webnovel

Memori yang Indah

"Kamu udah siap Del?" tanyaku dengan serius

"Udah Ram, tapi kamu jangan sampai lengah ya Ram." ucap Adel

Malam itu aku dan Adellia datang ke rumah Riska sebelum tengah malam tiba, dengan tujuan untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu. Sebelumnya Adellia meminta untuk disiapkan sebuah ruangan kosong yang hanya bisa dimasuki oleh kami berdua saat sedang melakukan prosesi pembersihan. Jadi Riska dan orangtuanya hanya bisa menunggu diluar saja agar tidak mengganggu konsentrasi dari Adellia.

Sebelum melakukan raga sukma, Adellia mengingatkanku untuk berhati-hati karena tidak menutup kemungkinan akan adanya serangan dari si dukun. Oleh sebab itu Adellia membuat perlindungan pagar ghoib diluar rumah dan didalam ruangan untuk mengantisipasi serangan balik dari dukun tersebut. Hingga akhirnya bertepatan pada pukul 12 malam aku mulai berbicara dengan Adellia.

"Jadi, Lala aku suruh ngikut buat bantuin kamu ya Del?." tanyaku

"Gausah Ram, aku sendiri udah cukup kok, yang penting kamu bantu jagain disini aja." jawabnya

"Yaudah Del, tapi hati-hati ya, kalo udah ga sanggup jangan dipaksa." ucapku khawatir

Adellia hanya tersenyum melihat tingkahku yang khawatir. Lalu dia langsung mengambil sikap posisi meditasi duduk bersila dilantai setelahnya. Aku berusaha untuk tidak mengeluarkan suara apapun karena aku mengerti, untuk melakukan raga sukma membutuhkan konsentrasi yang sangat tinggi. Suara hembusan nafas yang teratur mengisi ruangan yang kami tempati, sepertinya Adellia sedang melakukan olah nafas untuk membangkitkan energinya.

Tak terasa puluhan menit waktu sudah berlalu, perlahan-lahan suasana ruangan berubah menjadi hening total. Saat aku memandang Adellia, tampaknya dia bernafas dengan sangat pelan. Saking halusnya, aku sampai tak bisa mendengarnya. Wajahnya tampak tenang serasa tak memiliki beban. Jika diperhatikan lebih seksama, dia terlihat seperti kondisi orang yang sedang tertidur.

"Dia sudah berangkat pergi." ucap Lala yang tiba-tiba muncul disampingku.

Aku menarik nafas dalam-dalam dan hanya bisa berdoa agar tidak terjadi apa-apa saat dia melakukan raga sukma. Karena aku belum punya pengalaman akan hal itu, jadi aku tak bisa memberikan banyak saran atau bantuan kepadanya.

Detik demi detik waktu berjalan, tapi Adellia belum terbangun juga dari meditasinya. Semakin lama waktu berjalan, aku menjadi makin khawatir dan mulai berpikir terjadi sesuatu kepadanya.

Saat aku tenggelam didalam pikiran dan imajinasiku sendiri, suara geraman dan teriakan dari luar berhasil membangunkanku. Sepertinya apa yang diprediksi Adellia benar-benar terjadi. Serangan balik dari dukun itu akhirnya tiba, aku langsung mendekat ke tubuh Adellia sambil mempersiapkan diri.

Suara diluar semakin kuat dan ramai, tanda bahwa mereka memiliki jumlah yang cukup banyak. Aku langsung memerintahkan Lala untuk menjaga tubuh Adellia sebagai prioritas utama. Sebab aku tahu, si pria berjubah merah pasti akan muncul jika makhluk kiriman si dukun itu mencoba untuk menyerangku.

Satu jam waktu sudah berlalu sejak Adel berhasil melakukan raga sukma. Makhluk-makhluk diluar sepertinya menjadi makin ganas menyerang pagar ghoib yang dibuat Adellia. Hawa mereka terasa sudah makin mendekat, artinya pagar ghoibnya sebentar lagi akan tertembus oleh mereka. Tubuhku mulai terasa makin tegang beriringan dengan suasana yang juga menjadi terasa berat dan panas. Tanpa bertatapan langsung pun aku bisa merasakan hawa negatif yang mereka keluarkan.

Beberapa saat kemudian, suara orang tertawa dan berteriak muncul dari luar ruangan diiringi dengan suara panik penghuni rumah ini. Sepertinya pagar ghoib diluar sudah tertembus. Makhluk-makhluk itu juga sudah mulai merasuki para penghuni rumah. Tak lama berpikir, aku langsung memerintahkan Lala untuk tetap menjaga tubuh Adellia tak peduli apapun yang akan terjadi. Setelah memerintahkannya aku langsung bergegas keluar ruangan untuk membantu penghuni rumah yang kesurupan.

Baru saja aku membuka pintu, aku sudah melihat pemandangan berbagai macam makhluk halus yang telah memenuhi semua sudut ruangan. Mulai dari genderuwo, pocong, kuntilanak, siluman, hingga berbagai jenis yang tak bisa kujelaskan. Mereka menatapku dengan ganas layaknya sedang melihat seekor mangsa. Beberapa dari makhluk itu tak tinggal diam, mereka tak bisa menahan nafsu liarnya dan langsung menerjang ke arahku dengan ganasnya.

Tetapi untungnya skenario yang terjadi sesuai dengan dugaanku. Sebab pria berjubah merah langsung muncul didepanku lalu menghadang para makhluk yang mencoba menyerangku. Makhluk yang ingin menyerangku langsung terpental kebelakang dan menatap kami dengan penuh amarah dan was-was.

"Pergi dari sini atau binasa!" bentak pria berjubah merah

Makhluk-makhluk itu menjadi tampak ragu antara menyerang kami atau tidak. Sepertinya mereka menyadari kemampuan mereka yang tak sebanding dengan si pria berjubah merah. Mereka hanya bisa berusaha menggertak, walau tampak dari ekspresinya bahwa mereka sebenarnya ketakutan.

Hingga beberapa saat kemudian, muncul makhluk bertubuh ular dengan kepala manusia, atau yang biasanya disebut siluman ular. Tampak tubuhnya yang berukuran raksasa, sisiknya berwarna hijau, rambutnya panjang, dan wajahnya mirip seperti seorang pria dewasa. Yang tampak paling unik darinya adalah lidahnya yang sangat panjang dan bercabang dua. Dia selalu menjulurkan lidahnya itu layaknya seekor ular.

"Serang mereka atau kalian lebih memilih lenyap ditanganku." ancamnya kepada para bawahannya.

Mendengar ucapannya, semua makhluk itu berteriak menjadi-jadi dan tanpa ragu bergerak menyerang kami. Sepertinya mereka tidak memiliki pilihan lain selain menuruti apa perkataan siluman ular itu.

Pria berjubah merah hanya meresponnya dengan senyuman sinis yang muncul dari bibirnya.

"HAHAHAHAHAHA!!!!!!"

Seketika dia tertawa dengan suara yang sangat keras, yang ternyata berhasil membuat makhluk-makhluk itu terpental kebelakang.

Tak hanya itu saja, perlahan-lahan tubuhnya berubah bentuk. Tubuhnya mulai membesar dan mengeluarkan sisik berwarna merah. Wujudnya yang awalnya berbentuk manusia, seketika berubah menjadi ular naga berwarna merah.

Tanpa banyak omong, dia langsung menyerang para makhluk kiriman itu secara membabi buta. Dia mulai mengibaskan ekornya untuk menghempaskan semua lawan secara bersamaan. Lalu dia menggigit para makhluk itu sampai tubuhnya tampak terkoyak-koyak tak beraturan. Beberapa dari makhluk itu bahkan langsung ditelan secara hidup-hidup.

Aku hanya bisa melihatnya dari posisi belakang. Aku dapat melihat jelas ekspresi dari semua makhluk itu. Tampak ekspresi semua makhluk itu tampak ketakutan akibat keganasan dan terror dari penjagaku. Jumlah mereka yang awalnya memenuhi seluruh sudut ruangan, kini berkurang dengan drastis.

Banyak dari mereka berhasil menancapkan serangan ke tubuh penjagaku, tetapi serangan yang mereka berikan seperti tak mempunyai efek yang berarti. Penjagaku tampak tak merasakan sakit sama sekali, dia bahkan tak memperdulikan semua serangan lawan yang berhasil mengenainya. Dia malah terlihat semakin ganas dan beringas saat melakukan perlawanan.

Perlahan-lahan semua makhluk kiriman itu mulai terpukul mundur dan menyisakan hanya beberapa makhluk saja. Melihat situasi yang seperti itu, siluman ular yang berwarna hijau itu pun tak tinggal diam.

"Dasar tidak berguna kalian semua!!!" teriak siluman itu kepada bawahannya.

Lalu dia mulai bergerak mendekati penjagaku dan langsung berusaha melilit tubuhnya dengan cepat.

"Hahahaha, sekarang kau tak bisa berbuat apa-apa lagi." tawa siluman ular hijau.

"Kau mau kubunuh atau menyerah dan menjadi anak buahku?" tanyanya

Mendengar ucapannya malah membuat penjagaku tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHAHAHA" tawanya dengan suara yang menggelegar.

"Kau masih bisa tertawa?" ucap siluman ular hijau itu dengan penuh amarah.

Dengan nada yang remeh, penjagaku berkata, "Jadi, cuma segini saja kekuatanmu?"

Siluman ular hijau itu tampak sangat marah, lalu dia berteriak "Sialan, mati kau!!!"

Siluman ular hijau itu lalu berusaha menerkam kepala dari penjagaku. Tapi apadaya usahanya malah menjadi malapetaka bagi dirinya sendiri. Sebab penjagaku langsung menerkam balik kepala ular itu dan menelannya mulai dari kepala hingga ekornya seperti menghisap mie.

"Kau tau? Aku paling membenci jika ada makhluk yang menyerupai wujudku." ucapnya santai.

Melihat pemimpinnya telah ditelan hidup-hidup, para makhluk kiriman yang tersisa itu pun langsung menghilang melarikan diri. Termasuk juga dengan mereka yang merasuki tubuh para penghuni rumah Riska. Karena situasi sudah menjadi aman dan terkendali, aku langsung menghampiri Riska dan Ayahnya.

Riska dan ayahnya masih tampak panik. Saat melihatku datang mendekat, mereka langsung meluncurkan banyak pertanyaan, tapi aku meresponnya singkat karena ingin mengecek keadaan Adellia secepat mungkin.

"Sekarang udah aman kok om, kak. Saya masuk ke ruangan dulu ya untuk memastikan keadaan Adellia." ucapku cepat dan langsung bergegas pergi masuk ke kamar.

Saat aku sudah berada di ruangan, aku melihat Adellia masih menutup matanya dalam posisi meditasi. Tanpa berpikir panjang aku langsung mendekat dan duduk disebelahnya. Walaupun sudah berhasil mengusir makhluk kiriman dari dukun tersebut, perasaanku masih belum tenang karena kondisi Adel yang belum sadar. Aku hanya bisa berdoa didalam hatiku, agar tak terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Aku hanya bisa diam dengan hati yang gelisah menunggunya diruangan itu.

Hingga tak tahu sudah berapa lama aku menunggunya diruangan itu, membuatku tak kuasa untuk melamun dan tak sadar akan semua kondisi disekitarku. Hingga sebuah sentuhan lembut ditanganku yang berhasil menyadarkanku. Aku menoleh dan menyadari bahwa pandangan mataku dan Adellia saling bertemu. Sebelum aku berhasil membuka mulutku dan mulai berbicara, Adellia sudah memposisikan jari telunjuknya tepat dibibirnya. Sebagai tanda untuk menyuruhku diam dan tidak berbicara.

Saat itu juga aku baru menyadari bahwa salah satu tangan kami sedang saling berpegangan dibawah lantai. Adellia memejamkan kedua matanya lengkap dengan senyuman manis yang terpancar dari bibirnya. Hingga aku paham, sepertinya Adel ingin kami berduaan menikmati momen ini dalam keheningan. Pada akhirnya kami berhasil mengubah situasi yang menegangkan ini menjadi sebuah kenangan dan memori yang indah.

Bersambung...

Next chapter