webnovel

Wanita di Panggung Teater 1 

Matahari bersinar terik di langit dan tidak sedikit orang yang memilih untuk berteduh di bawah pohon rindang, seorang laki-laki berjalan dengan santai di koridor asrama yang ramai, ia masih memakai baju zirah dengan pedang yang tersampir di pinggang.

Beberapa orang yang juga masih mengenakan baju zirah menyapa dengan singkat, tidak ada basa-basi atau obrolan lebih lanjut, mereka sudah hapal betul kalau laki-laki yang melintas ini tidak suka obrolan yang merepotkan.

Apalagi mereka baru saja menyelesaikan pendidikan mereka di akademi, mereka tahu kalau pemilik nilai tertinggi di akademi bukan orang yang mudah dihadapi, lebih baik tidak mencari masalah sebelum mereka ditempatkan di wilayah pekerjaan mereka masing-masing.

"Hei, Leo!" teriak seseorang dari belakang dengan langkah yang berderap. "Tunggu aku, kubilang tunggu aku! Kenapa terburu-buru di jam bebas?!"

Yang dipanggil menoleh ke belakang, ia berhenti dan menatap malas pada seseorang yang datang dengan napas terengah-engah, suara gemerincing dari pedang yang tersenggol baju zirah riuh terdengar.

"Hei, apa yang ingin kau lakukan setelah kita lulus?"

Dylan berlari mendekat dengan senyuman lebar di wajahnya, rambut abu-abunya itu basah karena keringat dan helm besi yang biasanya ia pakai kini telah lepas dan ia pegang di tangan kirinya.

"Aku? Tentu saja aku harus kembali ke kota Dorthive." Leo tersenyum tipis, ia melepas helm besi dan merasa lega. "Kau juga akan kembali bersamaku, kan?"

Kota Dorthive adalah kota kelahiran mereka yang sangat jauh dari Ibukota, kota mereka adalah kota yang damai dan tentram.

Tapi juga kota yang membosankan, tidak ada hiburan yang menarik di sana, bahkan bar adalah tempat yang biasa saja di sana.

"Tentu saja." Dylan menghela napas, di sekitar mereka ramai para prajurit yang baru saja selesai latihan berlalu lalang. "Tapi bukan itu maksud dari perkataanku."

Sahabatnya ini sejak kecil selalu kaku, ia seperti orang yang hidup dengan segala aturan yang ada, tidak mengerti bersenang-senang. Tapi untungnya Dewa mengirimkan dia sebagai seorang sahabat yang bisa membuat masa-masa muda Leo lebih berwarna.

Apalagi hari ini adalah hari kelulusan mereka di akadmi, bersenang-senang sebagai anak muda seharusnya adalah hal yang wajar.

"Hm? Apa lagi?" Leo menatap Dylan, tidak mengerti.

Dylan menarik napas kemudian ia melirik sekitar, ia mencoba mencari cara agar Leo mengerti dengan apa yang ia maksud.

"Aku melihat Arthur berjalan bersama seorang wanita hari ini di bar, ya … lumayan cantik sih, pinggulnya besar dan matanya bulat. Tidak berminat untuk melakukan hal yang sama? Ayolah kita pergi ke bar sesekali. Kalau tidak mencari wanita tidatp apa-apa, kita minum-minum saja."

Pada intinya, Dylan sedang mengajak Leo untuk pergi ke jalan yang sesat, mengikuti Arthur yang sudah lebih dulu pergi.

Leo yang masih tersenyum menendang kaki Dylan yang masih mengenakan setelan zirah, laki-laki berambut abu-abu itu mengaduh.

"Kau tahu kalau kita diawasi Ratu," katanya dengan suara pelan, di akademi mereka tidak menggunakan identitas mereka sebagai bangsawan. "Jangan memikirkan hal konyol sampai kita benar-benar selesai di sini."

Ratu Ginevra mungkin terlihat seperti Ratu yang lembut dan ramah, tidak banyak yang mengetahui kalau sifat sang Ratu sangat temperamen dan benci kalau apa yang ia katakan dilanggar.

Dan hubungan mereka dengan Ratu bukan hanya sekadar keluarga biasa, Leo bahkan harus menahan dirinya kalau ia mendengarkan sang Ratu mengoceh di depannya.

"Tapi Arthur melakukannya, ini sudah wanita kelima yang aku lihat dalam sebulan." Dylan mengeluh, ia smelirik Leo yang bersandar di dinding. "Aku penasaran kenapa Ratu tidak begitu peduli Arthur, apa sebenarnya karena dia …."

"Diamlah, kalau seseorang mendengar kita akan dalam masalah." Leo menegakkan tubuhnya, kemudian ia melihat poster yang terpajang di dinding. "Ada pertunjukan apa malam ini?"

"Ah, kau benar-benar …." Dylan mengangkat jari telunjuknya ingin mengumpati Leo, tapi kemudian perhatiannya teralih ke arah poster.

"Yah, karena malam ini adalah malam kelulusan ... jadi pihak akademi mengundang grup teater menghibur kita, hitung-hitung sebagai acara perpisahan … kira-kira sejenis itu."

Dylan menatap Leo yang menatap poster, lalu menyipitkan matanya sambil tersenyum.

Leo mendekati poster yang ada di seberang mereka dan menatap tulisan yang diberi warna emas, terlihat sangat gemerlap dan mewah. Ada lukisan seorang wanita yang terlihat seakan-akan disorot cahaya lampu dengan gaunnya yang lebar.

Wajah wanita itu tidak terlihat jelas karena lukisan itu tidak berfokus pada wajahya, tapi apa yang ada di sekitarnya terlihat indah, seperti seorang Dewi yang bermandikan sinar matahari di senja hari.

Sebagai seorang bangsawan dari keluarga Emmanuel, Leo sudah melihat banyak karya seni baik di dalam Istana atau di Mansion, tapi apa yang terlukis di poster ini sedikit berbeda.

Walau terlihat murah, tapi sebenarnya nyaman dipandang.

"Apa kau pernah pergi ke pertunjukan teater sebelumnya?" Leo bergumam tanpa menoleh ke arah Dylan, matanya masih menatap ke arah poster.

"Jangan tanya aku," sahut Dylan sambil menggelengkan kepalanya, ia sangat buruk kalau dalam hal seni, ia lebih suka permainan di lapangan seperti pacuan kuda atau pertunjukan bela diri.

"Aku lebih memilih menonton pacuan kuda. Tunggu … jangan bilang kau ingin menonton?"

Senyuman Dylan semakin lebar, ia menjadi bersemangat. Jarang-jarang sahabatnya ini menunjukkan ketertarikan pada sesuatu.

"Ya."

"Kenapa?"

Dylan langsung menyipitkan matanya, setengah curiga dan setengah niat jahilnya ingin muncul, lalu melirik lukisan wanita yang ada di poster.

"Jangan bilang kau jatuh cinta hanya karena melihat ini?! Wah, kau luar biasa, cintamu sangat murni!"

Dylan dan Leo saling tatapan, Dylan dengan tatapan anehnya dan Leo dengan tatapan datarnya.

"Anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa," lanjut Dylan sambil tersenyum, ia melirik sekitar dan tiba-tiba menarik poster itu.

BRET!

"Apa yang kau …." Leo tidak sempat menghentikan tingkah Dylan, ia sedikit panik.

"Sstt! Ratu tidak akan peduli dengan poster yang dirobek! Ini, simpan! Simpan! Kalau wanita ini cinta pertamamu, ia pasti senang melihatmu menyimpan posternya!"

Dylan langsung menggulung poster yang ia robek, menyerahkan ke tangan Leo dengan cepat, beberapa orang melihat tindakan mereka tapi tidak ada yang peduli.

"Simpan, simpan saja." Dylan tersenyum lebar dan merangkul Leo untuk berjalan ke arah kamar mereka. "Ayo kita bersiap-siap menonton, pastikan kau membuka mata dan telingamu untuk wanita ini!"

Leo tidak mengatakan apa-apa membalas perkataan Dylan, tapi ia memegang gulungan poster itu dengan erat.

Tidak dapat dipungkiri ia memang ingin melihat wanita yang bersinar di poster yang ada di tangannya ini, ia penasaran dan mungkin ini adalah pertama kalinya ia merasa tertarik dengan seorang wanita.

Jangan kaget ... ini adalah masa lalu Leo bertemu Renne yah ( ꈍᴗꈍ)❤️

Winart12creators' thoughts
ตอนถัดไป