webnovel

Gombalan Riel.

"JANGAAANNN!!" teriak Alicia sekali lagi. Kali ini terdengar lirih, ada perasaan takut di hatinya. Dan di saat itu juga, muncul cahaya berwarna perak kebiruan dari dadanya. Memancar dengan sangat terang.

Orthus melihat kearah cahaya itu, bagitu juga dengan Riel. Ia hanya melirik saja, tenaganya sudah benar-benar habis. Lalu cahaya itu menjalar keseluruh tubuhnya, dan kemudian terpusat pada telapak tangan Alicia. Seketika itu juga, cahaya itupun melesat cepat.

Wusssh.

Dan,

Daast.

Cahaya itu pun mengenai tubuh Orthus. Hingga ia terluka dan tubuhnya tumbang dalam hitungan detik. Matanya mendelik, Anjing itu tampak kesakitan dengan cairan berwarna kehijauan keluar dari dalam tubuhnya yang terluka.

Alicia tercengang, ia cukup kaget dan takjub. Ia melihat telapak tangannya, membolak-balikkan tangannya, ia masih tidak menduga ada kekuatan yang mendadak keluar dari telapak tangannya itu. "A-apa itu tadi?" Ia benar-benar bertingkah seperti orang bodoh. Melihat Orthus layaknya orang linglung. "Bagaimana mungkin aku punya kekuatan?" pikirnya masih terheran-heran.

"Riel!" Sesaat pikirannya tersadar akan Riel dan melupakan kekuatannya. Ia berlari sekencang mungkin, "Riel, kamu gak apa-apa?" tanya Alicia, menekuk lututnya. Di pandangi tubuh Riel yang penuh luka akibat gigi-gigi tajam Orthus yang mencabik-cabik tubuh Riel hingga dipenuhi luka.

Alicia mengangkat tubuh Malaikat maut itu dan kemudian meletakan kepalanya di pangkuan. "Riel, sadarlah Riel. Ayo buka matamu, jangan biarkan matamu tertutup. Ayo Riel, kamu harus kuat!" kata Alicia sangat mencemaskan Malaikat maut itu. Ia takut kehilangan Riel, takut Riel kenapa-napa. Sebab, Malaikat maut itu tidak merespon panggilannya.

"Riel, jangan mati! Aku mohon bangunlah!" Suara gadis itu semakin meninggi dan setetes air matapun menetes dengan sangat cepat dari pelupuk matanya hingga ke bawah dagu gadis itu.

Pluk.

Airmata itupun terjatuh, seberkas cahaya pun menerangi wajah Riel sesaat dan airmata itu masuk kedalam tubuh Riel. Alicia tidak menyadarinya, gadis yang sering disebut bodoh itu hanya menangis terus menerus.

"Hei, aku belum mati, gadis bodoh!" Suara berat Riel membuat ekspresi Alicia berubah tersenyum.

"Riel?" katanya, lalu memeluk kepala Malaikat maut itu. "Akhirnya kamu bangun juga, aku sangat takut kalau kamu benar-benar udah mati," oceh Alicia, ia sedikit menekan pelukannya hingga Riel sulit bernapas.

"Hei, aku bisa mati beneran kalau kamu memeluk aku terus begini. Napasku benar-benar berhenti, gadis bodoh!" protes Riel, Alicia bergegas melepaskan pelukannya.

"M-maaf, aku terlalu bahagia melihat kamu masih hidup!" kata Alicia menyeka airmatanya.

"Aku gak mungkin mati, gadis bodoh. Kecuali Raja Akhirat membuat nyawaku benar-benar melayang. Aku hanya terkena racun yang melumpuhkan tubuhku saja, bukan mati!" Riel tidak menyadari, bahwa nyawanya sudah berada di ambang kematian. Namun, airmata Alicia yang begitu tulus mengkhawatirkan Riel-lah yang menyelamatkannya.

Racun Aconite yang terkenal di neraka juga ada di bumi. Daunnya biasa digunakan oleh suku pedalaman untuk membunuh hewan dan juga para pengganggu. Asmodeus, ia sengaja mengambil jauh lebih sedikit takarannya hanya untuk melemahkan sistem saraf Riel agar ia lumpuh dalam waktu beberapa jam. Racun ini bisa menyebabkan kematian pada Riel bila saja Asmodeus menakar komposisi buah dan daun tanaman Balladona sebanyak mungkin. Sayangnya, Asmodeus masih menganggap Riel sebagai penyelamat sekaligus kakak yang pernah menyayanginya.

"Kau bisa bantu aku berdiri!" pinta Riel. Alicia mengangguk dan ia mulai menyangkilkan tangan Riel di pundaknya. Lalu Alicia berusaha menahan Riel agar tidak jatuh. Riel mulai melangkah, walau sebenarnya kaki itu tidak mempunyai tenaga yang cukup untuk bergerak.

"Apa yang sebenarnya Iblis itu lakukan padamu, Riel?" tanya Alicia menyelidiki, ia sudah banyak ketinggalan kejadian yang terjadi antara Asmodeus, Riel dan dirinya.

"Dia hendak mencelakakan kamu dengan kekuatan sihir. Dan untung saja aku segera mengetahu dan menghentikan dia!" ungkap Riel menceritakan kronologi kejadiannya.

"Lalu, kenapa bisa tubuhmu terkena racun?"

Malaikat maut itu tidak menjawab, ia menghela napas, dadanya terasa sangat sakit. Racun itu memang bekerja sangat lambat, namun, akan sangat sakit saat sudah menyerang seluruh organ-organ vital di dalam tubuh korban. Racun itu akan membuat korban mati dengan sangat cepat.

"Riel, kau gak apa-apa?" Langkah Alicia terhenti. Riel tidak menjawab, hanya mimik wajah kesakitan saja yang ia tampakan di hadapan Alicia. "Sebentar, aku akan panggilkan ayahku!" Sambil membantu Riel duduk di pagar rumahnya.

"Tunggu!" Henti Riel menggenggam tangannya. "Jangan libatkan kedua orang tuamu. Itu terlalu bahaya bagi nyawa kedua orang tuamu, gadis bodoh!" Riel mencoba tetap bernapas walau terasa seperti di sayat pisau. "Antarkan saja aku ke hutan, biar aku bisa meditasi untuk menghilangkan racun ini!"

"T-tapi, kau terluka sangat parah. Ayahku dokter, beliau pasti bisa menyembuhkanmu!"

"Sudah, patuhi saja ucapanku ini. Ini juga menyangkut nyawa kedua orang tuamu, gadis bodoh!" pekik Riel.

Alicia mendengus kesal. "Keras kepala!" gumam gadis itu menekuk wajahnya. Mengikuti kemauan Riel. Ia mulai memapah Riel kearah berlawanan dengan wajah cemberut.

"Tidak usah cemberut seperti itu, nanti cantiknya hilang!"

Degh!

Alicia bergegas menatap kearah Riel. Malaikat maut itu tanpa sadar mengatakan itu semua padanya. Dan ucaoan Riel membuat degub jantung Alicia mendadak sangat cepat dan kencang. Seketika, wajahnya memerah.

"D-dia bilang aku cantik?" gumam hati Alicia, seolah tidak percaya apa yang dikatakan Riel barusan. "Tunggu ... tunggu, bukankah dia saat ini terkena Racun. Bisa saja dia sedang mabuk karena racun itu mulai mengganggu pikirannya." Alicia melirik ke Riel, wajah tampannya masih terlihat walau kulit wajah Riel berwarna sangat merah.

"Aaah ... aku rasa memang begitu. Dia tidak benar-benar tersadar mengatakan itu. Lihat aja wajah itu, kemerahan seperti orang mabuk." gumam Alicia rada jengkel, namun itu tak henti-hentinya mencuri-curi pandang kearah Riel. "Tapi tetap saja, wajah itu masih terlihat sempurna walau dia dalam keadaan kacau akibat racun dari Asmodeus!" pikir Alicia sangat mengagumi Riel.

"Hei ... hentikan tatapanmu itu. Semakin lama semakin kau tatap wajahku, kau akan menjadi sangat menyukaiku, gadis bodoh!"

Alicia bergegas membuang muka saat Riel memergoki dirinya. "Kata siapa aku akan jatuh cinta? Jangan sok kegantengan kamu!" bantah Alicia tidak mengakui perasaannya yang mulai mengagumi Riel secara diam-diam.

"Kan memang aku ganteng. Buktinya saja kau selalu mencuri-curi pandang untuk melihat wajahku ini!" kata Riel menatap kearah Alicia. Tanpa sengaja, tatapan keduanya saling bertemu dalam satu titik di rentina mata hingga keduanya terlihat mengagumkan di mata mereka masing-masing. Terdiam, Alicia dengan wajah terkejutnya. Sedangkan Riel dengan wajah tersenyumnya.

Namun, ekspresi wajah gadis itu berubah seperti orang jijik setelah otaknya menangkap kata-kata Riel dan mencernanya. "Hei, aku melihat luka-luka di tubuhmu itu saja, tidak lebih! Lagian, aku bukan termasuk orang yang mudah mengagumi laki-laki. Apalagi laki-laki dari beda alam," sergah Alicia membantah semua ucapan Riel.

"Berarti kamu mengkhawatirkan aku dong!" kata Riel mencoba mencari tahu apa yang ada di dalam isi hatinya itu. "Buktinya kamu selalu memperhatikan luka-lukaku."

"Diiih ... bukan begitu juga kali. Maksud aku itu ... aaah ... sudahlah. Lebih baik kita bergegas sebelum iblis itu tersadar dari pingsannya!" Alicia menghentikan kalimatnya dan berusaha untuk menyembunyikan apa yang sedang terjadi di hati, jantung dan juga benaknya. Ia tidak ingin Riel tau.

Dan Malaikat itu tertawa sangat kencang. Seolah meledek Alicia.

****

Bersambung.

Next chapter