webnovel

Sebuah Akhir 3

"Hehehehe …."

Suara tawa yang kekanak-kanakan bergema di lorong Mansion keluarga Fern yang jauh dari keramaian, tirai-tirai yang ada di dalam tampaknya tidak pernah dicuci, penuh dengan sarang laba-laba dan debu yang menumpuk.

Perabotan yang ada di dalamnya telah menghitam karena debu, ada kursi dan sofa yang ditutupi dengan kain putih, penampilan yang ada di sini sangat berbeda dengan penampilan saat Celia mengadakan perjamuan, sangat berubah. Tidak ada gelas-gelas kaca dan mangkuk yang bertabur permata, tidak ada lilin-lilin besar yang menghias meja dengan taplak yang terbuat dari sutra.

Mungkin hal yang tepat menggambarkan Mansion ini adalah, kotor, gelap, debu dan lembab.

Di sudut-sudut lemari tak jarang terdengar suara desisan yang panjang, ada kulit-kulit telur yang berserak dan mengeluarkan aroma amis yang kuat, tidak jarang ada suara cicitan dari hewan yang terjerat dan tidak bisa lagi menyelamatkan diri. Ekor ular menjuntai di mana-mana, seakan sengaja menggoda siapa pun yang ingin lewat untuk menyentuh, sebuah jebakan yang sangat baik.

Di tengah semua kekacauan Mansion keluarga Fern, sosok itu memegang lilin di tangan kanannya, melenggang tanpa rasa takut, tubuhnya tidak tinggi, tidak juga pendek, sosoknya terlihat seperti anak remaja yang baru saja tumbuh dan terkesan kurus.

Sebelah tangannya memegang sesuatu yang dibungkus dengan kain kotor, terlihat berat ketika terayun, ada tetesan air yang menetes dari waktu ke waktu ke lantai, tetesan yang lengket dan berwarna gelap.

"Ah, akhirnya aku kemari lagi ... aku rindu Mansion ini." Sosok itu bergumam dengan suara pelan, ia mengetukkan kaki di atas lantai dengan suara yang keras hingga suaranya bergema di Mansion yang sunyi ini.

Keluarga Fern memiliki reputasi yang bagus di kerajaan, bagaimana pun mereka masih memiliki hubungan darah dan Ratu Ginevra. Yang paling menonjol adalah kecantikan Celia dan kemurahan hati sang Duchess untuk berbagi pada sesama.

Keluarga Fern di kota Dorthive tanpa seorang Celia, seperti bunga tanpa daun, keindahannya telah menghilang.

Tapi Celia hanyalah bunga, daun masih bisa tumbuh tanpa adanya bunga, bahkan jauh lebih subur dan terlihat indah dipandang.

"Tuan, apakah anda merindukan saya?"

Sosok itu menjelajah ke tempat yang paling dalam di Mansion keluarga Fern, ia terkekeh pelan dan menarik tirai hitam yang menutupi lantai. Lilin yang sedari tadi ia pegang dijatuhkan di lantai, seketika cahaya langsung menyebar dan membuat api yang menyebar di sekitarnya, membentuk lambang segi enam berwarna merah.

Simbol segi enam itu bercampur dengan nyala api menyala, tembus ke atas dan di atas sana membentuk bayangan simbol ular yang saling terhubung, mata ular-ular itu menyala merah dan mulutnya menganga lebar.

"Saya datang dengan Putri kesayanganmu."

Sosok itu melempar apa yang ia bawa ke luar dari simbol dan kain yang membungkusnya perlahan mulai terbuka, memperlihatkan kedua pasang mata yang terbelalak dan mulut yang hancur.

Itu adalah kepala Celia Fern.

"Hehehehe …." Sosok itu tertawa sambil menutup matanya dengan tangan yang berlumuran darah, cahaya yang ada di sekitarnya bersinar dengan terang dan lambat laun, wajahnya mulai terlihat dengan jelas.

Wajah itu adalah wajah anak kecil yang belum berkembang, senyumannya sangat manis, tapi terkesan tidak cocok dengan apa yang ia lakukan.

Seseorang muncul dari depan, memakai jubah hitam dengan tongkat yang sama seperti yang dimiliki oleh Celia. Tongkat itu bergerak, menyentuh kepala yang sudah terpotong itu di lantai, rambut pirang kebanggaan Celia itu telah kotor, bercampur tanah dan lumpur.

"Apa anda sedih?" Sosok anak kecil itu bertanya, ia berkacak pinggang dengan senyuman miring di wajahnya. "Yah, kalau saya jadi anda … saya juga akan sedih … dia putri yang paling anda cintai."

Sosok berjubah itu tidak menanggapi selama beberapa saat, ia menggerakkan kepala Celia menghadap ke arahnya dan kemudian terdengar helaan napas panjang.

"Ini hanya seorang anak, tidak terlalu penting."

Bagi sosok yang berjubah, Celia hanyalah sosok yang terbentuk dari darah dan daging yang kebetulan memiliki nyawa, tidak lebih dan tidak perlu dipermasalahkan bahkan jika Celia telah tiada.

Kasih itu hanyalah hal yang singkat dan semuanya sudah usai hari ini.

Apalagi dengan semua hal yang telah ia berikan pada Celia, ia rasa, tidak ada yang perlu disesali.

Anak kecil yang ada di depannya itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya, tubuh kecilnya itu bergoyang-goyang dengan keras.

"Ahahaha! Anda sangat lucu! Ini adalah lelucon terburuk yang pernah saya dengar tahun ini!"

Tongkat yang dipegang sosok berjubah bergerak, menyapu kepala yang sudah hampir hancur ke sudut dan tanpa banyak basa-basi menggelinding ke samping. Ular-ular kecil muncul dari sudut tergelap membuka mulut dan menggerogoti kepala itu dengan kuat dan suara mendesis itu semakin nyaring.

Terlihat seperti pesta makan yang sangat brutal di depan seorang anak kecil.

"Daripada itu … bukankah rencana kita sudah hampir sempurna?"

Anak kecil itu berhenti tertawa, ia kemudian mengusap lehernya dan berdehem dengan pelan. Wajahnya perlahan-lahan berubah menjadi lebih serius dan matanya itu menyipit.

"Ya, saya pikir tinggal beberapa langkah lagi menuju sempurna."

Mereka sudah merencanakan semuanya sampai sejauh ini, mereka juga sudah memperkirakan Celia akan berakhir di tangan Leo.

Meski agak kejam, tapi pengorbanan memang diperlukan untuk mencapai sesuatu yang besar.

"Apa anda ingin saya mengawasi Rene lagi?" Sosok anak kecil itu bertanya, suaranya sangat kekanakan dan jernih. Seperti anak tanpa dosa dan penuh kemurnian. "Wanita berjiwa suci itu belum tahu siapa saya, jadi lebih mudah mendekatinya dengan tubuh ini."

Sosok berjubah itu menggelengkan kepalanya, ia terkekeh dengan suaranya yang aneh.

"Hal itu tidak diperlukan lagi."

Anak kecil itu membulatkan matanya, sesaat ia terlihat terkejut dan kemudian mengulas senyuman tipis.

"Yang lebih penting … mengapa kau masih memakai wujud yang polos itu? Kembalilah ke wujud aslimu, Joy … ah, tidak … bagaimana kalau kupanggil dengan nama aslimu saja?"

Sosok anak kecil dengan penampilan yang menyedihkan sama sekali tidak cocok dengan sifat asli orang yang sebenarnya, terlalu menakutkan.

Joy yang ada di depan sosok berjubah itu terkekeh pelan, kemudian dari simbol segi enam yang muncul di bawah kakinya menyala terang, membuat tubuhnya yang kecil berubah, menjadi sosok wanita berambut pirang panjang yang cantik.

"Ya, anda bisa memanggil saya Karren lagi, Tuan." Karren membungkukkan tubuhnya, ia tersenyum miring dan rambut pirangnya yang indah itu bergerak dengan pelan di bawah cahaya merah yang bersinar.

Karren yang Celia dan yang lainnya pikir telah mati, ternyata masih hidup.

Wanita ini adalah sosok yang paling jahat sebenarnya di kota Dorthive.

ตอนถัดไป