webnovel

Energi Baru

Beberapa Hari Kemudian.

Tiara kembali ke aktivitasnya lagi. Ia berjuang keras untuk melupakan rasa sakit yang bercampur malu. Kini ia bertekad untuk mengosongkan hatinya dari rasa cinta seperti yang dikatakan oleh Hana.

Walaupun sebenarnya trauma sudah mulai menggerogoti hatinya. Bukan karena terlalu cinta, tapi karena ia sudah benar-benar lelah dan kehilangan rasa percaya pada sekeping rasa yang bernama cinta.

"Selamat pagi anak-anak!" Tiara memulai paginya dengan senyum yang menawan.

Menjadi Guru Sekolah Dasar adalah kebahagiaan yang tak terkira, selain bisa melatih kesabaran, seseorang juga bisa mengenal banyak karakter mulai dari yang cengeng, jutek, kasar, dan yang lembut.

Anak-anak itu merasa senang melihat kedatangan Tiara sehingga mereka memberikan salam yang antusias.

"Selamat pagi juga Ibu Guru cantik!"

Hati Tiara yang luka terhibur oleh wajah-wajah polos tanpa dosa itu. Mereka tersenyum seakan memberikan energi baru untuknya.

"Ibu Guru, tadi Abdi mengambil buku Naya!"

Mendengar suara manja Naya yang cemberut, Tiara langsung berjongkok dan mencubit pipi chuby-nya yang menggemaskan. "Oh ya? Mmmm kalau begitu kita harus menasihati Abdi agar tidak nakal lagi!"

Naya mengangguk dengan senang, sedangkan Abdi duduk di bangku paling belakang sambil tertunduk.

Tiara berjalan mendekati tempat duduk Abdi. Dengan suara lembut, Tiara bertanya, "Abdi, kenapa mengambil buku Naya?"

Abdi adalah siswa Tiara yang paling nakal di kelas, dia selalu membuat ulah dan tidak pernah mau mengerjakan tugas. Tapi, Tiara tidak pernah marah karena ia menganggap kalau Abdi adalah Guru Sabar-nya yang paling hebat.

"Itu bukan urusan Ibu Guru!" Tatapan Abdi sangat tajam. Bola matanya mengisyaratkan kemarahan yang mendalam seolah Tiara adalah musuhnya.

Abdi selalu begitu, ini membuat Tiara penasaran bagaimana kehidupannya, karena setiap rapat orang tuanya tidak pernah datang.

Karena Tiara tidak ingin membuat Abdi semakin marah, Tiara meninggalkan Abdi untuk sementara dan memulai pembelajaran.

Waktu pulang akhirnya tiba, namun sebelum berangkat pulang, Tiara menerima telepon dari Hana. Ia pun segera menggeser ikon berwarna hijau di ponselnya.

"Lagi apa soleha?" Terdengar suara lembut Hana dari sebarang telepon.

"Baru pulang ngajar dan sekarang lagi duduk-duduk nih di taman sekolah!"

"Oh ... Begitu. Lalu bagaimana kabar hatimu sekarang?"

"Aku gagal lagi ..." Suara Tiara terdengar sedih.

"Mungkin memang bukan jodoh ..." Jawab Hana dengan santai.

"Iya aku tau, tapi kenapa ya aku selalu di kecewakan?"

"Mungkin karena hatimu terlalu berharap pada manusia sehingga Allah cemburu karena kamu lebih banyak ingat manusia daripada Dia sehingga Ia membuatmu patah hati agar kamu kembali merengek pada-Nya. Untung saja Allah itu baik karena Dia selalu menerima kedatangan hamba-Nya dalam keadaan apa pun meskipun dia pendosa berat dan selalu melupakan-Nya!"

"Mungkin kamu benar Hana, tapi aku merasa tidak sekuat itu dan butuh hati yang ikhlas untuk melakukannya. Tapi sekarang aku merasa takut jatuh cinta lagi! Atau mungkin aku sudah mati rasa!"

"Kalau begitu jangan jatuh cinta! Namanya juga jatuh pasti sakit. Lebih baik bangun cinta kan itu lebih keren! Tapi aku pikir Allah itu sedang mengajarkanmu bagaimana agar kamu bisa menjadi penyembuh bagi hati yang terluka. Kamu bukan mati rasa, melainkan ada do'a dari seseorang lelaki yang begitu kuat sehingga Allah selalu mematahkan hatimu agar pada akhirnya kamu bisa bersama orang itu. Oleh karena itu, fokus memperbaiki diri, kembangkan bakatmu, dah lepaskan rasa sakitmu! Ingat, orang yang menyakitimu sudah bahagia dengan yang lain, jadi jangan mau menderita sendirian dengan meratapi rasa sakit itu. Gengsi dong! Harga diri di atas segalanya bagi seorang perempuan sebab itu akan menentukan kualitas jodohnya nanti!" Jelas Hana panjang lebar. Ia memulai dakwahnya kepada sahabat sekaligus sepupunya itu.

"Hahaha ... Hana kalau ngomong kamu suka benar. Baiklah, aku akan mencobanya. Jika mereka melepaskanku dengan cara yang menyakitkan maka aku akan pastikan kalau diriku adalah seseorang yang tidak akan mungkin lagi mereka miliki!" Ucap Tiara sambil tersenyum.

"Nah, ini baru benar! Jadikan patah hati itu sebagai ajang untuk belajar dan berbenah, insyaAllah kalau hatimu sudah bisa ikhlas maka yang terbaik akan datang dengan sendirinya. Ingat ya! Terus memperbaiki diri sampai kamu menemukan yang terbaik atau kalau tidak, kamu akan ditemukan oleh yang baik! Janji Allah itu pasti. Ia menyingkirkan yang tidak baik karena ia sudah menyiapkan jodoh terbaik buatmu. Kenapa dia belum datang? Itu karena Allah masih mendandaninya sebaik mungkin agar engkau bersyukur ketika bertemu dengannya!"

"Iya mengerti ustadzah. Terima kasih atas dakwahnya yang membuat jantung ini kembali berdetak secara stabil. Sekarang pikiranku sudah kembali terbuka. Hehehe ..."

"Alhamdulillah ... Baiklah, aku pamit dulu ya! Ingat jangan sedih-sedih lagi, Assalamu'alaikum!"

"Iya cerewet. Hehehehe ... Wa'alaikumsalam"

Setelah bicara dengan Hana, lagi dan lagi Tiara menemukan energi baru, dia bersyukur memiliki sahabat yang selalu mengingatkanya dalam kebaikan.

Rezeki itu tidak hanya berupa harta tapi sahabat yang baik juga harta yang tak terkira.

Setelah dari sekolah, Tiara teringat akan Rasty yang tidak masuk sekolah selama dua hari tanpa kabar. Ia tau dari rekan kerja Rasty saat ia datang ke sekolah tempat Rasty ngajar namun tidak menemukan Rasty. Ia malah bertemu dengan rekan kerja Rasty. Saat ia menelepon ke nomor Rasty, tapi nomor Rasty tidak aktif. Oleh karena itu, Tiara langsung memutuskan untuk ke rumah Rasty karena dia sangat khawatir.

Setibanya di rumah Rasty, Tiara langsung disambut oleh ibunya Rasty

"Ada apa Bibi?" Tanya Tiara dengan heran.

Dengan pelan ibunya Rasty berkata, "Tolong kamu lihat Rasty, soalnya sudah dua hari dia tidak mau makan dan mengurung diri di kamar!"

Tiara semakin bingung. "Memangnya ada apa Bibi?"

ตอนถัดไป