Aluna Langsung mengucek
matanya,rupanya Alan sudah menunggu di
depan mobil.
"Udah sampe ngga bilang-bilang! Dasar
manusia bisu!!!" Aluna kesal jika ia bisa
pergi sendiri,maka ia tidak akan pergi
bersama Alan.
Aluna keluar sambil mengucek matanya
agar bisa menyesuaikan cahaya di luar.
"Lo ngapain sih ngga bilang dulu kalo udah
sampe! Terus ngapain juga bangunin gue
kaya gitu?! Bikin gue jantungan tau nggak!"
Cerocos Aluna, Alan hanya dia berusaha
tidak mendengar apa yang Aluna bilang.
Alan langsung melangkah ke dalam karena
ia tidak mau telinganya sakit.
Alan seperti bodyguard Aluna,ia hanya
berjalan mengekori Aluna dan melipat
tangannya di depan dada.
Setelah ke kasir dan membayarnya.
Mereka pergi keluar dari tempat itu,Aluna
tak banyak bicara. Menurutnya itu akan
sia-sia.
"Oh ya gue lupa!" Tiba-tiba Aluna berteriak
keras di dalam mobil Alan.
"Kecilin suara lo!" Alan terus mengusap
telinganya. Jika Alan terus bersama Aluna
bisa-bisa ia pergi ke rumah sakit untuk
periksa telinganya.
"Kita ke toko sebentar ya Lan. Gue lupa
beli cemilan" Aluna menatap Mata elang
Alan,seakan rasa gugup itu sudah hilang
dengan sendirinya.
Alan menepikan Mobilnya di depan
Sebuah toko, kemudian Aluna turun dari
mobil dan berjalan masuk kedalam toko.
Alan pun ikut masuk mengekori Aluna.
Aluna langsung memasukan Snack ke
dalam keranjang belanja yang sudah terisi
penuh.
"Si bisu mana sih,bpake ngilang lagi!" Batin
Aluna karena ia sudah mencarinya
kemana-mana tidak ada.
Kemudian Aluna langsung saja ke kasir
untuk membayar. Setelah itu,ia keluar.
Rupanya Alan sudah berada di mobil,
benar-benar membuat Aluna emosi.
"Lo tuh punya mulut di gunain! Gue
tadi nyariin lo malah taunya disini.
Seenggaknya lo bilang dulu kek mau ke
mobil!" Omel Aluna, Alan hanya diam dan
mulai menjalankan mobilnya.
Nada dering telepon terdengar begitu
nyaring. Aluna mengecek ponselnya
namun tidak ada panggilan masuk.
"Handphone lo tuh" Ujar Aluna sinis ia
masih kesal pada manusia ini.
"Ya?" Jawab Alan singkat.
"Anjing lo kemana aja! Pake bolos ngga
ngajak-ngajak gue lagi!" Teriak Lio di
sebrang sana.
"Ada urusan" Jawab Alan santai,ia tidak
begitu memperdulikan sahabatnya itu.
"Kita lagi di warung biasa nih. Sini lah bos"
Tiba-tiba Suara itu berubah menjadi suara
Rai.
"Nanti" Balas Alan.
"Kita tunggu nih." Kemudian Alan
memutuskan sambungan teleponnya
sepihak. Ia kembali fokus menyetir.
***
"Tadi kemana aja lo? Tiba-tiba ngilang gitu
aja." Tanya Gibran serius.
"Rumah Aluna." Balas Alan sambil
menyeruput kopi hitamnya.
"Widih udah punya doi nih. Andaikan
gue di jodohin sama yang cantik, bohay.
Pasti gue betah tuh di rumah" Lio
membayangkan jika dirinya di jodohkan
dengan wanita idamannya.
"Ngaco lo!" Rai menoyor Lio yang sedang
menatap langit-langit warung mbok Ijah.
"Sakit tau!" Desis Lio sambil mengusap
kepalanya.
Drtdrtdrtdrt.
Getaran ponsel Alan yang sedang
ia gunakan untuk main game. Alan
sangat terganggu,ia hampir saja akan
mengalahkan musuh.
"Anjing!" Umpat Alan. Ia langsung
mengangkat teleponnya.
"Ya!" Judes Alan.
"Papah Udah siapin Tempat tinggal untuk
kamu dan Aluna. Rumah itu udah papah
beli,dekat dengan rumah Mamah kamu dan
dekat dengan perusahaan papah. Jadi kalo
kamu udah kerja nggausah jauh-jauh." jelas
Adam panjang lebar.
"Alan ngga mau!" ketus Alan.
"Papah udah siapin semuanya, kamu tinggal
pake aja. Papah udah bilang sama mamah
kamu, katanya ngga apa-apa. Nanti masalah
cafe bisa kamu kesampingkan." Kata Adam
panjang lebar.
"Besok Setelah kamu pulang sekolah kita
ketemu di cafe ya sekalian sama Aluna ya?"
Lanjutnya.
Alan mendengus, ia lagi-lagi dipaksa untuk
menuruti kemauan Adam. Padahal dulu
Alan hanya ingin Adam terus bersama
Ayu bukan bersama Perempuan berhati
busuk itu, namun Adam memilih untuk
meninggalkan dirinya dan Ayu.
***
Buku matematika terbuka dan berserakan
di mana-mana. Banyak buku dari berbagai
sumber untuk di pelajari karena ulangan
kenaikan kelas akan diadakan esok.
"Sumpah gue pusing banget. Gimana besok
ngerjainnya?!" Aluna Mengacak rambut
yang sudah ia cepol.
Ia terus berusaha agar rumus itu masuk
dalam otaknya.
Berbagai bungkus Snack juga berserakan
lantar ruang keluarga, tepatnya di depan
televisi. Aluna sengaja belajar di lantai
bawah karena teman-temannya akan
datang dan menginap di rumahnya.
Suara klakson mobil membuat Aluna
terkejut.
"Anjir!" Umpat Aluna sambil membanting
buku matematika yang disangat tebal
seperti kamus.
Laura dan Dara memasukkan koper dan
tas sekolahnya ke dalam kamar Aluna.
Ukuran ranjang Aluna memang cukup
besar, di perkirakan dapat menampung
empat orang sekaligus.
Mereka bertiga termasuk siswi
berprestasi. Bukan hanya di bidang
olahraga, mereka juga selalu masuk dalam
peringkat 10 besar. Jadi mereka sudah
terkenal di sekolahnya, bahkan banyak
siswa yang mendekatinya. Bukan hanya
dari sekolah mereka, dari sekolah elit
lainnya juga banyak yang mendekati
mereka.
"Udah pada makan belum? Gue belum
nih laper." Ujar Aluna sambil mengusap
perutnya.
"Pesen aja lah. Ntar bayarnya patungan
gimana?" Usul Dara.
"Boleh juga tuh. Gue aja yang pesen." Balas
Laura yang masih setia memegang pulpen
berwarna ungu, ia sedang memecahkan
soal.
Nada dering terus berbunyi. Aluna
langsung bangkit dari duduknya dan
menuju meja sebelah televisi yang
berukuran besar.
Kulkas.
"Tumben telfon. Ada apa?" Tanya Aluna.
"Besok ke cafe mamah." balas Alan di tengah
kebisingan yang entah dimana.
"Kata papah." lanjutnya.
"Oke.Emangnya ma-" sambungan langsung
terputus. Padahal Alan belum mengucap
kata pamit atau basa basi. Memang
benar-benar manusia bisu.
"Siapa Lun?" Tanya Dara mendongak
karena ia duduk di lantai sedangkan Aluna
di sofa.
"Керо!"
"Gimana udah pesen?" Tanya Aluna.
"Bentar lagi sampe, udah deket nih" Balas
Laura.
***
"Papah udah siapin semuanya untuk kamu
dan Aluna tinggal nanti. Ini beberapa
potret rumah yang sudah papah beli."
Adam menyodorkan Sebuah Amplop
Berwarna coklat yang di dalamnya
terdapat Foto Rumah yang Adam maksud.
Terlihat Rumah megah bercat Abu-abu
berlantai 2. Dengan dekorasi elegan, di
depan terdapat Taman yang di penuhi
bunga indah dan tanaman hijau. Ketika
masuk ke dalam rumah, terlihat Sofa
mewah untuk tamu yang datang dan
Terdapat vas yang terlihat mewah di pojok
menghias ruangan itu.
Ruang keluarga dengan Televisi berukuran
besar dan peralatan game karena Adam
tahu putranya itu menyukai Game. Ruang
keluarga yang terlihat nyaman dan tenang.
Di lantai satu ada tiga kamar. Dua kamar
di samping ruang keluarga dan satu kamar
di dapur, biasanya untuk pegawai seperti
asisten rumah tangga atau supir.
Anak tangga melengkung cantik. Di lantai
dua ada empat kamar. Dua kamar Untuk
anak-anak yang Adam rencanakan itu
kamar untuk cucunya.
Di masing-masing Kamar terdapat Kamar
mandi lengkap dengan peralatannya dan
satu televisi, satu sofa panjang dan nakas di
samping tempat tidur.
Di halaman belakang rumah terdapat
kolam renang yang cukup luas dan lahan
untuk tanaman obat-obatan dan berbagai
rempah-rempah.
"Alan nggak butuh!" Tegas Alan sambil
menyodorkan foto-foto itu.