webnovel

Pacar pun Dipilih

Ketika Giavana bertanya secara iseng saja pada Widad, kekasih Nada, mengenai apa ada lelaki sehebat Widad yang bisa dia kenal, Widad menjawab bahwa sudah ada yang sesuai kriteria itu berada di dekat Giavana.

Saat Giavana bertanya, di mana lelaki itu berada, Widad menjawab, "Itu, dia ada di sebelah kamu, Gi." Sembari dagunya menunjuk ke Gauzan yang sedang membuka mulut, hendak memasukkan potongan roti di tangannya.

"Hah?" Giavana sampai menoleh ke Gauzan dengan pandangan kaget.

"Hah?" Gauzan juga ikut berkata demikian karena namanya tiba-tiba saja disebut. Ia pun urung memasukkan rotinya dan menaruh lagi ke piring kecilnya. "Aku?"

"Kok dia, sih?" erang Giavana dengan wajah enggan. "Dia ini nggak mungkin aku jadikan pacar! Aku udah tau semua burik-burik dia dari atas sampai bawah, males ahh!"

Gauzan yang tadinya melengos ke samping, segera terpelatuk mendengar ucapan Giavana. "Beuh! Kau kira aku sudi jadi pacar kau? Sudah selebor parah, tomboy nggak ada imut-imutnya, muncungnya juga melebihi silet! Ogah, dah! Not waifu type! Huek!"

"Wibu sialan! Emangnya aku doyan ama kamu?"

"Ehh, kau juga wibu, kampret!"

Giavana dan Gauzan mulai lagi berdebat. Nada dan Widad saling pandang dan terkekeh-kekeh melihat kelakuan dua orang di depan mereka. "Mereka serasi banget, yah yank."

"Enggak!" Giavana dan Gauzan serempak menjawab ketika mendengar ucapan Widad.

"Ehh, ati-ati, loh! Jangan terlalu antipati ama seseorang, ntar malah ujung-ujungnya cinta mati, hihihi!" sahut Nada sambil melakukan toss bersama Widad.

"Amit-amit ama dia!" cibir Giavana.

"Ogah juga ama cewek rasa cowok ini! Huek! Gak waifuable. Gak ada vibe loli, ataupun vibe oneesan kawaii. Bisa-bisa aku dikira gay kalo jalan ama dia!" balas Gauzan.

Nada dan Widad makin geli melihatnya.

.

.

Jam 11 kurang sekian menit, Giavana sudah tiba di rumah. Ia menyerahkan helmnya ke Gauzan. "Thanks, yah Zan! Lain kali mau lagi, dong, dijemput kayak tadi, hehe …."

"Ogah kalo ujung-ujungnya aku bakalan diinterogasi lagi ama kakak iparmu." Gauzan menerima helm dari Giavana.

"Ihh, nanti aku kasi tau dia untuk kagak usah ganggu kamu."

"Gak percaya. Dia kayaknya tipe ngotot. Males urusan ama orang kayak gitu."

"Udah, ahh! Yang nanti, biarlah dipikir nanti aja! Pokoknya, aku bakalan hubungi kamu kapanpun aku butuh bantuanmu, oke!"

"Tsk! Ya, kalau aku ada waktu."

"Please, diadakan untuk aku, dong. Kamu bestie aku, kan?" rengek Giavana ke Gauzan sebelum pemuda itu pergi.

"Hghh! Iya, iya, bestie! Dah, aku mo balik kosan dulu! Bye!"

"Oke, Zan, makasih!" Giavana memberikan senyum terbaik dia sebagai rasa terima kasih dia atas pertolongan Gauzan malam ini sehingga dia bisa memangkas waktu pertemuan dengan Gyarendra.

Setelah Gauzan pergi, Giavana segera masuk ke rumah dan mengunci semua pintu dan melangkah ke kamarnya.

"Sudah pulang, Va?" tanya sang ibu yang melongok keluar dari kamar Beliau dengan wajah terlihat mengantuk.

"Iya, Ma. Maaf agak malam. Tadi keasyikan ngobrol di tempat Nada." Giavana merasa tak enak sendiri karena membuat ibunya mungkin menahan kantuk demi menunggu dirinya.

"Sudah dikunci semua? Gerbang dan pintu depan?"

"Udah, Ma. Gih, Mama tidur! Atau perlu aku puk-puk biar tidur?"

"Tsk! Apaan sih kamu ini! Ya sudah, Mama tidur dulu, kamu juga jangan begadang, buruan tidur!"

"Iya, Ma. Nite-nite!" Lalu keduanya masuk ke kamar masing-masing.

Di dalam kamar, Giavana segera mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur yang lebih minimalis dan nyaman, seperti celana pendek dan kamisol tanpa bra.

Sembari rebah di kasur, dia mengingat obrolan dia dengan teman-temannya.

"Gi, memangnya kau butuh pacar?"

"Yah, butuh nggak butuh, sih!"

"Yang benar, dong Gi! Butuh apa enggak?"

"Sebenarnya … duh, gimana yah ngomongnya?"

"Udah, ngomong aja, Gi! Kayak bukan kamu aja yang serba ember pecah. Buruan, spill the tea! Kenapa kau butuh pacar saat ini!"

"Dih, Nada! Hm … ya udah, aku kasi tau aja alasan kenapa aku butuh pacar, tapi bukan berarti harus pacar sungguhan loh yah!"

"Hah? Makin somplak nih bocah! Maksudmu gimana, sih Gi? Butuh pacar tapi bukan pacar sungguhan."

"Pacar bohongan begitu, Gi?"

"Ahh, ya seperti itu, Boim! Kamu selain ganteng, atletis, pinter masak, tapi juga cerdas! Duh, kamu masih manusia apa mutan, sih Im?"

"Dih! Hei, bocah somplak! Kau butuh pacar bohongan? Untuk apa?"

"Biar kagak dikejar-kejar mamak dia untuk dijodohin."

"Anjret, Zan! Seriusan? Dia? Dia bakalan dijodohin?"

"Iya! Gitu itu sih yang dia bilang ke aku kemarin dulu."

"Wahaha! Mendadak aku merasa iba ama yang mo dijodohin ma Gia."

"Setan lu, Nad! Ayolah, bantu solusi, dong! Jangan cuma meledek aja …."

"Kenapa enggak Gauzan saja kalau cuma untuk bohongan?"

"Eh? Widad!"

"Kenapa, yank? Kan hanya untuk bohongan. Misalkan cari cowok lainnya kan malah kasihan kalau tidak tau dari awal bahwa dia hanya untuk status bohongan saja. Nanti kalau baper, gimana? Nah, kalau Gauzan kan sudah tau dari awal kalau ini cuma bohongan, jadi aman. Ya kan, Zan? Nggak bakalan baper, kan?"

"Ihh! Buat apa aku baper ke cewek jadi-jadian ini! Aku kan bukan gay!"

"Kadal sompret! Maksudnya apaan, sih! Cewek jadi-jadian, mata kau kendor?"

"Tenang, Gi. Sabar. Sepertinya saran ayank aku ini ada bagusnya, loh!"

Dan setelah melalui perdebatan yang tidak begitu panjang, akhirnya Giavana pun menerima saran itu. Dia dan Gauzan akan berlakon sebagai sepasang kekasih, hanya agar Giavana tidak lagi dijodohkan dengan siapapun.

Dia tidak secara jujur mengatakan bahwa alasan sebenarnya hanya untuk menyingkirkan Gyarendra saja, bukan soal dijodohkan. Dia belum menyiapkan nyali untuk berkata apa adanya di depan teman-temannya.

Ya sudahlah, biar saja begitu. Pokoknya, sekarang dia akan menjalani lakon sebagai pacar Gauzan, meski bohongan. Toh, Gauzan sudah mengetahui ini dari awal dan juga berjanji tidak akan membawa perasaan apapun ke dalam lakon ini. Semuanya harus murni akting belaka.

-0—00—0-

"Vava, Vigo mencarimu." Magdalyn menghampiri adiknya yang sedang mencuci dalaman di halaman samping siang itu.

"Hah? Apa, Kak?" Giavana segera menurunkan headset yang menyumpal telinganya. Suara dari suara Axl Rose yang sedang berteriak menyanyikan lagu You Could Be Mine yang menjadi soundtrack film Terminator terdengar samar ketika benda mungil itu dilepas dari telinganya.

"Vigo. Dia datang ke sini untuk bertemu kamu. Dia ingin mengatakan sesuatu. Sana, temui dia." Magdalyn tersenyum lembut ke adiknya.

---------

waifu = sebutan Jepang (biasanya di antara para wibu) untuk menyebut istri (idaman), dari kata 'wife'.

loli = mengacu pada sosok Lolita (gadis kecil imut) yang biasanya banyak terdapat di anime

oneesan kawaii = mbak-mbak imut

Next chapter