webnovel

Penebusan

Setelah berjuang selama berbulan-bulan, akhirnya Kekaisaran Duan berhasil memenangkan kerajaan Shujing. Dengan dipimpin oleh Jendral Su dari Yangshuo dan Pangeran Pertama, Qian Li Yuan, kerajaan Shujing akhirnya bisa ditaklukkan. Kaisar Duan memerintahkan agar kemenangan perang tersebut dicatat dalam sejarah Kekaisaran Duan dengan sebutan Perang Lan Yi, karena tempat perang itu berlangsung adalah di sebuah wilayah yang bernama Lan Yi.

Setelah kemenangan besar Jendral Su, seluruh rakyat Yangshuo bersuka cita menyambut kembalinya sang Jendral beserta pasukannya. Berbagai hiasan dan kembang api telah di gantung di sepanjang jalanan Yang shuo untuk menyambut iring-iringan sang Jendral. Seluruh rakyat terlihat bersemangat menunggu sang pahlawan untuk kembali.

Namun, berbeda dengan kemeriahan yang sedang terlihat di luar sana. Kediaman Jendral Su justru terlihat lebih tenang dari biasanya. Meski hiasan merah masih tergantung di gerbang kediaman itu, namun kesibukan di tempat itu tak ubahnya seperti hari-hari biasanya. Para pelayan pria dan wanita berlalu lalang mengerjakan tugas mereka seperti biasa. Tak terlihat adanya persiapan megah untuk menyambut sang Tuan Besar.

"Nyonya, apakah tidak sebaiknya kita membawa Nona Muda bersama?"

Suara bibi Lang membuat Nyonya Liu yang tengah termenung sedikit tersentak. Wanita itu terlihat memandang pelayan pribadinya sejenak tapi tak mengatakan apapun. Nyonya Liu hanya diam sembari meremas pelan kedua tangannya. Dahinya menciptakan sebuah kerutan halus dengan mata yang bergerak-gerak tak tentu arah. Seakan ada banyak hal yang membuat wanita itu teramat gelisah.

"Nyonya?" panggil Bibi Lang sekali lagi.

Akan tetapi Nyonya Liu tetap diam tak menjawab. Wanita itu hanya menatap kosong halaman utama kediaman tersebut sambil sesekali menghela nafas pelan.

Iring-iringan Jendral Su telah mencapai gerbang kota dan sejak memasuki gerbang tersebut suara ucapan selamat dan berbagai pujian atas kemenangan sang jendral seakan menggema di sepanjang jalan. Suara-suara petasan yang dinyalakan, dan juga alat musik yang dimainkan untuk menyambut kedatangan sang pahlawan terdengar bersahutan tanpa henti. Jendral Su yang melihat kemeriahan sambutan dari penduduk Yangshuo hanya bisa terus menyunggingkan senyum dan menganggukkan kepala sepanjang jalan menuju rumahnya.

Akan tetapi, senyum Sang Jenderal perlahan memudar ketika melihat ada sesuatu yang berbeda dengan gerbang kediamannya. Gerbang tersebut di hias dengan berbagai ornamen merah dan juga barisan pelayan kediaman yang berbaris rapi menyambutnya. Namun, dimana sang Nyonya Rumah? Dimana istri dan anaknya? Mengapa mereka berdua tidak menyambutnya di gerbang kediaman mereka?

Berbagai pertanyaan terlintas di kepala Jendral Su melihat keanehan penyambutannya di kediamannya sendiri, tapi Jendral Su menahan semua rasa ingin tahu nya dan terus tersenyum hingga seluruh penduduk Yangshuo perlahan meninggalkan kediamannya.

"Dimana Furen?" tanya Jendral Su tak sabar setelah gerbang kediaman di tutup.

Bibi Lang yang bertugas menyambut Jendral Su hanya menunduk sebelum mengarahkan sang Tuan untuk menemui Nyonya Rumah mereka.

Jendral Su melihat istrinya tengah duduk termenung sendirian di taman utama kediamannya. Menatap halaman kosong di depannya seorang diri. Jendral Su berjalan mendekat mengamati wanita itu sejenak sebelum meraih bahunya dan meremasnya pelan.

"Furen, ada apa?"

Nyonya Liu melihat suaminya berdiri di belakangnya dengan raut khawatir. Keduanya diam sejenak dan saling menatap menyelami pikiran masing-masing. Hingga setetes air mata Nyonya Liu jatuh dan membasahi pipi wanita itu.

Jendral Su melepaskan jubah yang dia kenakan dan bersimpuh di depan istrinya. Pria itu menangkup wajah istrinya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Dia pergi," lirih Nyonya Liu.

Jendral Su terdiam, masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud oleh sang istri.

"Dia berkata bahwa dia akan menebus kesalahannya dan tidak akan kembali kemari sebelum penebusannya selesai," lanjut Nyonya Liu.

"Siapa yang kau bicarakan? Siapa yang melakukan penebusan dosa?" Jendral Su bertanya dengan wajah yang terlihat semakin bingung.

Nyonya Su kembali menitikkan air mata. Wanita itu menunduk dan memejamkan matanya sejenak. Menarik nafas panjang sebelum menatap mata suaminya.

"Putri kita, Lian Hua. Dia memutuskan melakukan penebusan dosa. Dia telah pergi ke kuil Shang dan berkata akan tinggal disana sampai pendeta mengatakan penebusannya selesai."

"Penebusan apa? Apa maksudnya?"

"Kau tahu apa yang dia maksud. Kesalahan apa yang sedang dia coba perbaiki," lirih Nyonya Liu.

Seketika Jendral Su terdiam. Pria itu perlahan mengerti maksud sang istri. "Apakah karena pemuda itu?"

Nyonya Liu hanya menatap sang suami pasrah. Meski air matanya bercucuran tak berhenti, namun tak ada isakan tangis berlebihan yang keluar dari mulut wanita itu. Hanya sesekali dia akan menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan.

"Hari ini, suamiku dan putraku kembali dengan selamat dari medan perang. Aku bahagia karenanya," gumam Nyonya Liu memandang wajah Jendral Su dan kedua putranya, Ye Xuan dan Fei Guang. "Sayangnya, hari ini aku justru menangis karena kehilangan putriku Lian Hua," lirih Nyonya Liu sambil mengingat putrinya, Lian Hua.

***

"Jendral Su terima titah!" seruan seorang kasim terdengar lantang di halaman kediaman Liu.

Jendral Su dan istrinya yang kebetulan berada di ruang utama kediaman itu lantas segera berjalan keluar untuk menemui sang kasim.

"Liu Su Feng siap menerima perintah," seru Jendral Su setelah bersimpuh di ikuti istri dan seluruh pelayan yang di kediaman itu.

"Jendral Su dari Yangshuo, telah berjasa atas perang Lan Yi. Memberikan kemenangan besar pada Kekaisaran Duan. Namanya akan tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin perang Lan Yi. Keluarga Liu dari Yangshuo telah berjasa pada Kekaisaran Duan. Dengan ini, Kaisar Hu Bing Yu memberikan gelar kehormatan Jenderal Besar Selatan dan pemimpin wilayah perbatasan selatan."

Jendral Su dan Nyonya Liu saling menatap setelah mendengar titah Kaisar, tapi tidak seorangpun mengeluarkan suara. Ketika kasim memberikan gulungan dekrit, Jendral Besar Selatan itu hanya diam lalu segera bersujud bersimpuh menerima perintah tersebut.

Hal yang terlintas di kepala setiap penghuni kediaman Liu saat itu hanya satu, Kaisar memberikan sebuah anugrah beserta sebuah hukuman pada mereka, tanpa terkecuali satu orang pun.

***

Dia berada jauh dari keluarganya, tapi dia tetap mendengar kabar tersebut. Satu bagian dari hatinya merasa tercubit mendengar isi dari dekrit Kaisar tersebut. Mungkinkah sang Kaisar disana mengetahui rahasia keluarganya? Mungkinkah mereka mengetahui rahasianya?

Lian Hua menggeleng pelan enggan banyak berpikir. Gadis itu menatap satu pelayan kediamannya yang kini tengah mengunjunginya.

"Sampaikan pada ibu, bahwa aku akan kembali setelah peringatan seribu hari kematian prajurit terakhir yang tewas di medan perang," ucap Lian Hua pada pelayan tersebut.

"Nona, bukankah itu terlalu lama. Beberapa bulan lagi Tuan Muda pertama akan menikah, apakah Anda tidak ingin menghadiri pernikahan kakak Anda?"

"Sampaikan permintaan maafku pada Kakak pertama, tapi aku tidak akan meninggalkan kuil ini sebelum waktunya. Aku juga tidak ingin menemui siapapun lagi sampai hari itu tiba," tegas Lian Hua.

Suaranya yang tenang sarat akan sebuah tekad yang tidak bisa diubah oleh siapapun. Sama seperti ketika gadis itu memutuskan untuk mengubah namanya. Bahkan ibunya pun tidak memiliki kuasa untuk menghentikan gadis itu, apalagi seorang pelayan kecil sepertinya.

Gadis pelayan itu hanya mengangguk pelan mendengar keputusan Lian Hua. Tak lagi berani bersuara untuk membujuk sang Nona.

"Baiklah, Nona," lirih gadis pelayan itu.

Lian Hua menatap pelayan kecil di depannya. Senyum merekah di wajah gadis itu dan mengusap kepalanya pelan.

"Xiao Qiqi, jaga ibuku dengan baik disana," pinta Lian Hua.

Qiqi si pelayan kecil itu pun mengangguk mendengarkan permintaan Nonanya sebelum pamit undur diri meninggalkan kuil Shang.

Lian Hua menatap kepergiaan pelayan kediamannya dalam keheningan. Semilir angin terasa amat dingin hari ini. Lian Hua mengangkat wajahnya dan memandang langit mendung di atasnya. Sepertinya hari-hari penebusannya benar-benar telah di mulai.

***