webnovel

Monster 2 

Renee diam, meremas ujung rok yang sudah robek setengahnya itu dan menahan napasnya, Leo menendang kaki Dylan dan akhirnya tawa yang canggung itu akhirnya berhenti.

"Kalian bercanda, kan?"

Leo menggeleng, ia berdiri dan menarik tong kayu lain, menyuruh Renee agar tidak duduk di lantai lagi. Renee dengan linglung duduk, ia tidak tahu apakah sekarang harus bereaksi seperti apa, pikirannya terasa kosong.

Ia tidak pernah pergi keluar Mansion dan bertemu dengan banyak orang, tapi kalau semua orang di kota ini adalah monster, maka itu sama sekali tidak terbayangkan.

"Kami tidak bercanda." Leo yang akhirnya sudah memulihkan pendengarannya menatap Renee yang pucat pasi di atas tong kayu. "Kami monster, sama seperti mereka, semua orang yang ada di kota ini, monster."

"Leo, jangan terburu-buru menjelaskan … lihat, Pelayanmu ketakutan."

Dylan terkekeh dengan seringai lebar di wajahnya. Pedang yang ia pegang diputar-putar di lantai, menimbulkan goresan yang panjang.

"Renee pasti membayangkan kita sama dengan makhluk barbar di luar sana."

"Apa kau memikirkan hal yang sama dengan yang lainnya? Ingin melarikan diri lagi?"

Leo tidak berhenti menatap Renee, seakan ia memiliki ketakutannya sendiri. Sedangkan Dylan mendengkus dengan kasar, tidak sabar mendengar apa yang akan diucapkan oleh Renee. Jari-jemarinya yang memegang pedang itu mengetuk dengan pelan.

"Tidak, aku tidak akan lari." Renee berkata, pada akhirnya ia tetap pada keputusannya. "Aku tidak akan lari."

Dylan terlihat terkejut, sedangkan Leo membulatkan matanya dengan binar yang aneh. Seakan-akan ia sekarnag ini tidak melihat seorang manusia, tapi tengah melihat sebuah daging segar yang ada di hadapannya.

"Kau yakin?"

Dylan terkekeh lagi, tapi nadanya sekarang sudah menjadi sumbang, keningnya berkerut dan ia memperbaiki posisi duduknya.

"Ya." Renee menelan ludahnya, ini seperti taruhan, antara dirinya dan Leo, kalau ia menang ia bisa mendapatkan emas dari Ratu, tapi kalau ia kalah, ia tidak tahu seperti apa nasibnya.

Tapi semuanya sudah terjadi, Renee tidak akan lari.

Leo menyeringai tipis, dua laki-laki itu saling tatap dan mereka mengangguk, belum sempat mereka membuka mulut, seseorang mengangkat papan yang ada di atas, sontak mereka bertiga yang ada di bawah langsung waspada.

"Apakah itu Ivana?" Renee ditarik oleh Leo untuk bersembunyi di belakang, dua laki-laki itu tidak menyahut dan mereka memegang pedang mereka dengan erat.

Suara langkah kaki menuruni tangga bergema, menapak dngan ceroboh, dari lentera yang menggantung di sudut bayangan seseorang melangkah turun terlihat semakin jelas.

"Kau bilang kita akan aman di sini," kata Renee lagi sambil menyipitkan matanya ke arah Dylan. "Kau tidak bisa dipercaya."

Laki-laki bermata abu-abu itu mengabaikan Renee yang menyalahkanya, tiga orang itu sesaat tegang sampai seseorang yang turun itu muncul.

Itu adalah sosok yang sangat Renee kenal, seorang wanita dengan rambut pendek yang pernah berbicara dengannya beberapa hari yang lalu, ia masih mengenakan gaun pelayan dan beberapa bercak telah menodai roknya.

Wania itu tersenyum lebar.

"Yoo, apa kalian merindukanku? Wajah kalian terlihat sangat tegang."

"Tidak bisakah kau muncul dengan cara normal? Aku hampir melempar pedangku padamu!"

Dylan mendengkus untuk yang kesekian kalinya, ia langsung menghempaskan tubuhnya kembali ke tong kayu.

"Aku rasa aku tidak melakukan sesuatu yang salah." Bella terkekeh pelan dan menggosok ujung lengan bajunya yang ternoda. "Oh, senang melihatmu masih di sini, Renee."

"Bella?" Renee menatap Bella yang tersenyum tipis, wanita itu mengangguk.

"Aku tidak tahu kau punya kepercayaan diri yang sangat kuat, pilihan Ratu kali ini memang sulit untuk disingkirkan."

Bella terus mengoceh, seakan ia sangat akrab dengan semua orang yang ada di ruang bawah tanah ini, ia masih mengenakan pakaian pelayan, tapi dari tingkah dan perkataannya, Bella lebih dari itu.

"Jangan mengatakan hal yang aneh," tegur Leo pada Bella, wanita itu tertawa dan duduk di samping Renee. "Bagaimana keadaan di luar sana?"

"Aku tidak tahu di mana Ivana, tapi para Pelayan yang lainnya mencarimu ke setiap sudut, sayang sekali kita tidak bisa pergi kemana pun sekarang." Bella menghela napas panjang lalu menggelengkan kepalanya. "Kita hanya harus mempersiapkan kemungkinan terburuk kalau Mansion ini akan dikelilingi oleh monster sebelum fajar."

Renee menyentuh tangan Bella, ia ingin mendengarnya berbicara lebih banyak lagi, tapi rasa penasaran yang ada pada dirinya tidak bisa terbendung lagi. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Kalian pikirkan saja caranya, aku akan memberikan pengertian pada Renee, tampaknya ia punya banyak pertanyaan."

Bella mengajak Renee pergi ke sisi lain ruang bawah tanah, ia menyalakan lentera dan masuk ke ruang terdalam, di sana ada meja panjang dan rak besar yang berisi botol-botol anggur.

"Mau minum?"

"Tidak."

"Oke, apa yang ingin kau tahu?" Bella duduk di depan Renee, menuang anggur untuk dirinya sendiri dari gelas yang ada di dalam rak. "Kau pasti sudah tahu kalau kami adalah monster."

"Ya," sahut Renee dengan kedua tangan yang saling bertaut. "Bagaimana bisa … kalian menjadi monster?"

Bella diam, meletakkan gelas anggur di tangannya dan mendecih pelan.

"Itu semua karena seseorang yang mengesalkan." Wanita itu menggoyangkan botol anggur di tngannya. "Semua orang di kota Dorthive berubah menjadi monster dan berupaya membunuh Leo sepanjang tahun. Ini seperti … kutukan seribu tahun yang tidak pernah ada akhirnya."

Renee diam, Bella berbicara lebih buruk daripada Leo dan Dylan.

"Yah, ini memang kutukan," lanjut Bella lagi sambol menarik napas dalam-dalam, aroma anggur yang pekat menguar di udara. "Wanita itu dendam dengan Leo, ia membuat permainan mengesalkan seperti ini untuk membuat Leo menyerah pada hidupnya sendiri."

"Siapa?"

Bella menggeleng, ia menuang anggur lagi. "Aku tidak tahu, Leo tidak pernah mengatakan padaku siapa dan Dylan tida tahu siapa, tapi yang jelas wanita itu yang menyebabkan semua orang yang ada di kota Dorthive berubah menjadi monster."

"Dia bukan manusia?" Renee menebak, melihat Ivana yang begitu obesesif pada Leo dan semua keanehan yang ada di rumah ini, ia hanya bisa menarik kesimpulan.

Apakah ini artinya tentang cinta dan sakit hati?

"Apa kau pikir ada manusia yang bisa melakukan semua ini?" Bella menaruh botol anggur dan menutupunya kembali, minum terlalu banyak membuat tubuhnya terasa aneh. "Leo sialan, aku membencinya sampai mati."

Renee mendengarkan segala umpatan yang keluar dari mulut Bella, setidaknya ia masih bisa merasakan ada seseorang yang terasa lebih manusiawi daripada yang lain. Ia menghela napas, lalu teringat dengan sesuatu.

"Jadi semua yang terjadi di Mansion ini … adalah permainan?"

"Heh," decih Bella, ia menjilat sudut bibirnya. "Wanita itu ingin Leo tidak akan pernah lepas dari pengawasannya, ingin membuat hidup sang Marquis seperti di neraka, tidak ada yang tidak ingin menghancurkannya ketika semua orang menjadi monster."

"Ivana … juga?" Renee tidak bisa membendung pertanyaannya lagi, ia jelas melihat sikap Ivana yang menargetkan Leo di mana-mana, memberi fitnah dan membuat nama Leo lebih buruk di depannya.

Ivana jelas ada di pihak yang berlawanan dan ingin mengendalikan Leo sesuka hatinya. Ivana juga menunjukkan permusuhan yang sangat jelas padanya.

Tapi Ivana tidak mungkin mencintai orang yang lebih muda darinya, kan? Kalau dilihat-lihat, Ivana seharusnya seseorang yang sudah berkeluarga dan memiliki anak.

Bella menampilkan wajah yang aneh, lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Dia salah satunya."

ตอนถัดไป