webnovel

Tidak Ada Belas Kasihan

Benar-benar tidak takut dosa, Yanto berkacak pinggang lalu turut masuk ke dalam rumah. Dia duduk di sofa sembari meminum kopi buatannya sendiri, andai saja dia punya istri lagi pasti tidak akan kesepian seperti sekarang ini. Sebenarnya Yanto sudah ada niat ingin menikah lagi, tapi dia mengerti dengan perasaan Langit.

"Langit! Besok kamu sekolah naik angkot ya! Uang jajan kamu juga papa potong, karena kamu bandel!" Lalu, Yanto kembali menyeruput kopi hitam kesukaannya.

"Siap pa! Tapi jangan lama-lama ya!" balas Langit.

Yanto memijat pelipisnya pelan, pening. "Ya ampun, kenapa gue punya anak gitu amat ya? Ampunilah dosa-dosa Langit ya Tuhan, kasihan dia kalau masuk neraka, amin," harapnya.

***

Pagi ini, Angkasa berencana untuk menitipkan Vallerie pada Kejora saja agar dia bisa sekolah. Untung saja Kejora mau menjaga Vallerie, ini kesempatan yang baik baginya untuk ijin sekolah. Karena semalam dia tidak bisa tidur setelah pulang dari tempat hiburan malam. Kejora berencana untuk menyebar foto saat dirinya tidur bersama Langit di mading sekolah, dan di akun lambe sekolah.

Angkasa sudah siap dengan seragam sekolahnya, dia memang telah mempersiapkan semuanya sejak kemarin agar tidak telat pergi ke sekolah. Sebelum berangkat, Angkasa terlebih dahulu sarapan sementara Vallerie masih tidur, menyelami mimpi indahnya di pagi hari. Hanya mimpi saja, tidak menjadi kenyataan.

Jam telah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Angkasa baru saja menyelesaikan sarapannya. Sementara Vallerie tak kunjung bangun, dia memutuskan untuk keluar dari ruang rawat Vallerie diam-diam saja. Agar tidak membuat gadis cantik itu terbangun dari tidur nyenyaknya. Akan tetapi, ketika Angkasa baru saja membuka pintu kamar rawat Vallerie, tiba-tiba saja kedengaran suara serak Vallerie yang bertanya kepadanya.

"Mau ke mana?" tanya Vallerie to the point.

"Lo udah bangun?"

"Gak usah buang-buang waktu, mau ke mana?"

"Sekolah."

"Nanti yang jag--"

"Kejora yang jaga lo, tenang aja. Gue berangkat, dah!"

Pintu kamar rawat Vallerie tertutup rapat, tidak lama setelah Angkasa keluar masuklah Kejora ke dalam kamar rawat Vallerie. Dia berjalan gontai, wajahnya sembab karena menangis. Bajunya kebesaran, menggunakan kemeja seragam sekolah milik Langit. Hanya cara ini saja yang dapat Kejora gunakkan agar Vallerie mau putus dengan lelaki brengsek seperti Langit.

"Kejora 'kan?" tebak Vallerie.

Kejora duduk di kursi yang ada di samping tempat tidur Vallerie, kepalanya tertunduk lalu menjawab dengan suara serak khas orang menangis, "I-iya Vall."

"Loh, kamu kenapa nangis?" tanya Vallerie khawatir.

Kejora menggigit bibir bawahnya, tangisnya semakin meledak-ledak ketika mengingat perkataan Langit subuh tadi. Kejora ingin segera memiliki Langit, karena Vallerie orang baik tidak pantas menjadi kekasih Langit. Bukan maksud Kejora untuk membuat hubungan Vallerie dan Langit hancur, Kejora juga tidak benci kepada Vallerie. Hanya dia tidak ikhlas jika Vallerie, gadis polos mempunyai kekasih bejat seperti Langit.

"Langit, Vall. Dia semalam ketemu sama aku di klub, dan kamu tahu? Dia tidurin aku!" Kejora menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya, untuk meredam tangisan.

Vallerie menggelengkan kepalanya pelan, dia sangat shock. "B-beneran? Kenapa dia tega sama kamu? Terus, kamu gapapa?" tanyanya cemas.

Isak tangis Kejora masih kedengaran jelas di kedua telinga Vallerie, bahkan hal itu membuat hati Vallerie rasanya seperti disayat-sayat pisau tajam. Sikap Langit semakin hari semakin keterlaluan, dia tidak bisa menghargai wanita. Padahal orang yang sudah melahirkan Langit adalah wanita juga. Vallerie hanya bisa diam saja, ingin marah kepada Langit? Tidak bisa, yang ada justru lelaki itu pasti yang akan marah balik kepada dirinya.

"Aku harus gimana Vall? Aku takut..." Kejora menggantung ucapannya sebentar. "Aku takut hamil," lanjutnya.

Vallerie menggelengkan kepalanya cepat. "Hush, jangan ngomong gitu. Aku yakin kamu gak bakal hamil, kalo semisal memang kamu hamil. Aku yang bakalan bantu tenang aja oke," nasehatnya.

Sungguh, Kejora salut dengan kebaikan yang Vallerie miliki. Perempuan yang kuat, tapi sering disia-siakan oleh orang sekitarnya. Jujur Kejora merasa bersalah kepada Vallerie, tapi mungkin dengan cara ini dia bisa membuat Vallerie semakin menjauh dari Langit. Sudah cukup Vallerie diperlakukan kasar oleh Ayahnya, jangan lagi oleh Langit.

Kejora menghamburkan dirinya ke dalam pelukan Vallerie yang masih terbaring. Dia baru ingat, Vallerie buta. Kejora akan mencari pendonor mata agar Vallerie bisa kembali melihat seperti dulu, agar dia bisa menikmati betapa indahnya alam semesta yang diciptakan Tuhan.

Vallerie melepaskan pelukan Kejora dari tubuhnya saat tiba-tiba seorang suster masuk ke kamar rawat Vallerie. Suster tersebut datang bersama Ragil, dan Nasha. Kejora bingung, siapa mereka? Sementara Vallerie sudah tahu yang datang adalah kedua orang tuanya karena dia mendengar suara Ragil, yang tentu saja sangat dia kenali.

"Ayo Valle, ikut ayah pulang sekarang! Tidak ada gunanya kamu hanya berbaring di sini, buang-buang uang juga! Lagi pula kondisi kamu sudah membaik, sekarang cepat ganti pakaian kamu! Setelah itu datang ke parkiran mobil, jangan lelet!" Setelah itu, Ragil mengajak Nasha untuk kembali ke parkiran rumah sakit, mereka memilih menunggu Vallerie di sana saja.

***

"Vall, jangan mau pulang, plis. Kondisi kamu belum pulih banget, ayah kamu jahat banget deh," pinta Kejora dengan wajah memelasnya.

Vallerie memaksakan untuk tetap tersenyum. "Ayah emang gitu, dia gak mau ngeluarin banyak uang karena takut perusahaannya bangkrut. Mata duitan," paparnya dengan penuh perasaan kesal di dalam hatinya.

Mau tak mau, Vallerie harus segera pulang pagi ini juga. Tapi Vallerie tidak akan tinggal diam, dia akan berusaha membujuk Ragil agar mau mencarikan pendonor mata untuknya. Tidak mungkin jika Vallerie harus berdiam diri di rumah, tidak bisa sekolah, beraktivitas seperti biasanya lagi hanya karena buta.

Kejora yang merapikan semua pakaian Vallerie, dia menyusunnya dan memasukkannya ke dalam tas yang berukuran sedang. Ternyata ada orang tua yang tidak mempunyai hati seperti Ragil, lebih mementingkan harta kekayaannya daripada kondisi buah hatinya. Padahal harta nantinya tidak akan dibawa mati, melainkan tetap ditinggalkan di dunia.

Setelah selesai menyusun semua pakaian Vallerie, Kejora menuntun Vallerie dan mengantarnya sampai ke parkiran mobil. Tepat di depan mobil berwarna hitam berukuran cukup besar terdapat sosok Ragil sedang berdiri dengan kedua tangan yang dia lipat di depan dada, pandangannya sinis menatap Vallerie dan Kejora.

"Makasih sudah mengantar anak saya sampai sini, padahal tidak usah repot-repot. Oh iya sebagai bentuk terima kasih, ini ada sedikit uang untuk kamu." Lalu, Ragil merogoh saku celananya, mengeluarkan selembar uang berwarna merah.

Kejora menggelengkan kepalanya cepat sebagai bentuk penolakan, lalu menjawab, "Maaf om, tapi saya bukan babu. Saya ikhlas mengantar Vallerie sampai sini karena dia teman saya, jadi lebih baik uang itu om gunakkan dengan baik untuk melakukan operasi mata anak om."

Next chapter