda, degung. Kadang-kadang terdengar jelas kadang-kadang seperti di kejauhan, mungkin karena terbawa angin.

"Suara degung di mana itu?" Wisaka dan Faruq bertanya, berbarengan.

"Itu di kampung kami, pestanya nanti malam. Kalian boleh datang, asal ayam itu kau serahkan kepada kami," kata orang asing itu.

"Asyik pesta, ada gadis-gadis cantik di sana?" tanya Faruq.

"Tentu, kau boleh berkenalan dengan gadis-gadis dari kampung kami," jawab manusia aneh itu.

"Asyik ... ini ambillah ... ambil," kata Faruq sambil menyerahkan ayam hutan itu. Pemuda itu sangat riang membayangkan gadis-gadis di pesta nanti.

"Faruq!" Wisaka menegur.

"Apa salahnya, Kang, beramal sedikit. Nanti kita juga makan di tempat pesta, ya kan?" tanya Faruq.

Orang asing itu mengambil ayam hutan dari tangan Faruq. Sambil berterima kasih, ia kemudian memberi petunjuk.

"Berjalanlah lurus melalui jalan ini. Jangan sekali-kali menengok ke belakang. Apabila nanti kalian makan di pesta, tidak boleh memuntahkan makanan," katanya sambil berpamitan.

Ucapan orang itu membuat Wisaka berfikir. Mengapa begitu banyak syarat untuk datang ke pesta? Wisaka jadi curiga dengan pesta ini. Akan tetapi Faruq begitu antusias untuk datang, di otaknya sudah terbayang bertemu dengan gadis-gadis cantik, dan pasti ada salah satu yang tertarik.

"Kita jangan ikuti mereka, ini pesta yang aneh, mencurigakan. Buat apa coba kita memuntahkan makanan kalau tidak ada keanehan di dalamnya. Gak boleh nengok ke belakang segala, apa-apaan ini?" tanya Wisaka.

"Alah sudahlah, mana ada lelembut bisa main degung.Jangan terlalu curiga, ayo keburu kemalaman," ajak Faruq tak sabar.

Onet diam saja sambil matanya melirik ke sana-sini. Ia memainkan ekornya di punggung Wisaka. Sesekali tangannya menggaruk kepalanya.

Sore beranjak malam, kampung yang dimaksud semakin kelihatan. Banyak kelap-kelip cahaya di sana. Suasana pesta semakin terasa. Musik degung semakin jelas terdengar. Wisaka dan Faruq memasuki tempat pesta. Sudah banyak orang di sana.

Mereka tidak ada yang menyapa Wisaka ataupun Faruq, tetapi hanya tersenyum sekilas, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Faruq melihat-lihat suasana dengan gembira, ia mencoba peruntungan dengan mengoda gadis-gadis yang hadir, lantas ia berjalan mencari tempat makanan. Di salah satu pojokan hidangan tertata dengan sangat rapi. Berbagai makanan olahan daging berderet-deret di meja. Faruq mengambil minuman sirup berwarna merah, kemudian menyeruputnya.

"Ahh, segar sekali," katanya. "Ini buatmu, Kang," sambungnya sambil menyodorkan gelas yang berisi sirup.

Wisaka menggelengkan kepalanya tanda enggan. Ia masih merasa curiga dengan suasana pesta itu. Namun, sejauh ini belum ada tanda-tanda keganjilan, semua terlihat wajar. Wisaka melihat Faruq mengambil makanan dan menggoda gadis yang berpapasan dengannya.

Wisaka melihat semua orang memakan makanannya sambil berdiri. Suara riuh terdengar dari obrolan mereka. Anehnya, Wisaka tidak bisa mengerti obrolan-obrolan mereka, yang terdengar di telinga Wisaka seperti gaungan suara lebah atau sesekali seperti cericitan tikus. Faruq terlihat begitu menikmati pesta. Ia mulai memakan hidangan berupa daging berbumbu pedas. Ia mulai menyuap dan mengunyah, sesungguhnya ia sangat lapar.

"Enak sekali rasanya, kau harus mencobanya, Kang,"kata Faruq. Wisaka menggeleng.

Faruq mengunyah daging yang kali ini terasa alot, ada sesuatu yang janggal terasa di dalam mulutnya. Sesuatu yang keras seperti kuku tergigit olehnya. Faruq mengeluarkan daging aneh tersebut. Ia melihat seperti kaki seekor tikus berada di tangannya kini.

"Hoek ... hoek."

Faruq menyadari sesuatu, lantas memuntahkan semua makanan yang sudah masuk ke mulutnya. Ia terus muntah-muntah karena merasa jijik dengan apa yang di tangannya kini yang berarti apa yang sudah dimakannya tadi. Wisaka cepat memburunya.

"Ada apa, Faruq?" tanyanya.

"Ini," kata Faruq.

Faruq memperlihatkan sesuatu, Wisaka melihatnya seperti sebuah kaki binatang yang menjijikan. Mata Faruq merah dan berair, disebabkan ia muntah-muntah.

Orang-orang di pesta menjadi terganggu karenanya. Mereka semuanya terdiam dan memandang tajam ke arah Faruq dan Wisaka. Perlahan-lahan wajah-wajah mereka menjadi berubah. Sosok-sosok yang hadir berubah menjadi berbagai macam jenis mahluk halus. Ada genderewo, pocong, kelongwewe, kuntilanak, sundel bolong, tiba-tiba semua hadir di pesta itu. Mereka menyadari ada manusia hadir di tengah-tengah mereka.

Wisaka teringat dengan ucapan orang asing yang tadi mengundang mereka ke pesta, jangan memuntahkan makanan. Wisaka celingukan mencari-cari orang itu, siapa tahu ada di antara jajaran mahluk halus tersebut.

Para mahluk halus yang merasa terganggu itu bergerak serentak ke arah Wisaka dan Faruq yang merasa kebingungan. Mereka merasa terkepung dan tak mungkin bisa lari dari serbuan para mahluk itu. Tiba-tiba Wisaka merasa tangannya ada yang menyeretnya, kemudian Wisaka juga ikut menyeret tangan Faruq. Dengan napas terengah-engah, mereka akhirnya bisa terbebas dari kepungan mahluk-mahluk itu.

Wisaka dan Faruq, berlari mengikuti orang yang menyeretnya, Onet terguncang-guncang di atas kepala Wisaka. Walaupun hati mereka ingin menengok ke belakang, tetapi mereka tidak berani melakukannya. Kejadian ini saja sudah cukup membuat hati kebat-kebit.

"Sudah kubilang, jangan sekali-kali memuntahkan makanan di depan mereka." Orang yang menyeret Wisaka tadi berkata.

"Mengapa kau membawaku ke pesta mahluk halus?" tanya Wisaka marah.

"He ... he ... he, setelah hari terang pergilah ke arah sana!" kata orang itu sambil terkekeh tanpa menjawab pertanyaan Wisaka.

"Kembalikan ayamku!" teriak Faruq kesal.

Orang itu kembali terkekeh, kemudian pergi begitu saja. Faruq berusaha memuntahkan kembali apa yang ia makan tadi. Terbungkuk-bungkuk sambil memegangi perut, ia muntah lagi muntah lagi, teringat apa yang dimakannya tadi, sampai pahit rasa mulutnya.

"Makanya jangan serakah," kata Wisaka. "Eh, kita berada di mana ini?" Wisaka kebingungan dengan keadaan sekelilingnya.

Next chapter