webnovel

24. Melarikan Diri

Setelah mengomel beberapa lama Hwa pun keluar meninggalkan Yena.

Setelah mendengar informasi dari Hwa, Yena merasa dia telah menemukan jalan keluar. Setelah keluar nanti dia akan meminta Arion untuk menghapus simbol perbudakan ini.

Namun, bagaimana jika Arion malah menjadikannya sebagai peliharaan juga?

"Sudahlah. Pikirkan itu nanti. Pertama-tama aku harus kabur dulu dari sini." Yena mengencangkan otot-otot tangannya. Dengan pikiran terfokus dan niat yang kuat kain yang mengikat tangannya tiba-tiba mulai kering dan rapuh. Dengan sekali sentakan Yena berhasil merobeknya.

Gadis itu tersenyum cerah. Mengingat bagaimana pintu tadi hancur setelah ditabraknya ia berspekulasi kalau dirinya mungkin punya kekuatan sekarang.

Ternyata benar saja. Apakah ini disebabkan ikatannya dengan Lucifer? Ya, mungkin saja.

Yena tidak membuang waktu lagi, ia mencari tasnya kemudian melompat ke bawah lewat jendela yang memang melompong.

Mungkin karena terlalu panik, ia tidak sadar kalau dirinya melompat dari lantai dua.

"Gila! Kakiku tidak patah, kan?"

Ajaibnya, kakinya baik-baik saja. Yena merasa agak ngeri memikirkan bagaimana tubuhnya menjadi tidak normal sekarang.

Gadis itu tidak ambil pusing dan segera bergegas pergi.

Dilihat dari suasananya sepertinya ini memang masih berada di wilayah itu. Akan tetapi, Yena tidak melihat pohon willow di sekitar sini. Lalu bagaimana caranya ia keluar?

"Cit cit cit." Kicauan burung yang sama terdengar bersamaan dengan suara kepakan sayap yang halus.

"Oh?" Yena melihat burung kecil yang waktu tu menyampaikan surat dari Arion terbang ke arahnya lantas dia mengangkat tangannya dan membiarkan burung kecil tersebut hinggap di tangannya.

"Kau? Apa itu artinya Arion ada di sini?" tebak Yena. Burung itu tidak bicara dan hanya mencicit kecil. Sepertinya dia bukan siluman.

"Cit cit!" Setelah berkicau beberapa kali ia kembali terbang rendah.

Yena mengerti dan segera mengikutinya.

Dia menggunakan ponselnya sebagai penerang. Beruntung daya batrainya masih tersisa sedikit.

Burung itu menuntunnya ke pohon willow. Yena lega mahluk yang ini benar-benar membawanya menuju pintu keluar.

Mahluk-mahluk abstrak di tempat itu terlihat mengamatinya dari kejauhan, kali ini mereka tak berani memblokir jalannya seperti waktu lalu.

"Terbang lebih cepat," pinta Yena.

Sepanjang jalan Yena tidak berhenti menengok ke belakang. Takut mahluk-mahluk itu mengejarnya.

Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai. Yena melihat seorang pria berperawakan tegap berdiri di bawah pohon willow paling besar yang mana merupakan pohon willow terakhir.

Seekor burung yang tak lain adalah Leon juga ada di sana, hinggap di salah satu rantingnya.

Yena segera berlari menghampiri mereka.

"Leon!"

"Yena, kau baik-baik saja?" Leon terbang ke bawah.

"Aku baik-baik saja. Bagaimana kalian bisa ada di sini?" tanya Yena.

"Leon yang memberitahuku," jawab Arion.

"Benar. Sebenarnya aku melihatmu dibawa oleh Cheuksin itu, tapi aku tidak bisa membebaskanmu sendirian. Jadi aku memberitahu dia," jelas Leon. Karena dia tidak mungkin memberitahu Lucifer jadi dia hanya bisa meminta bantuan pada Arion.

Namun, sepertinya Yena ternyata bisa membebaskan dirinya sendiri.

"Kalian harus segera pergi. Yena baru saja keluar dari barrier Aeri, Lucifer pasti sempat merasakan keberadaannya," kata Leon.

"Kalau begitu ayo. Leon, kamu juga ikut dengan kami," pinta Yena.

Burung hitam itu menggleng.

"Tidak, aku tidak bisa pergi."

"Kenapa? Aku tau Imoogi itu tidak memperlakukanmu dengan baik. Ikutlah denganku," bujuk Yena. Saat mengingat kemungkinan Lucifer memperlakukan Leon dengan buruk membuatnya kecewa bahkan enggan untuk menyebut namanya.

"Yang dia bilang benar. Lee Shan pasti sudah menyadari kau menghianatinya. Kemungkinan terburuk dia akan membunuhmu. Jadi sebaiknya kau menjauh darinya untuk beberapa lama." Arion menimpali.

Mendengar perkataan Arion, Yena semakin menatap Leon dengan serius.

Namun, setelah tampak bimbang untuk beberapa saat burung itu akhirnya tetap kukuh pada pendiriannya.

"Bahkan jika Lucifer membunuhku ... itu sepadan. Sudahlah, kalian cepat pergi. Selamat tinggal!" Usai mengatakan itu Leon mengepakkan sayapnya dan terbang pergi.

Yena membuka mulutnya tapi tak tau harus berteriak apa. Dia hanya menatap siluet Leon dengan cemas.

"Biarkan saja. Hubungan mereka tidak seperti yang kau angga. Ayo pergi," ucap Arion.

Yena menghela napas dangkal. Ia menatap ke dalam kegelapan tempat itu sejenak sebelum akhirnya berbalik pergi mengikuti Arion.

Entah mengapa, langkahnya terasa berat. Seperti ada sesuatu yang tak rela ia tinggalkan di belakang sana.

Yena berpikir Arion akan membawanya ke tempatnya yang sunyi seperti tempat tinggal Lucifer. Namun, sepertinya naga lebih kaya dan pandai membaur, Arion membawanya ke salah satu villa di seoul.

Seleranya memang jauh lebih baik dari ular itu.

"Di mana Rumi?" Saat telah sampai hal pertama yang Yena tanyakan adalah sahabatnya. Sebenarnya dia sudah menanyakan ini sepanjang jalan, tetapi Arion bilang dia akan tau nanti setelah sampai.

Namun, setelah sampai Yena juga tidak melihat keberadaan Rumi.

Meski berada di tengah kota yang sibuk, tetapi villa milik Arion sangat damai dan sejuk. Mungkin karena ada banyak tanaman di sekitarnya. Tempat ini sesuai dengan pemiliknya yang tenang dan hangat.

Di pinggir kolam ikan yang jernih terdapat gazebo yang indah. Saat ini, Yena dan Arion duduk berhadapan di meja kotak kecil.

"Minumlah." Arion menuangkan air dan menyodorkannya pada Yena.

Gadis itu tak lantas meminumnya.

"Di mana Rumi?" Yena kembali bertanya dengan tatapan sengit.

"Dia tidak ada di sini." Arion berucap santai.

Yena mendengus pelan. Sudah ia duga. Mana mungkin mahluk ini berbaik hati membiarkan Rumi tinggal di tempat sebagus ini? Dia pasti menyekap Rumi di suatu tempat terpencil dan gelap.

"Sekarang aku sudah datang, jadi kamu bisa melepaskannya," ucap Yena.

"Melepaskan siapa? Temanmu? Kami hanya bertemu sehari, setelah itu aku tidak pernah melihatnya lagi."

Yena yang sedang minum hampir tersedak.

"Apa? Apa maksudmu? Bukankah kau mengirim pesan kalau Rumi berada di tanganmu? Apa kau mempermainkanku?" Yena menatap Arion tajam.

"Kapan aku tulis begitu? Aku hanya memberitahumu kalau temanmu merindukanmu. Apakah aku mengatakan kalau aku menyekapnya?" Arion berkata dengan senyum jahil.

Yena melotot tajam, merasa dipecundangi. Dia ingin marah, tetapi ingat memiliki sesuatu yang lebih penting untuk dibahas.

"Sudahlah, yang penting Rumi baik-baik saja. Aku ingin menanyakan sesuatu ...." Yena berkata sembari menyingkapkan rambutnya dan menyentuh simbol di pundaknya.

"Katanya simbol ini bisa hilang dengan bantuan mahluk yang lebih kuat dari sang pembuat simbol. Karena kamu lebih kuat dari Imoogi itu, apakah kamu bisa menghancurkan belenggunya?"

"Tidak bisa." Arion langsung menolak.

"Eh? Tidak bisa? Kenapa?" Yena berpikir Arion tak ingin membantunya tapi pria itu segera berkata dengan tidak berdaya.

"Mungkin aku lebih kuat dari Lee Shan, tetapi seharusnya kekuatan kami tidak terlalu beda jauh. Aku juga belum lama berevolusi, aku tidak sekuat itu." Arion dengan rendah hati membeberkan kenyataan kekuatannya yang sesungguhnya.

"Kau juga lihat sudah berapa kali dia selalu selamat dari kejaranku," lanjutnya lagi.

"O-oh?" Mendengar itu harapan Yena seketika memudar. Namun, tidak lama tatapan matanya kembali menyala. Seperti yang orang bilang, selalu ada yang lebih kuat di atas yang paling kuat.

"Kalau begitu adakkah mahluk lain yang kekuatannya berada di atas kalian?"

Arion terlebih dahulu meneguk anggur di gelas kecilnya kemudian mengangguk ringan.

"Tentu saja ada. Ada banyak. Namun, yang paling mungkin dimintai bantuan hanya ada satu orang, tetapi dia juga sangat sulit untuk ditemui."

ตอนถัดไป