webnovel

Tertawa Terbahak-bahak

Dalam beberapa saat suasana menjadi hening sebab tiada satu orangpun yang bersuara. Hanya terdengar suara angin yang sedang berhembus diantara pepohonan. Hingga pada akhirnya Ilham dengan perlahan menjawab pertanyaan yang diajukan Melissa.

"Nggak, soalnya gw sama Adel cuma punya hubungan kayak kakak sama adek doang kok." ucapnya sambil tersenyum

Secara spontan aku menoleh ke arah Adellia. Dari raut wajahnya dia terlihat senang, sebab tampak bibirnya yang mulai tersenyum kecil. Sepertinya Adellia sangat percaya akan perkataan yang diucapkan oleh Ilham. Berbeda dengan diriku yang tak sepenuhnya percaya akan perkataannya. Entah kenapa, aku merasa dia sedang bersandiwara saat menjawab pertanyaan dari Melissa.

Mungkin salah satu alasannya karena sikapnya yang dingin terhadapku. Sebab jika dia memang menganggap Adellia sebagai adik, dia pastinya akan bersikap lebih ramah terhadapku yang akrab dengan adiknya. Sedangkan yang kurasakan, seperti ada hawa persaingan yang terjadi diantara kami berdua. Tapi itu hanya intuisiku saja, jadi aku hanya diam dan menyimpannya didalam hati.

"Sekarang lo yang muter botolnya Ham." ucap Riska

"Oke." balasnya singkat lalu tanpa basa-basi langsung memutar botolnya.

Botol mulai berputar dengan cepat, sama halnya seperti jantungku yang berdegup kencang. Aku hanya berharap agar ujung botol itu tak berhenti diarahku. Hingga akhirnya botol itu mulai perlahan-lahan melambat, hingga berhenti. Saat kuperhatikan, ternyata ujung botol itu mengarah kepada Riska.

"Truth or Dare?" tanya Ilham

"Truth." jawab Riska

Tampak ekspresi wajah Ilham yang terkesan ragu dan bingung. Aku tak tahu jenis apa yang akan diajukannya, sebab aku belum mengenal sifat asli darinya. Aku hanya berharap pertanyaannya tidak berkaitan denganku.

"Diantara semua cowok disini, apa ada salah satu cowok yang lo suka?. Kalo ada, coba sebutin alasan lo suka sama dia." ucap Ilham

Riska cuma diam dan tampak ragu menjawab pertanyaan dari Ilham. Raut wajahnya tampak tersipu malu, hingga perlahan dia menoleh dan memandangku, lalu menjawab pertanyaan dari Ilham.

"Ada." jawab Riska pelan

"Cieeeeeee, siapa tuh Ris? Kok lo ga cerita ke gw." ucap Thalia heboh

"Ada deh." balas Riska sambil tersenyum

"Kalo alasan gw suka sama dia, mungkin karena gw ngerasa nyaman banget waktu dekat sama dia. Dia juga selalu ada disaat gw butuh bantuan. Gw bisa ngerasain dia itu orang yang bener-bener tulus. Pokoknya dia beda dari semua cowok yang pernah gw temuin selama ini." jelasnya perlahan sambil tersenyum malu.

"Wahhh, kayaknya gw mulai paham nih." ucap Thalia sambil melirikku.

"Gw gak nyangka bakal sampe seseru ini nih haha." ucap Ivan dengan bersemangat.

"Gw jadi penasaran sama cowok yang dimaksud nih." tambah Jessica

"Udah ah, gw puter ya botolnya." ucap Riska dengan cepat untuk mengalihkan perhatian karena merasa malu.

Dengan hati-hati Riska memegang botol itu lalu memutarnya. Tak lama kemudian, botol itu mulai berhenti dan ujungnya menunjuk ke arah Ivan.

"Truth or Dare?" tanya Riska

"Dare aja deh." ucap Ivan sambil melirik ke arah Thalia. Seperti orang yang takut rahasianya akan terbongkar.

"Oke, kalo gitu lo joget diiringi sama lagu dangdut. Entar kita yang videoin." ucap Riska sambil tersenyum menahan tawa.

"Yahhh, kejam banget lo Ris. Ganti dong requestnya." ucap Ivan memelas.

"Gausah Ris, biarin aja dia joget-joget sendiri hahaha." ucap Thalia senang.

Dengan terpaksa Ivan pun mulai berjoget asik sendirian. Diiringi dengan musik dangdut yang diputar Steven dari handphonenya. Dia mulai melenggak lenggokkan pinggulnya sambil memegang kepalanya. Dia benar-benar sengaja terlihat erotis, karena dia selalu berusaha menggigit bawah bibirnya. Dari ekspresi wajahnya, sebenarnya dia tampak sangat menikmatinya. Sedangkan di sisi lain, Riska dan Thalia sibuk mengabadikan momen itu dengan merekamnya di handphone.

"Lanjut mangg... goyang lagi." teriak Steven dengan bersemangat.

Aku dan yang lainnya hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka berdua. Sedangkan Ivan malah berjoget semakin heboh dan mengajak kami semua untuk ikut bergoyang bersamanya.

"Ayo berdiri semua!!! Waktunya lembang digoyang!!!" teriak Ivan dengan heboh.

Dengan bersemangat Steven juga mulai ikut berjoget sambil berteriak-teriak heboh seperti orang kesurupan. Suasana menjadi makin ramai dan heboh yang dipenuhi dengan suara musik dan tawa kami semua.

Tapi perlahan-lahan aku mulai merasakan ada hawa yang janggal mendekat ke arah kami semua. Spontan aku menoleh ke kiri dan kanan sambil mengaktifkan mata ketigaku. Sesuai dugaanku, ternyata sudah banyak makhluk halus dengan berbagai macam jenis yang sedang menonton dan mengelilingi kami semua.

Mereka memerhatikan kami dengan berbagai macam ekspresi. Ada yang sedang memelototi, ada yang tertawa, dan ada ada yang tersenyum menyeringai. Tapi kusadari bahwa yang paling menonjol adalah jumlah mereka yang sangat banyak.

Aku langsung menoleh memperhatikan Adellia dan Ilham. Tapi aku melihat mereka berdua tidak menyadari situasinya, sepertinya mata ketiga mereka dalam keadaan tidak aktif. Aku menjadi ragu, apa aku harus memberitahu Adellia tentang situasi sekarang atau aku cukup diam saja. Aku merasa makhluk-makhluk itu penasaran dan terganggu dengan aktifitas kami. Sementara itu, Adel mulai tersadar akan diriku yang bertingkah berbeda dan aneh.

"Kenapa Ram? kok wajah kamu serius gitu?." tanya Adellia bingung

"Hmmmm, nanti aja Del aku omongin." jawabku pelan, karena aku menyadari Riska dan Melissa juga sedang memperhatikanku. Aku tak ingin mereka ketakutan karena mendengar ucapanku.

"Omongin apa tuh? Aku juga pengen tau nihh." ucap Melissa penasaran

"Gapapa Mel, ga terlalu penting kok hehe." balasku dengan senyuman palsu.

"Masa sihhh? Kamu boong ya?" tanya Melissa sambil menyikut-nyikut tubuhku.

Aku tak terlalu menanggapi celotehan Melissa, sebab aku menyadari situasinya sudah terasa semakin mencekam. Tanpa berpikir panjang, aku langsung memanggil Lala dibatinku untuk berjaga dari serangan tiba-tiba. Dalam seketika, Lala pun muncul dan berdiri disampingku. Baru saja merasa sedikit lega, perlahan aku menyadari bahwa jumlah para makhluk itu sepertinya semakin lama semakin bertambah. Walau gelap, aku merasa pepohonan itu sudah penuh dengan figur mereka, tampak dari sinar berwarna-warni yang keluar dari kedua mata mereka.

"Ven, matiin lagunya dong." ucapku dengan terpaksa. Karena aku tau, tindakanku ini akan merusak mood dan suasana.

Mereka semua langsung menatapku dengan raut wajah bingung. "Emangnya ada apa Ram?" tanya Steven.

"Kayaknya udah cukup deh. Lanjut Ivan yang muter botol aja." ucapku perlahan

"Lu kenape sih?" tanya Steven berbisik.

"Entar aja gw bilang, ntar lo ketakutan kalo gw ceritain sekarang." bisikku

Mendengar ucapanku membuat Steven tampak semakin bingung, tetapi aku yakin dia paham, bahwa aku bukan tipe orang yang suka mengada-ada.

"Yaudah, lanjut gih van." ucap Steven sambil menatapku dengan curiga.

"Oke, let's go." balas Ivan dengan santai, lalu dia langsung memutar botol di meja. Saat botolnya berhenti, ternyata ujung botolnya mengarah kepada Adellia.

Entah kenapa, Ivan langsung menatapku sambil tersenyum dengan aneh. Aku tak mengerti maksud ataupun kode dari senyumannya itu. Sedangkan raut wajah yang lain tampak sangat antusias dan penasaran.

"Truth or Dare?" tanya Ivan

"Hmmmm, Dare aja deh." jawab Adellia sambil melirik kearahku.

"Oke, kalo gitu coba pilih salah satu cowok disini. Terus coba ajak dia ke kolam renang dibelakang sekarang juga." ucap Ivan sambil mengedipkan mata kearahku.

"Buat apa emangnya disana? Terus waktunya berapa lama?" tanya Adellia

"Terserah mau ngapain, waktunya 30 menit." jawab Ivan

"Eh ga adil dong, masa darenya cuma berdua doang, ganti requestnya lah." protes Melissa

Sementara itu, Jessica,Thalia dan Steven hanya memandangiku dengan senyuman ambigu sambil menahan tawa. Sepertinya mereka sudah saling mengerti dan hanya berpura-pura polos saja. Sedangkan di sisi lain, Riska dan Ilham tampak ingin berbicara tapi terlihat ragu. Sepertinya mereka juga tidak menyetujui permintaan dari Ivan tetapi tidak berani mengungkapkannya.

"Gimana Del? Berani gak?" tantang Ivan sambil tersenyum.

"Hmmmm, oke deh." ucap Adel setelah sesaat tampak bimbang.

"Mau sama siapa nih?" tanya Ivan lagi.

Tanpa menjawab pertanyaan dari Ivan, perlahan Adel bergerak mendekatiku lalu mengulurkan tangannya kearahku. Dia hanya memandangku tanpa mengucapkan apapun. Dari raut wajahnya, tampak dia sedang berusaha menahan rasa malu.

Merekapun mulai menyoraki kami berdua sambil tertawa. "Cieeee...cieee...hahaha".

Sedangkan Melissa dan Riska hanya menatapku dengan raut wajah cemberut. Ilham hanya meresponku dengan sebuah tatapan dan ekspresi yang datar.

Sekilas aku melupakan situasi sekitarku yang sudah dipenuhi dengan makhlus halus. Aku membalas uluran tangan Adellia dan tanpa berkata-kata langsung berjalan menuju kolam renang belakang villa.

Saat menggenggam tangannya, aku merasakan sentuhan dingin dari telapak tangannya yang lembut dan halus. Saking nyamannya, aku sampai bisa melupakan keadaan semua sekitarku.

Disepanjang perjalanan kami berdua hanya diam tanpa berucap apa-apa. Hingga tak lama kemudian, setelah sampai di kolam renang belakang. Adellia langsung membuka pembicaraan.

"Ram, kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Adel penasaran.

"Mata ketiga kamu lagi non-aktif ya Del?" balasku dengan tanya

"Iya Ram, emangnya ada yang aneh tadi?" tanyanya bingung.

"Sebenarnya aku ngeliat banyak makhluk halus yang kelilingin kita dari tadi Del." jawabku serius

"Ha? masa sih? perasaan sejak sore tadi aku gak ngerasa ada yang aneh di villa ini." ucap Adel dengan heran.

"Aku juga ngerasa gitu Del. Tapi kenyataannya tadi aku ngeliat jumlahnya bahkan sampai gak kehitung." ucapku perlahan

"Hmmmm, mungkin asalnya bukan dari sini Ram." balas Adel dengan dahi yang tampak mengernyit.

"Maksud kamu Del?" tanyaku bingung

"Kemungkinan disekitar sini ada kerajaan ghoib Ram. Bisa jadi villa ini masih tergolong daerah mereka." jawab Adel

"Hmmmm, apa ini gak bahaya Del? Mereka bisa aja ngeganggu anak-anak yang lain nantinya." ucapku

"Gausah terlalu dipikirin Ram. Selama kita gak ngeusik mereka, kayaknya kita bakal aman-aman aja kok Ram." balas Adel dengan santai

"Iya juga sih Del, semoga aja gak ada gangguan selama kita disini." ucapku berharap kejadian seperti tadi tak terulang lagi.

Beberapa saat kemudian kami cuma duduk dengan diam, hingga perlahan suasana berubah menjadi hening kembali. Sepertinya kami berdua sudah kehabisan topik untuk dibicarakan. Entah kenapa saat itu aku merasa canggung dan tak bisa memikirkan topik pembicaraan apapun. Kami berdua hanya sesekali menoleh dan melirik canggung layaknya sedang saling curi-curi pandang.

Hingga pada akhirnya, tatapan mata kami bertemu secara langsung. Seketika waktu rasanya telah berhenti dan menyisakan kami berdua yang masih saling bertatap-tatapan. Aku dapat memandang jelas semua lekukan wajahnya. Mulai dari bola matanya yang hitam, hidungnya yang mancung, hingga bibirnya yang merah merona. Hingga tak tahu sudah berapa lama kami sudah berada diposisi itu, pada akhirnya kami berdua pun mulai tertawa tanpa alasan.

"Pffftttt... hahahahaha."

"Hahahahahahaha..."

Aku tak mengerti mengapa kami berdua tertawa terbahak-bahak saat menatap satu sama lainnya. Entah kenapa aku merasa lucu akan sikap canggung kami saat itu, hingga aku sampai tak bisa menghentikan tawaku. Begitu juga dengan Adellia yang masih memegangi perutnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Beberapa saat kami berdua tertawa layaknya sedang mendengar lelucon yang sangat lucu. Hingga saat aku tak sengaja menoleh ke arah kaca. Aku melihat Steven yang sedang mengintip kami berdua dengan tatapan horror dan ketakutan. Aku tak tahu sudah berapa lama dia berdiri mengintip kami dari sana.

"Woiii tolong, itu Rama sama Adel lagi kesurupan!!!" teriaknya sambil berlari dengan histeris.

Seketika aku dan Adel berhenti tertawa. Kami hanya menatap satu sama lainnya dengan ekspresi heran.

Bersambung...

Next chapter