webnovel

Fitnah dan Hukuman

"Akhirnya, kamu tahu aja Gas kalau aku lagi laper, hehe," ungkap Vallerie diakhiri dengan cengiran khasnya.

Bagas menggelengkan kepalanya pelan. "Ya ampun, lo kayak anak gak dikasih makan aja. Untung aja gue beliin bubur, kalo enggak mungkin lo bisa mati kelaparan kali ya," ejeknya.

Cengiran khas tampak di wajah cantik Vallerie, bubur yang tadi Bagas beli sudah habis dalam waktu lima belas menit saja. Berbeda dengan Nara yang belum menyentuh buburnya sama sekali, dia malas makan. Sebab tangan sebelah kanannya diinfus sehingga sulit untuk bergerak.

"Lo, kenapa gak makan?" Bagas menatap Nara intens.

"Gapapa, males. Susah makannya," jawab Nara jutek.

"Cie, suapin dong Gas. Tuh gak kasian apa sama Nara," goda Vallerie.

Bagas yang peka, langsung melaksanakan ucapan Vallerie barusan. Walaupun dengan terpaksa sebenarnya, karena dia malu. Tapi daripada Nara tidak makan, maka dia mau tak mau harus menyuapinya. Jujur, entah kenapa jantung Bagas berdetak tak karuan saat menyuapi Nara. Begitu juga sebaliknya.

"Aw, aku baper deh. Puas-puasin ya berduaan, aku pamit takut ayah marah! Dadah!" Lalu Vallerie meninggalkan ruang rawat Nara disertai dengan senyuman jahil di wajahnya.

***

Tepat pukul lima sore, Vallerie tiba di rumahnya. Suasana di rumahnya tampak gelap, Vallerie mengira jika kedua orang tuanya sedang pergi. Sehingga dia tidak mengucapkan salam sama sekali dan langsung menaikki anak tangga. Tapi ketika dia baru saja sampai di pertengahan anak tangga, lampu ruang tamu tiba-tiba saja menyala dan kedengaran suara berat Ragil memanggil Vallerie.

Tubuh Vallerie bergetar hebat ketika mendengar suara menyeramkan itu. Dia membalikkan tubuhnya dan kaget saat melihat sosok pria berwajah menyeramkan sedang berdiri tepat di anak tangga paling bawah dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Wajahnya merah akibat emosinya menyala-nyala.

Vallerie menuruni anak tangga satu-persatu, sesampainya di anak tangga paling bawah dia menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap Ragil. Sebab tatapan Ragil kepadanya sangat menyeramkan, seperti bukan sosok Ayah yang selama ini Vallerie harapkan. Tolong bantu Vallerie, dia tidak mau disiksa lagi hari ini.

"Ke mana aja kamu? Sudah puas pura-pura sakit supaya gak ikut belajar di sekolah?" tanya Ragil lembut, tapi menusuk.

Vallerie menggelengkan kepalanya pelan, kepalanya masih menunduk. "D-dari rumah sakit yah, jenguk Nara. T-tapi aku beneran sakit yah, tadi di sekolah pusing karena khawatir sama Nara," jelasnya dengan sedikit terbata.

"Bohong itu, mas. Tadi kata temannya cerita detailnya tidak seperti itu. Lebih baik kamu berikan hukuman lagi sama dia, supaya dia kapok," papar Nasha.

Ragil mengangguk, lalu menarik Vallerie secara kasar menuju kamar bercat merah muda milik Vallerie untuk melakukan penyiksaan lagi. Kali ini Ragil memukuli tubuh Vallerie bukan menggunakan ikat pinggang, melainkan menggunakan sebuah batang sapu dan kabel charger. Suara teriakan Vallerie mulai kedengaran di telinga Nasha.

"Ampun yah, cukup!" pekik Vallerie kesakitan.

"Gak! Ayah gak akan berhenti, sebelum kamu merasa kapok! Jadi anak itu harus berguna untuk keluarga, bukan malu-maluin!" bentak Ragil.

Pukulan demi pukulan terus Ragil berikan mulai dari punggung, tangan, hingga kaki Vallerie. Pasti ngilu jika ada yang mendengarnya atau menyaksikannya secara langsung. Nasha sebenarnya tidak tega mendengar teriakan minta tolong Vallerie, tapi dia kesal juga mendengar cerita dari teman satu kelas Vallerie yang mengatakan bahwa tadi pagi ada kejadian penusukan teman Vallerie karena membela Vallerie.

Setelah puas memukuli Vallerie, Ragil keluar dari kamar Anak gadis semata wayangnya itu. Tidak lama kemudian, dia datang kembali dengan membawakan sepiring nasi beserta lauknya satu buah tempe dan segelas air putih. Setelah itu dia meninggalkan Vallerie sendirian di kamar dan mengunci pintu kamarnya agar Anak gadisnya tidak bisa seenaknya keluar rumah.

***

Jam beker yang Langit taro tepat di atas nakas samping tempat tidurnya berbunyi dengan nyaring. Jam menunjukkan pukul lima pagi, tak lama setelah itu kedengaran alarm di ponselnya turut berbunyi. Langit kesal, tidur nyenyaknya harus terganggu karena suara alarmnya.

Kedua bola mata Langit hampir tertutup rapat lagi, tapi dia ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Vallerie yang ke delapan belas. Senyuman jahat terukir di wajah tampan nan menyeramkan Langit. Dia akan membuat kejutan untuk Vallerie, kejutan yang pastinya akan membuat Vallerie merasa sangat terkejut.

Langit mengambil ponselnya dan mulai mengirimkan pesan kepada seorang gadis yang sepertinya bisa diajak kerja sama untuk memberikan kejutan kepada Vallerie. Jantung Langit berdebar menunggu jawaban dari Vidella, gadis yang akan dia ajak kerja sama untuk memberikan kejutan kepada Vallerie. Kejutan yang akan Langit berikan sudah dapat dipastikan bukan kejutan yang membuat Vallerie bahagia.

Senyum jahat mengembang di wajah Langit, dia segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah lebih pagi agar bisa bertemu terlebih dahulu dengan Vidella di rooftoop. Tidak memakan waktu lama, mungkin hanya lima belas menit saja Langit selesai mandi. Setelah selesai, Langit bersiap-siap menggunakan seragam dan membereskan bukunya.

Bukan Langit namanya kalau sarapan terlebih dahulu, pukul enam pagi kurang lima belas menit Langit sudah meninggalkan rumah. Sedikit informasi, papa dan mama Langit sudah bercerai saat Langit berusia delapan tahun. Sehingga Langit harus tinggal bersama papanya saja, karena Langit tahu perceraian itu terjadi atas kesalahan mamanya yang selingkuh.

Motor ninja Langit sampai tepat di parkiran sekolah pukul enam lewat dia puluh menit. Tepat saat Langit sampai, Vidella pun baru saja turun dari angkot. Langit tersenyum, lalu berteriak memanggil nama Vidella, orang yang merasa terpanggil pun memandang ke arah sumber suara.

"Langit! Tunggu!" seru Vidella.

Langit melipat kedua tangannya di depan dada. "Bagus, lo datang lebih pagi. Ayo ikut gue ke rooftop, kita bahas kejutan buat Vallerie di sana aja, takut ada yang denger bahaya," ajaknya.

"Tapi jangan aneh-aneh, ya! Awas kalau aneh-aneh, gue gak mau." Jari telunjuk Vidella menunjuk wajah Langit, sementara wajahnya kelihatan serius.

"Santai aja kali, udah ayo mumpung masih pagi," jawab Langit dengan santainya.

Suasana di rooftoop segar, membuat Vidella merasa nyaman berlama-lama di sana. Apa lagi bersama Langit, lelaki yang dia sukai sejak saat pertama masuk SMK. Langit mendudukkan pantatnya terlebih dahulu di kursi panjang yang ada di sana, disusul oleh Vidella. Keduanya duduk saling berdampingan dan memandang ke langit biru menikmati udara pagi.

Vidella menoleh menatap Langit, lalu bertanya, "Lang, jadi gimana? Katanya mau buat kejutan ultahnya Vallerie. Tapi kok tumben sih? Biasanya lo juga cuek sama dia."

"Sebenernya ini bukan kejutan berupa kue atau hadiah sih. Tapi gue pengen buat kejutan nanti, lo sama gue ke taman belakang sekolah, nanti istirahat pertama terus kita mesra-mesraan di sana. Dan nanti lo ajak Vallerie deh ke sana, gue pengen tahu dia cemburu atau enggak," jelas Langit panjang lebar.

Next chapter