"A-aku tidak sengaja ... ja-jangan bunuh aku ... pergi!!" Yena beteriak, mendorong mahluk itu kemudian berlari.
"Tolong!!!"
"YEOUIJU... GIMME BACK ...."
Yena tidak berani menengok. Ia terus berlari secepat yang dia bisa. Namun, desisan mahluk itu masih terdengar dekat di telinganya.
"Help! Anyone, please!!"
"YEOUIJU ...."
"Help ...." Yena hampir menangis putus asa. Tempat ini sangat sepi. Bukankah ini masih di kawasan Insadong? Mengapa tak ada seorang pun!
Lutut Yena semakin gemetar. Dia menyadari dirinya telah terperangkap di tempat aneh.
"Rumi! Tolong aku!!"
Bugh!
Lagi-lagi ia tersandung dan jatuh. Lututnya yang sudah terluka semakin menjadi-jadi.
"Ukhh ... Rumi ... di mana kamu?" Yena menangis ketakutan.
"Are you okay, girl?"
Suara yang lembut mengejutkan Yena.
"Pergi!" Gadis itu reflek mundur. Namun, saat melihat bahwa pria itu bukan mahluk yang tadi Yena segera berdiri.
"Sir, save me, please! Take me away!" Yena mengguncang lengan pria itu dengan panik. Namun, sedetik kemudian ekspresi Yena berubah, ia langsung melepaskannya.
"Baiklah, Nona. Kamu jangan takut, ayo kita pergi," ujar pria itu dengan bahasa Indonesia yang fasih. Dia mengulurkan tangannya dan tersenyum lebar hingga matanya menyipit.
"Ti-tidak ...." Yena perlahan mundur. Senyum pria itu terasa lebih berbahaya dibanding mahluk yang mengejarnya.
"Kau bukan manusia ...."
"Ada apa? Mari kita pergi. Ular itu akan segera datang."
"Tidak! Jangan mendekat ...." Yena mengeluarkan pisau dari tas dan menghunuskannya seraya terus mundur waspada.
"Jangan mendekat ...."
Tuk
Langkah gadis itu terhenti saat punggungnya telah menyentuh tubuh seseorang.
Wajah ketakutan Yena langsung berubah menjadi pucat.
"Yeouiju ...."
'Habis sudah ....' Yena membeku.
Keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya, dan sekarang ia kembali lagi ke mulut harimau.
Sungguh sial!
Pria di depan menyeringai, matanya bersinar dengan cahaya hijau.
"Lepaskan anak itu, Lucifer," perintahnya.
"Ini ... barang milikku," desis mahluk yang dipanggil Lucifer itu. Sebelah tangannya yang dingin menahan pinggang Yena. Gadis itu tak berkutik.
"Barang milikmu? Belum tentu! Aku juga menginginkannya!" Pria itu memasang kuda-kuda. Kedua tangannya berubah menjadi cakar tajam. Ia menerjang pada Lucifer untuk merebut Yena dengan tangan runcingnya.
"Serahkan dia padaku!"
"Coba saja!" Lucifer berkelit, melepaskan hantaman tinju ke punggung pria itu kemudian melarikan diri dengan Yena.
"Lepaskan aku!" Yena berteriak takut. Dia memejamkan matanya tak ingin melihat hal yang tidak masuk akal ini.
"Groarrr!! Serahkan dia, Lucifer!"
Auman mengerikan itu semakin membuat Yena menggigil.
'Tuhan, selamatkan aku!'
Sial, mahluk apa mereka sebenarnya?
Lucifer membawanya lari seolah hanya membawa sekantung kapas.
Sementara pria yang mengejar di belakang telah berubah menjadi seekor binatang bersayap dengan panjang puluhan meter. Sepertinya, mahluk seperti itulah yang disebut naga.
"LUCIFER! ROARR!!!" Ia menyemburkan api dari mulutnya. Membakar aspal kering dan bangunan-bangunan di sekitar.
Lucifer mengelak. Ia berbalik arah, berubah menjadi mahluk yang sama namun berbeda.
"GROORR!!"
Lucifer menggigit naga besar itu dan melemparnya cukup jauh, menggunakan kesempatan itu untuk kabur.
Naga tersebut menghantam bangunan dan merubuhkannya seketika. Ketika ia bangkit Lucifer dan Yena telah hilang dari pandangan.
"GROARR!!!" Ia menyemburkan api--murka.
Di bawah jembatan kumuh, Yena menggigil ketakuta di bawah tekanan Lucifer.
Tubuh naga raksasa dengan sisik-sisik mengerikan itu melintasi jembatan melewati mereka.
Yena hendak berteriak namun Lucifer segera membungkam mulutnya.
"Shut up ...." Lucifer membuka mulutnya, empat taring runcing menembus leher Yena dengan kejam.
Grepp
"Ummm!!!"
....
"Yena? Di mana kamu?" Rumi mondar-mandir panik di kawasan Insadong Street. Mencari keberadaan sahabatnya itu di antara ribuan pejalan kaki yang berlalu lalang.
Mengapa Yena berlari sangat cepat? Sekarang ia juga tidak bisa dihubungi.
"Yena ... kamu ke mana?" Rumi bergumam cemas.
Setelah berjam-jam mencari Rumi hanya berhasil menemukan pecahan tembikar Yena di tengah jalan, terinjak-injak hingga berserakan oleh keramaian orang-orang.
"Yena, kamu baik-baik saja, 'kan ...?"
***
Cahaya emas matahari masuk lewat celah-celah kumuh bangunan dan membangunkan seorang gadis yang tengah meringkuk di atas ranjang besar.
"U-uhh." Dengan pandangan buram, Yena bangkit.
"Di mana ...?" Setelah seluruh nyawanya terkumpul, hal pertama yang Yena rasakan adalah rasa sakit yang teramat di lehernya.
Membayangkan apa yang telah terjadi membuatnya kembali disusupi rasa takut.
"Uhh ... di mana ini? Mahluk itu membawaku ke mana?" Yena bergumam seraya bangkit dan memindai tempat itu.
Ini adalah sebuah kamar super besar yang sedikit kotor. Beberapa buku berserakan di atas nakas
Yena tak tertarik untuk melihat-lihat. Yang dia inginkan sekaranga adalah keluar dari tempat itu segera dan pulang.
Untungnya, ruangan itu tidak dikunci. Yena bergegas keluar.
"Kotor sekali ...." Bulu kuduknya langsung berdiri saat melihat betapa besar dan kotornya tempat itu.
Interior bangunan ini tampak seperti istana klasik semi-modern. Dua pilar raksasa dengan hiasan ular besar yang melilit menopang ruang tengah, tampak sangat mencolok dan megah.
Memang cocok jika ini adalah sarang mahluk itu. Sangat menyeramkan.
'Apa dia ada di sini?' Tena menuruni tangga dengan mengendap-ngendap, khawatir ulah besar itu ada di sana dan menangkapnya lagi.
Setelah memastikan tidak ada seorang pun di sana, Yena segera lari terbirit-birit menuju pintu keluar.
"Sial!" Ia mengumpat pelan mendapati pintu ganda tersebut tidak bisa dibuka.
"Buka buka, aku mohon!" Yena mengguncang knop pintu panik.
"Ssttt ...."
Desian tidak asing terdengar dan seketika membuat Yena berhenti.
"Mati aku!" Yena berbalik dengan wajah tegang.
Salah satu dari ular yang melilit pilar besar tampak bergerak dan menjulurkan lidahnya kepada Yena. Matanya merah darah menyala.
Gadis itu menyandarkan punggungnya ke daun pintu dan terhuyung ke bawah. Dadanya perlahan naik turun.
'Shit! Aku ... pikir itu hanya hiasan ....'
Reptil besar yang entah naga atau ular itu merayap turun dari pilar. Namun, bukannya menangkap Yena ia malah pergi menaiki tangga ke atas.
"Apa dia membiarkanku pergi? Tidak ...." Yena tersenyum pahit. Bahkan meski ia berhasil keluar dari tempat ini mahluk sebesar itu pasti akan menangkapnya kembali dengan mudah.
Jadi, yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah menunggu untuk diksekusi.
"Kira-kira apa yang akan dia lakukan padaku? Langsung menelanku? Membelitku sampai mati?" Kepala Yena langsung dipenuhi adegan mengerikan. Dia jadi enggan untuk mati.
"Tidak boleh. Mati dimakan hewan melata sangat tidak elegan!" Yena bergidik. Ia tiba-tiba bangkit lagi dan dengan sekuat tenaga mendobrak pintu besar itu.
Brakk
Siapa sangka, pintu tersebut langsung terbuka dengan mudah hingga Yena tersungkur ke teras dengan seluruh tenaganya.
"Bitch!" Tidak memedulikan hidungnya yang hampir patah Yena langsung bangkit dan hendak lari sampai tiba-tiba suara yang dingin mematikan langkahnya.
"Pergi, keluarlah, lalu Arion akan menemukan dan membakarmu."
Yena berbalik dengan terkejut.