Nadia pun memelototi Yudha seketika, sepertinya dia tau bahwa Yudha sedang berbohong, dan anehnya lagi, Yudha juga ketakutan saat Nadia memelototinya.
"Jangan sampe aku marah loh kak." ancam Nadia.
"Iya...iyaaa...." balas Yudha dengan lesu lalu pergi meninggalkan kami berdua di ruang tamu.
"Kamu diancam sama kakak aku ya Ram?" tanya Nadia dengan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa bersalah.
Nadia menghela nafasnya, lalu lanjut berkata "Sorry ya Ram... kakakku emang orangnya gitu, dia over protective banget. Soalnya asal ada cowok yang deket sama aku, pasti digangguin sama dia."
"Oh gitu..." ucapku sambil mengangguk. "Omong-omong, bokap nyokap lo kok ga keliatan Nad?" tanyaku penasaran.
Nadia diam sejenak, lalu berkata "Bokap nyokap gw udah ga ada Ram..." jawabnya pelan.
"Sial, kenapa gw nanya itu coba." ucapku dalam hati. "Sorry banget Nad..." ucapku pelan, berusaha meminta maaf.
"Gapapa kok Ram..." balas Nadia pelan. "Sebenarnya bokap nyokap gw tiga tahun yang lalu meninggal karena kecelakaan. Makanya semenjak itu kakak gw jadi over protective banget. Mungkin karena cuma gw satu-satunya keluarga yang dia punya sekarang."
Aku tertegun mendengar cerita dari Nadia, sebab aku tak menyangka bahwa dia dan Yudha mengalami pengalaman seperti itu. Tapi aku juga menjadi bingung, kenapa Yudha tega merusak hidup wanita lain, padahal dia juga memiliki adik yang juga seorang wanita. Apa dia tidak takut bila hal yang sama akan terjadi pada adiknya sendiri? pikirku.
"Sorry Nad... jadi ngungkit ingatan buruk lo lagi." ucapku merasa bersalah.
"Iya gw maafin deh... biar ga ngomong sorry-sorry mulu." balas Nadia sambil tersenyum.
"Omong-omong, lo udah punya pacar belom Ram?" tanya Nadia sambil menatapku serius.
"Belom punya..." jawabku singkat. "Emangnya kenapa? Jangan-jangan lo naksir sama gw?" tanyaku dengan niat bercanda.
"Yaelah... ge-er banget sih lo." balas Nadia dengan kesal.
"Hahaha." aku hanya tertawa melihat responnya. Entah kenapa, aku merasa sudah dekat dan nyaman dengannya, seperti teman yang sudah lama akrab.
Setelah itu, kami melanjutkan obrolan santai membahas topik yang belum selesai saat di cafe tadi. Hingga tak lama kemudian, aku pun pamit untuk pulang karena takut kemalaman.
"Gw balik dulu ya Nad." ucapku sambil melambaikan tangan.
"Hati-hati di jalan ya. Jangan lupa, nanti kalo udah sampe kost-an kabarin lewat chat, ok?" balasnya sambil tersenyum manis.
"Oke..." balasku singkat lalu pergi pulang menuju kostku.
Sesampainya dikost, aku hanya mengirimkan satu pesan yang akan menentukan berhasil atau tidaknya rencanaku selanjutnya.
22.10 - Rama : Pastikan lokasi dan jam nongkrongnya Dipa.
22.20 - David : Siap laksanakan!
***
"Kenapa harus jauh-jauh kesini sih Ram?" tanya Nadia dengan bingung.
"Mau ngetes aja Nad, soalnya kata temen gw makanan disini pada enak-enak." jawabku dengan santai.
Dua hari telah berlalu semenjak terakhir kali aku bertemu dengan Nadia. Dalam dua hari itu, kami jadi semakin intens dalam berkomunikasi. Aku mencoba untuk menggali informasi dan mengenali dirinya lebih dalam. Walau sebenarnya aku merasa bersalah mendekatinya karena tujuan itu.
Kemarin malam, aku sudah berjanji untuk menjemputnya untuk pergi ke cafe tempat yang sering ditongkrongi Dipa. Aku berniat untuk memperbaiki hubunganku dengan Dipa terlebih dahulu, agar aku bisa mencari celah untuk dimasuki.
Sesaat kami memasuki cafe, ternyata Dipa sudah berada disana. Tetapi aku melihat seorang wanita yang tampak tak asing sedang duduk disampingnya. Ternyata wanita itu adalah Rara, aku sungguh tak menyangka akan bertemu dengannya dalam situasi seperti ini.
Dari kejauhan saja aku bisa melihat wajahnya yang tampak lesu dan penuh kekhawatiran. Sedangkan disisi lain, Dipa tampak ceria dan bahagia saat berbicara dengan sepasang pria dan wanita yang berada di depannya.
"Duduk di sebelah sana yuk Nad." ajakku sambil menunjuk ke arah yang bersebelahan dengan Dipa.
Nadia mengangguk lalu mengikutiku yang sedang berjalan ke bangku itu.
Tetapi belum saja sempat duduk di bangku itu, Dipa sudah menyeletuk duluan, "Eh ada Nadia... lagi bareng siapa nih?" tanyanya dengan senyuman yang tampak palsu.
Nadia pun tampak terkejut saat bertemu dengan Dipa, "Lagi bareng temen kak." jawab Nadia dengan senyuman yang dipaksakan.
Dipa pun menatapku sambil mengernyitkan dahinya, lalu berkata "Hmmm... elo kan...."
"Rama." potongku sambil menjulurkan tangan kearahnya.
Dipa pun mulai menatapku dengan heran lalu perlahan membalas uluran tanganku. Sepertinya dia bingung, kenapa aku bersikap friendly terhadapnya. Tidak seperti terakhir kali kami bertemu, dimana aku sedang mempermalukannya di depan umum.
Sementara itu, Rara pun tampak panik saat menatapku. Sepertinya dia juga tak menyangka bahwa aku akan muncul di tempat ini. Aku pun memutuskan untuk berpura-pura tidak mengenalnya, agar Dipa tidak merasa curiga.
Setelah duduk dan memesan makanan, aku pun perlahan menyadari bahwa Dipa tak pernah melepaskan pandangannya dari sosok Nadia. Saat Nadia tak sengaja menoleh, Dipa hanya membalas tatapan Nadia dengan senyuman yang penuh kepalsuan saja. Sebab aku sadar, saat Nadia tak memperhatikannya, Dipa akan menatap figurnya dengan tatapan yang penuh nafsu.
Melihat tingkah dari Dipa ternyata dapat memberiku ide baru untuk menjalankan rencanaku lebih cepat dari perkiraanku yang sebelumnya.
Di saat Dipa sedang sibuk memerhatikan figur Nadia, aku juga mulai sibuk untuk menatap figur Rara yang ada di sebelahnya.
"Lo kenapa liatin cewek itu mulu sih Ram?" tanya Nadia dengan nada kesal. "Dari tadi omongan gw pasti gak didengerin kan."
"Eh... sorry... sorry Nad." ucapku sambil menggaruk rambutku.
"...." Nadia diam sejenak, hanya memberiku sebuah tatapan tajam.
Aku melirik ke arah Dipa, dan melihatnya sedang tersenyum lebar saat Nadia sedang tampak kesal kepadaku.
"Gw ke toilet dulu Nad, bentar ya." ucapku permisi.
"Iya...." balas Nadia singkat.
Aku pun mulai melangkah menuju toilet sambil sesekali menoleh dan melirik ke arah Dipa dan Rara. Setelah sampai di toilet, tak lama kemudian Dipa pun tiba-tiba datang menyusulku.
Dia berdiri disampingku lalu bertanya, "Bro... lo pacarnya Nadia ya?"
"Nggak kok, kita cuma temenan aja." jawabku seramah mungkin.
"Ah masa sih? Kok lo bisa jalan bareng dia?" tanya Dipa layaknya tak percaya. "Setau gw, Nadia itu ga pernah jalan sama cowok lain selain sama kakaknya sendiri."
Aku pun berpura-pura terkejut saat mendengar ucapan Dipa.
"Emang lo tau dari mana bro?" tanyaku.
"Gw temenan sama kakak dia soalnya." jawab Dipa.
"Oh..." gumamku pelan.
"Omong-omong, lo naksir sama Rara ya bro?" tanya Dipa tiba-tiba.
"Rara? siapa tuh?" tanyaku dengan raut wajah bingung.
"Cewek yang duduk di sebelah gw bro." jawab Dipa sambil tersenyum. "Lo belom kenal sama dia ya?"
"Iya... gw baru pertama kali ketemu sama dia sih." balasku sambil mengangguk.
"Lo mau dikenalin sama dia gak bro?" tanya Dipa sambil menatapku dengan senyuman penuh arti.
"Tapi bukannya dia pacar lo bro?" tanyaku balik.
"Nggak lah... cuman temen deket doang kok." jawab Dipa dengan santainya. "Jadi mau dikenalin gak nih?"
"Boleh... asal dia nya gak risih aja sih." ucapku sambil tersenyum.
"Yaudah, gw tungguin di sana." balas Dipa lalu pergi keluar dari toilet.
Sebelum kembali ke sana, aku pun mengirimkan pesan terlebih dahulu ke Rara. Setelah itu aku langsung bergegas menuju ke tempat dudukku semula.
"Ra... temen gw mau kenalan sama lo." ucap Dipa sambil melirik dan mengedipkan matanya kearahku.
"Oh... iya.... nama gw Rara." balas Rara dengan canggung, lalu dia menjulurkan tangannya ke arahku.
Aku hanya mengangguk lalu membalas salaman tangannya dengan erat. Kugenggam tangannya dalam beberapa detik, hingga kusadari bahwa Nadia sedang memelototiku dengan tatapan yang tajam.
Perlahan aku melepas tangannya, lalu kuperhatikan ekspresi wajah Dipa yang tampak tersenyum ceria. Sedangkan Rara malah tampak semakin canggung setelah berkenalan denganku.
"Sorry... gw gak nyadar." ucapku dengan senyuman yang palsu.
"Santai aja kali bro... Rara juga ngerasa biasa aja kok. Iya kan Ra?" balas Dipa sambil mengangkat sebelah alisnya saat menatap Rara.
"Kita berdua boleh ikut duduk disana gak?" tanya Dipa tiba-tiba.
"Ta..."
"Boleh kok..." ucapku memotong omongan Nadia.
Dipa pun tanpa basa-basi langsung berpindah duduk ke sampingku. Begitu juga dengan Rara yang dengan was-was duduk di sebelah Nadia. Tak berhenti disitu saja, Dipa bahkan menyuruh kedua temannya yang lain untuk pulang duluan.
Suasana pun terasa sangat canggung seketika. Nadia jelas-jelas menunjukkan ekspresi wajah yang kesal dan tidak nyaman. Sedangkan Rara hanya bisa diam membisu dengan wajah yang lesu dan pucat.
"Gimana kabarnya Nad? Kita udah lama gak ketemuan nih." ucap Dipa berusaha tampak seakrab mungkin.
"Baik-baik aja kak." balas Nadia dengan singkat dan datar.
"Oh... belakangan ini kesibukannya ngapain aja nih?" tanya Dipa berusaha mencari topik pembicaraan.
"Cuma di rumah doang kok kak." jawab Nadia dengan nada dan ekspresi yang tak tertarik sama sekali.
Sedangkan di sisi lain, aku sengaja menatap sekujur tubuh Rara yang tampak dipandanganku. Dipa dan Nadia pun menyadari akan apa yang sedang kulakukan.
"Lo lagi kenapa sih Ram?" tanya Nadia dengan kesal.
Aku pun berpura-pura terkejut saat mendengar ucapan darinya. "Eh... ada apa Nad?"
"...." Nadia hanya diam, lalu pergi ke dalam toilet tanpa berkata apa-apa.
"Lo naksir sama Nadia ya?" bisikku di telinga Dipa.
Dipa pun langsung menatapku dengan heran, lalu bertanya "Keliatan banget ya?"
Aku mengangguk pelan lalu menunjukkan senyuman penuh makna ke arahnya. Dipa pun membalasku dengan senyuman mesum di wajahnya.
"Lo mau ke hotel bareng Rara gak?" bisik Dipa tiba-tiba.
"Ha? Maksud lo?" tanyaku dengan akting terkejut yang jelek.
"Ga usah pura-pura deh bro. Gw tau kok, dari tadi mata lo udah liat kemana-mana aja." bisiknya pelan. "Kita satu spesies kok, jadi ga usah pura-pura di depan gw."
Dipa lalu mengeluarkan sebuah pil lalu memberinya kepada Rara. Setelah Rara menerima pil itu, Dipa memberikan kode kepada Rara dengan cara melirik ke arah minuman Nadia. Sambil menoleh kekiri dan kanan, Rara pun dengan sigap memasukkan pil itu ke dalam minuman Nadia.
"Lo ngerti kan maksud gw." bisik Dipa.
Aku mengangguk lalu berusaha menunjukkan senyuman terjahat yang pernah kumiliki. Walau sebenarnya aku tau, apa yang dilakukan Dipa sekarang sebenarnya sudah sesuai dengan ekspektasiku.
Karena bahkan sebelum mengajak Nadia ketemuan, aku sudah mengirim pasukan jinku kepada Dipa. Tujuanku adalah untuk membuat dia terobsesi dengan Nadia. Jadi, mulai dari bangun tidur hingga sampai dia berada di alam mimpi, Dipa akan selalu terbayang-bayang akan figur Nadia. Walau sebenarnya itu hanyalah tipu daya dan trik ilusi dari para bangsa jin.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi, tanda ada notifikasi pesan yang masuk.
16.50 - Nadia : Kita pulang aja yuk Ram.
16.51 - Rama : Iya Nad, tapi kita basa-basi dulu sama Dipa, habis itu baru kita langsung pulang, ok?
"Siapa Ram?" tanya Dipa penasaran.
"Chat dari temen doang kok." jawabku.
"Oh...." Dipa langsung memalingkan wajahnya menuju arah toilet. Berusaha untuk mencari keberadaan Nadia.
Tak lama kemudian, Nadia pun akhirnya muncul dan kembali dari toilet. Setelah itu, kami hanya ngobrol basa-basi untuk menghabiskan waktu. Nadia pun sesekali menghisap minuman yang ada di depannya.
"Ram... gw pusing nih, pulang aja yuk." bisik Nadia dengan lesu.
Aku dan Dipa pun menyadari bahwa efek obatnya telah bekerja. Dipa pun tersenyum lebar saat memandang figur Nadia, dia bagaikan seorang hewan yang sedang menatap mangsanya.
"Ayo Nad." balasku singkat. "Gw balik duluan ya bro." ucapku kepada Dipa.
Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, tiba-tiba Nadia terjatuh dengan lemas. Untungnya aku langsung refleks menangkapnya sebelum sempat mendarat ke lantai.
Perasaan yang bercampur aduk pun timbul di hatiku. Karena aku sadar, bahwa apa yang kulakukan kepada Nadia saat ini adalah salah. Tetapi demi keberhasilan rencanaku, aku siap untuk menerima konsekuensinya nanti.
Dipa pun langsung berpura-pura panik dan berusaha membantuku memapah Nadia ke dalam mobilnya. Begitu juga Rara yang hanya diam membisu sambil mengikuti kami dari belakang.
Setelah sampai di mobil, Dipa pun langsung memberitahuku untuk mengikutinya mobilnya dari belakang. Aku pun menyetujuinya tanpa banyak tanya.
Hingga beberapa saat kemudian, sampailah kami disebuah jalan yang sangat sepi, yang tampaknya jarang dilewati oleh orang lain. Lewat jendela mobilnya, Dipa pun langsung menyuruhku masuk ke dalam mobil.
"Pake nih." ucap Dipa sambil memberiku sebuah kotak kecil yang berisikan k*ndom.
"Apa gak ada tempat laen bro?" tanyaku berusaha untuk mengulur waktu.
"Lo nyuruh gw bawa cewek pingsan waktu lagi terang gini ke hotel. Lo kira gw gila bro?" jawab Dipa sambil tertawa kecil.
"Kenapa kagak di rumah lo aja?" tanyaku lagi.
"Gw juga masih ngotak kali bro, bokap nyokap gw lagi ada di rumah soalnya." jawab Dipa.
Aku lalu melirik Rara sambil bergumam, "Terus, Rara..."
"Pake sesuka lo aja, dia bakal nurut kok." ucap Dipa dengan santainya. "Iya gak Ra?"
Rara pun memejamkan matanya sambil mengangguk pelan. Dia benar-benar tampak sangat tak berdaya dihadapan Dipa.
Melihat Rara yang tak memberi perlawanan sama sekali, Dipa pun tertawa dengan puas. Dia mulai memandangi wajah Nadia, sambil menjilat-jilat bibirnya sendiri. Sepertinya dia tak bisa lagi menahan nafsu yang sudah menggebu-gebu di dalam dirinya.
Dipa pun mulai membelai rambut Nadia, lalu mencium aroma tubuhnya. Perlahan-lahan dia mulai mencoba melepaskan kancing baju dari Nadia. Saat dia ingin menyentuh lebih jauh, aku pun langsung mengambil foto nya secara blak-blakan.
"Eh, kenapa lo pake foto segala bro." ucap Dipa dengan heran sambil berusaha meraih ponselku.
Aku langsung sigap menghindarinya dan membuka pintu mobil secara tiba-tiba. Dipa pun spontan mengikutiku keluar dari mobil dan berusaha untuk mengejarku.
"Lo mau ngejebak gw ya!" bentak Dipa sambil memelototiku.
"Kok lo takut difoto sih? takut kesebar di sosmed ya?" tanyaku dengan senyuman jahil.
"Hapus gak! Jangan sampe kesabaran gw habis!" bentaknya lagi.
"Ambil sendiri nih... kalau lo berani." ejekku sambil tersenyum sinis.
Dipa pun langsung menerjangku dengan tendangannya. Tapi aku dapat dengan mudah menghindarinya, lalu aku langsung membalasnya dengan tinjuan tepat di tengah wajahnya.
Dia langsung terjatuh ke tanah sambil meraung kesakitan.
"Arghhhh... b*ngsat!!!" teriaknya histeris.
Tapi tak berhenti disitu saja, aku langsung memijak-mijak tubuhnya untuk melampiaskan amarahku yang selama ini kupendam.
"Gara-gara lo!!! Banyak anak orang yang hidupnya jadi hancur b*ngsat!!!" teriakku sambil memijak-mijak perutnya.''
Dipa hanya bisa tergeletak tak berdaya, tanpa bisa melakukan perlawanan sama sekali. Aku sebenarnya tak menyangka bahwa dia akan selemah ini. Ternyata kemampuannya tak sebesar omongannya.
Aku lalu menduduki dadanya, lalu menjambak rambutnya. "Sakit yang lo rasain sekarang ini ga sebanding sama rasa sakit yang mereka rasain b*ngsat!!!" teriakku tepat di depan wajahnya.
Tiba-tiba muncul sebuah motor yang mulai mendekati posisi kami. Ternyata, orang yang muncul adalah orang yang sudah kutunggu-tunggu sejak tadi.
"Lo apain temen gw b*ngsat!" teriak Yudha sambil berlari ke arahku.
Aku hanya tersenyum, lalu berkata dalam hati "Waktunya drama dimulai."
Bersambung...