webnovel

Pengorbanan

Situasi yang tadinya sudah berada dipihak kami tiba-tiba berubah dan jadi berbanding terbalik. Walau semua pasukan lawan telah terbakar oleh mantra Putra, aku menyadari bahwa eksistensi mereka bukanlah hal yang penting bagi makhluk pesugihan itu. Dia memanggil mereka layaknya hanya untuk sekedar menikmati pemandangan yang menarik.

Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk mengalahkan penunggu kolam itu secepat mungkin. Berhubung dia sedang melemah akibat efek mantra yang dibacakan oleh Putra. Ditambah lagi bahwa dia tidak memiliki pasukan yang bisa diserap energinya. Tanpa basa-basi aku pun langsung melayangkan serangan bertubi-tubi dengan golok emas pemberian Putra.

"ARRGHHHHHH!!!"

Makhluk itu berteriak kesakitan seraya melarikan diri mendekati posisi si makhluk pesugihan. Aku pun terpaksa menghentikan seranganku seketika, sebab aku tahu bahwa saat ini tidak bijak untuk memprovokasi makhluk pesugihan itu. Alasan utamanya karena aku tidak bisa mengukur seberapa besar kekuatan makhluk itu yang sebenarnya.

"Kenapa kau menghabisi pasukanmu sendiri? Seharusnya kau membiarkan mereka. Karena ulahmu itu aku tak sanggup lagi menahan mereka…" ucap makhluk itu dengan nada yang kesal.

"HAHAHAHA!!!" makhluk pesugihan itu tertawa terbahak-bahak.

"Sepertinya kau tak menyadari posisimu selama ini."

"Apa maksudmu?" tanya penunggu kolam itu dengan was-was.

Makhluk pesugihan itu perlahan mengarahkan telapak tangannya kepada makhluk penunggu kolam.

"APA YANG KAU LAKUKAN!!!"

"AKU INI SEKUTUMU!!!"

Makhluk penunggu kolam itu berteriak dengan histeris. Tampaknya dia tak bisa menggerakkan tubuhnya. Tubuhnya seakan-akan digenggam dan terkunci oleh makhluk pesugihan itu.

"Kau itu tak ada bedanya dengan mereka yang telah kulenyapkan barusan."

"Berani-beraninya kau berpikir bahwa status kita adalah setara. Makhluk rendahan sepertimu bahkan tak pantas menjadi budakku."

Ucap makhluk pesugihan itu dengan ekspresi wajah dan nada yang sinis, lalu makhluk itu mengencangkan genggaman tangannya layaknya sedang meremas.

"ARRRGHHHHH!!!"

Aku, Putra dan para khodam kami hanya bisa terdiam memandang pemandangan itu. Pemandangan dimana tubuh makhluk itu yang seketika meledak dan memunculkan muncratan darah yang deras. Jeritan itu adalah hal terakhir yang diucapkan oleh makhluk itu. Pada akhirnya, eksistensinya hanya berguna sebagai umpan makhluk pesugihan itu. Umpan yang bahkan tidak diakui dan ditipu oleh pemiliknya.

"Maaf telah membuat kalian menunggu lama." ucap makhluk pesugihan itu sambil tersenyum lebar.

"Tapi ada satu hal yang membuatku penasaran." ucap makhluk itu tiba-tiba seraya menatap si pria berjubah merah.

"Kenapa makhluk sepertimu mau tunduk dengan manusia lemah seperti dia?" tanya makhluk pesugihan itu dengan bingung.

Tetapi si pria berjubah merah hanya menjawab makhluk itu dengan jawaban yang singkat dan dingin. "Bukan urusanmu!"

"HAHAHAHA!!! Sangat menarik…"

"Sepertinya anak itu tak tahu sama sekali tentang makhluk sejenismu…"

Pria berjubah merah hanya diam seraya menatap makhluk itu dengan tajam. Mendengar perkataan makhluk itu membuatku bertanya-tanya dalam hati, apa sebenarnya maksud makhluk itu? Aku merasa makhluk itu tidak berbohong dan benar-benar mengetahui sesuatu tentang si pria berjubah merah.

"Sayangnya kemampuanmu sudah menghilang…"

"Apakah itu alasannya kau menjadi budak anak manusia ini?" ucapnya dengan nada yang mengejek.

"Walau aku tak mengerti mengapa itu bisa terjadi kepada makhluk sepertimu…"

"Bagaimana kalau aku membantumu untuk bebas dari anak itu?"

"Bergabunglah denganku… ada banyak hal menarik yang bisa kau nikmati jika bersamaku."

"Aku tahu bahwa kau sedang menahan nafsumu sekarang. Aku tahu bahwa kau adalah makhluk liar yang haus akan darah. Sama sepertiku… HAHAHA!!!"

Pria berjubah merah hanya diam tak merespon setiap ucapan yang keluar dari mulut makhluk itu.

"Kenapa kau hanya diam? Bukankah tawaranku menarik? Atau ada sesuatu yang kurang dan ingin kau tambahkan?" tanya makhluk itu.

"Atau jangan-jangan ada sesuatu yang kau inginkan dari anak itu?"

"Tenang saja… aku tak akan merebutnya dan membiarkanmu memilikinya. Kau hanya perlu memberikan sebagian darah anak itu kepadaku… HAHAHAHA!!!" ucap makhluk itu dengan santainya.

Pria berjubah merah perlahan bergerak mendekati makhluk itu.

"Aku memang tak bisa berbohong di depan makhluk sepertimu." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya.

Pria berjubah merah itu mengangkat satu jarinya seraya berkata, "Tapi aku memiliki satu syarat lagi."

"HAHAHAHA!!! Ucapkan saja." ucap makhluk itu sambil tertawa terbahak-bahak.

"Aku butuh bawahanmu untuk memulihkan tenagaku." balas si pria berjubah merah.

"Tapi sebelum aku memanggil mereka… bukankah ada yang harus kau lakukan dulu?"

Pria berjubah merah mengangkat salah satu tangannya ke atas, "Aku bersumpah untuk tidak mengkhianatimu…"

"Cukup?" tanya pria berjubah merah layaknya memastikan.

"Baiklah…" balas makhluk pesugihan itu singkat lalu seketika muncul para pasukannya yang kembali memenuhi seluruh ruangan.

Begitu juga dengan si pria berjubah merah yang telah berubah wujud menjadi ular raksasa. Tanpa basa-basi, dia langsung menelan para pasukan yang baru saja muncul itu dengan cepat. Mulutnya bagaikan pusaran yang bisa menghisap apapun tanpa meninggalkan jejak. Semakin banyak yang dihisapnya, semakin besar pula energi yang dipancarkannya.

Aku tak tahu harus bereaksi apa saat ini, sebab semuanya terjadi begitu cepat. Aku bahkan tak habis pikir, tipuan dan pengkhianatan terbongkar satu demi persatu seiring detik demi detik yang telah berjalan. Bahkan penjaga yang kupercayai selama ini juga telah mengkhianatiku. Rasa kecewa, marah, sedih dan bingung bercampur menjadi satu. Itulah perasaan yang kualami saat itu.

Di sisi lain, Putra tak mau tinggal diam saja. Secara tiba-tiba dia dan semua khodamnya mencoba menyerang pria berjubah merah dengan tembakan energi. Aku baru menyadari bahwa ternyata mereka sudah mengumpulkan energi sejak makhluk pesugihan itu mengulur-ulur waktu sesaat berbicara. Tetapi sayangnya energi yang mereka tembakkan juga terserap oleh pusaran yang dikeluarkan ular merah itu.

"Menyerah sajalah… sebab bagaimanapun caranya, kalian tak akan sanggup menghadapi kami." ucap makhluk itu dengan sinis.

"Pujalah diriku… akan kuberikan kalian harta dan kekuatan yang berlimpah nantinya." tawar makhluk itu mencoba untuk menggoda kami.

"Untuk apa aku memiliki harta dan kekuatan yang kau janjikan itu. Kalau aku hanya akan menjadi boneka yang bisa kau gunakan sesuka hatimu. Sama seperti para pasukanmu barusan." balas Putra

"Kau pikir aku sebodoh itu?" ejek Putra.

"Sepertinya kau tipe manusia yang harus menerima penyiksaan dulu baru bisa mengerti…"

"Baiklah… aku akan membuatmu menderita. Aku akan mengincar semua orang yang kau sayangi. Begitu juga dengan semua makhluk rendahan yang mengikutimu."

"Sebelum kau mati… aku akan menyiksa mereka semua di depan matamu. Bagi orang-orang yang kau sayangi, aku akan merusak raga dan sukmanya sekaligus. Bahkan jika mereka mati, sukmanya akan kubawa dan kujadikan budak di kerajaanku. Begitu juga dengan pengikutmu… mereka bahkan menjadi lebih hina, sebab mereka akan menjadi pelayan bagi para budakku. HAHAHAHAHA!!!" ucap makhluk pesugihan itu dengan suara yang menggema.

Putra tak merespon ucapan dari makhluk itu. Dia mengangguk ke arah khodam pendekar yang ada di sampingnya. Khodam pendekar itu secara perlahan memasuki tubuh Putra. Energi yang dipancarkan Putra memuncak seketika. Energi yang muncul dari tubuhnya bagaikan kobaran api yang liar, api yang siap melahap semua hal yang ada di sekitarnya.

"Apa ini jurus terakhir yang kau miliki?" tanya makhluk itu dengan ekspresi yang meremehkan.

Putra berteriak dengan keras lalu dia berlari menerjang ke arah makhluk itu dengan cepat. Dia mulai mengeluarkan gerakan-gerakan silat untuk menyerang makhluk itu. Mulai dari gerakan meninju, mencakar, menyikut, dan tendangan dari berbagai arah serta posisi. Tubuhnya tampak dapat bergerak dengan lentur dan lincah bagaikan melakukan atraksi.

Tapi di sisi lain, makhluk pesugihan itu bisa menangkis dan menghindari semua serangan Putra dengan mudah. Aku merasa bahwa makhluk itu bisa membaca setiap gerakan yang akan dilakukan Putra. Dia bahkan terlihat leluasa dan santai saat menghadapi semua serangan Putra. Pertarungan mereka bagaikan pertarungan orang dewasa yang sedang melawan anak kecil.

"Apa ini saja kekuatan yang kau miliki?" ejek makhluk itu sambil menghindari serangan Putra.

Mendengar ucapannya malah membuat Putra semakin ganas dalam melancarkan setiap serangannya.

"Aku sudah bosan denganmu… sepertinya cuma sampai di sini saja batas kemampuan yang kau miliki." ucap makhluk itu seraya tersenyum.

Dalam sekejap mata, makhluk itu langsung mencekik leher Putra dengan satu tangan. Lalu dengan satu tangan lagi, dia menyerang perut Putra dengan telapak tangannya. Tubuh Putra seketika terhempas ke belakang dan menyentuh lantai. Dia terbatuk-batuk hingga memuntahkan darah segar dari mulutnya. Aku pun spontan bergegas memapah tubuhnya, berusaha membantunya dengan sebisaku.

Tapi apadaya, sepertinya Putra sudah dalam keadaan setengah sadar. Begitu juga tubuhnya yang sudah dalam keadaan lemas tak bertenaga. Di titik ini, aku bahkan tak tahu harus berbuat apa. Bagaimana caranya kami bisa bebas dari situasi yang mengerikan ini. Aku bahkan tak berniat lagi untuk melawan makhluk itu. Di benakku, aku mulai menyesali keputusanku untuk membujuk Putra menangani kasus ini.

Kedua harimau Putra yang lainnya pun tak diberi ampun oleh makhluk itu. Dia mencekik kedua harimau itu, lalu melemparkannya menuju mulut ular merah yang masih dalam proses menyerap energi. Kedua harimau itu pun dalam sekejap mata hilang tertelan tanpa meninggalkan jejak.

"Apa harapanmu sudah lenyap? HAHAHA!!!" tanya makhluk itu.

Aku hanya bisa diam pasrah seraya menatap makhluk itu yang mulai mendekati posisiku. Sedangkan Lala masih tetap setia berada di sisiku, walau aku yakin dia juga tahu, bahwa dia tak akan bisa menandingi makhluk itu.

Tiba-tiba si pria berjubah merah yang telah menjelma menjadi ular raksasa itu menghentikan si makhluk pesugihan dengan kata-katanya.

"Biar aku yang mengurus mereka." ucapnya.

"Baiklah… lakukan sesukamu…" balasnya santai.

Ular merah raksasa itu pun tanpa basa-basi menghantam tubuh Lala yang sedang berusaha melindungiku. Lala pun seketika terhempas jauh akibat serangan itu. Tapi Lala tak mau menyerah, dia bangkit kembali lalu menerjang ular merah itu lagi dan lagi.

"Dasar pengkhianat!" ucap Lala dengan nada dingin.

"Jangan salahkan aku… salahkan lah dirimu yang lemah dan tak berdaya." balasnya lalu dia mengibaskan ekornya ke arah Lala yang masih berusaha melindungiku.

Lala pun terhempas kembali, tapi kali ini dia terhempas menuju posisi si makhluk pesugihan.

"Tahan dia… supaya dia bisa melihat bagaimana tuannya menderita hingga mencapai ajal." ucap si ular merah.

"HAHAHA!!! Sudah kuduga… ternyata kita memiliki selera yang sama…" balas si makhluk pesugihan seraya mengunci tubuh Lala di lantai.

Aku sudah merasa tak ada harapan lagi. Aku hanya bisa pasrah seraya menatap matanya dalam-dalam.

"Kenapa…." ucapku pelan.

"Kau terlalu lemah…" jawabnya singkat dengan nada yang dingin.

Tanpa basa-basi lagi, dia melilit seluruh tubuhku lalu secara perlahan merasuki dan mengambil alih kontrol dari tubuhku. Kesadaranku masih ada, tetapi tubuhku tak bisa dikendalikan lagi. Aku hanya bisa pasrah, memperhatikan makhluk itu menggunakan tubuhku dengan sesuka hatinya.

Aku merasakan tubuhku bergerak sendiri berjalan menuju posisi makhluk pesugihan itu secara perlahan. Aku juga bisa melihat ekspresi wajahnya yang sangat gembira dan puas.

Tapi beberapa saat kemudian, tiba-tiba terjadi hal yang mengejutkanku. Sebab aku melihat golok yang ada di tanganku sudah menancap di dada makhluk pesugihan itu.

"BAJINGAN!!!"

"Berani-beraninya kau mengkhianatiku!!! Apa kau tak takut akan hukuman dari melanggar sumpah yang kau ucapkan?" teriak makhluk itu.

"Melanggar sumpah? HAHAHAHA!!!"

"Aku sudah sering melakukan hal itu… bahkan sebelum kau lahir."

"Menurutmu mengapa kondisiku bisa menjadi seperti ini?"

"Dasar dungu…"

"HAHAHAHA!!!"

Aku mendengar setiap kata-kata mengejutkan itu, yang muncul dari mulutku sendiri. Seiring bertambahnya kepekaanku, aku bisa merasakan betapa gilanya makhluk yang sedang merasukiku saat ini. Aku bisa merasakan kebencian dan rasa penolakan yang mendalam darinya. Seperti ada suatu kesombongan dan keinginan untuk membangkang.

"Aku tak akan mengampunimu kali ini… bersiaplah untuk mati!!!" ucap makhluk pesugihan itu.

"Lebih baik aku musnah daripada harus menjadi budakmu…" balasnya.

Dalam sekejap mata, pria berjubah merah keluar dari tubuhku dan menarik makhluk pesugihan itu keluar dari rumah.

"DUARRRRRRRR!!!"

Terdengar suara ledakan bagaikan bom yang muncul dari luar. Seraya berusaha mengendalikan tubuhku, dengan langkah yang lemas dan loyo, aku bergegas secepat mungkin berjalan keluar rumah.

Sesampainya di luar, ternyata aku tak menemukan apapun disana. Kedua makhluk itu telah menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Bersambung….

Next chapter