webnovel

BAB II : CHAPTER 14 : Madeleine yang malang 3

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

Pagi hari, Psyce sudah berada di dalam hutan untuk mencari kayu bakar dan mengambil beberapa buah buahan yang dipetiknya.

Ia berniat untuk pergi ke sungai, berharap burung elang yang ia lihat kembali ke tempat kemarin. Untuk itu, dirinya sudah bersiap membawa beberapa buah untuk diberikannya pada burung elang cantik teman barunya.

Sebenarnya ia tak tahu apa makanan yang biasa elang makan, dan apa kesukaannya. Jadi, Psyce hanya membawa beberapa buah yang ia temui di hutan menuju ke sungai.

Suara gemericik air sungai yang mengalir mulai terdengar, menandakan jika dirinya sebentar lagi akan segera sampai ke daerah sungai.

Dengan semangatnya, Psyce melangkah untuk segera sampai ke sungai. Sambil berharap harap jika burung kemarin sudah berada disana menunggunya.

Setelah sampai di tepi sungai, tak ada elang yang ia temui kemarin. Padahal hatinya sudah berharap akan kehadiran elang tersebut. Elang tersebut adalah teman pertamanya.

Dengan wajah kecewa, Psyce mengistirahatkan tubuhnya di rumput sisi sungai dan bersandar pada pohon besar yang rindang untuk berlindung dari matahari yang semakin terik.

Sejak dirinya bangun, ibunya sudah tidak ada di rumah karena sudah pergi bekerja. Dirinya yang berbaring di lantai, mendapati selimut yang menyelimuti tubuhnya. Entah kapan dan siapa yang memberikannya selimut. Apa ibunya?

Lebih anehnya lagi adalah, saat ia terbangun rasa sakit akibat lebam dan luka yang masih baru kemarin sudah menghilang tak berbekas bagai tak ada satu lukapun. Psyce memperhatikan tangan dan kakinya yang kemarin masih ada bekas luka.

Namun sejauh ia memperhatikan, tak ada satupun luka yang membekas di tubuhnya. "Aneh.."

Ditengah lamunannya, suara burung elang yang cukup keras membuat ia mengalihkan atensinya untuk mencari sumber suara yang ia dengar.

Matanya menatap ke arah balik tebing dan mendapati elang yang ia tunggu tunggu tengah terbang menuju ke arahnya. Psyce tentu saja langsung menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman melihat temannya.

Psyce segera berdiri dan menjulurkan tangannya meminta sang elang untuk bertengger di tangannya. Si elang dengan patuhnya bertengger di tangan Psyce.

"Nahh elang pintar.. aku punya sesuatu untukmu"

Psyce mengeluarkan beberapa buah buahan yang ia bawa dan menyodorkannya pada sang elang buah yang ia bawa tadi. Mata tajam elang tersebut menatap buah yang di sodorkan Psyce, hanya menatap tanpa mau memakannya.

Psyce mengerutkan dahinya bersedih karena elang yang tak kunjung memakan buah yang ia bawa. "Ahh.. kau tak menyukainya ya? maafkan aku, aku tak tahu apa makanan kesukaanmu.."

Setelah mengatakan hal tersebut, elang langsung melahap buah yang tadi di sodorkan oleh Psyce dan terbang ke arah kantong makanan milik Psyce seolah mengerti apa yang dikatakan Psyce dan tak mau mengecewakannya.

"Elang yang sangat pintar.."

"Ternyata kau menyukainya? syukurlah.." Psyce tersenyum senang kala elang tersebut memakan semua buah yang ia bawa.

Sang elang terbang ke arah sungai dan segera meminum air jernih di dalamnya. Psyce berjalan ke arah sungai dan memperhatikan elang yang tengah minum itu.

"Kau cantik sekali.. bulu bulumu sangatlah berkilau bila terkena sinar matahari,"

"Pasti ibumu juga sangat cantik dan lebih besar.."

Elang putih itu hanya diam memandangi Psyce dari tempatnya bertengger. Ia memiringkan kepalanya menatap Psyce yang terlihat sedih.

"Hei Elang, kuharap kau selalu kemari karena aku akan sering kemari dan memberimu makanan..."

"Kau mau kan berteman denganku? Winter?"

Psyce mengangkat kepalanya dan menatap elang putih yang juga tengah menatapnya di tempat ia bertengger dengan senyum yang manis.

"Aku sudah memikirkannya, mulai sekarang kau akan kupanggil winter ya? karena bulumu seperti salju yang aku lihat di buku dongeng favoritku.."

"Besok aku akan membawa buku tersebut dan memperlihatkannya padamu."

"Winter adalah teman pertamaku, terima kasih winter.."

Burung elang tersebut terbang untuk lebih dekat dengan Psyce, melihat lebih dekat Psyce yang tersenyum sangat manis.

----------

"Yang mulia.."

"Kami sudah mencari anak tersebut ke seluruh penjuru negri, tapi tak ada anak atau bayi dengan mata abu abu dan rambut silver lagi yang mulia."

"Kau pikir kenapa ibunya ada sedangkan anaknya tak ada?"

"Kemungkinan yang bisa diambil adalah bayi itu sudah mati yang mulia.."

"Dan kenapa jasadnya tak bisa ditemukan?!"

Prang!

Suara vas bunga yang terjatuh dan pecah di lantai marmer itu terdengar nyaring di kamar sang kaisar akibat kemarahannya.

"Ini sudah 11 tahun segera 12 tahun semenjak hari itu, tapi kenapa tak ada hasil hidup atau jasadnya yang ditemukan?!!"

"Itu karena dia menyembunyikannya!!"

"Cari dia sampai kemanapun Chaiden! atau posisi kaptenmu akan kuganti dengan manusia yang lebih berguna daripada dirimu"

"Baik yang mulia.."

Pintu kamar tertutup setelah kapten Chaiden keluar dan melaporkan hasil pencariannya mengenai bayi yang dilahirkan Madeleine 11 tahun lalu.

"Kalau dia masih hidup, itu artinya dia sekarang berumur 11 tahun. Apa dia laki laki atau perempuan.."

"Penerus sah tahta kekaisaran.. aku harus segera menyingkirkannya"

Oars berjalan keluar kamarnya dengan tatapan dingin melewati prajurit penjaga di istana. Langkah kakinya membawanya pada istana bagian selatan yang terletak di belakang istana utama kerajaan Lurie. Lebih tepatnya, tujuannya adalah menuju ke penjara bawah tanah.

"Yang mulia.."

Oars mengangkat tangannya dan mengibaskannya dua kali untuk mengusir penjaga tersebut. Penjaga tersebut segera pergi setelah mendapat perintah dari raja mereka.

Kakinya melangkah ke arah penjara yang terletak di paling ujung ruangan. Penjara paling lembab dan gelap berada disana, yang diisi oleh tahanan yang ia masukan 11 tahun lalu.

`

"Ada apa kau repot repot kemari? kau membutuhkan bantuanku?"

"Sampai kapanpun, bahkan jika kau mencium kakiku, aku tak akan membuka mulutku Oars!"

Seorang wanita yang wajahnya tertutupi oleh kegelapan di dalam penjaranya itu berucap tajam pada Oars yang adalah seorang kaisar. Meskipun wajahnya tenggelam dalam kegelapan, namun sorot matanya seakan menampakan cahaya karena tatapan tajamnya.

"Jangan sombong Madeleine.. aku bisa kapan saja membunuhmu."

"Kau seharusnya diam saja,"

"Aku akan membuat semua orang berlutut dibawahmu dan menyembahmu, tapi kau membuang itu semua hanya demi seonggok daging yang akan menghancurkanku"

Suara besi borgol yang mengikat kaki wanita tahanan di dalamnya itu berbunyi dengan nyaring.

"Seonggok daging yang kau sebut itu adalah darah dagingmu pria brengsek!" seru Madeleine dengan lantang sembari memegang kerah baju yang dipakai Oars.

"Jika benar dia anak ku, tapi kenapa salah satu penguat kalau dia darah dagingku yang seharusnya sangat mirip denganku atau kau malah lebih terlihat mirip dengan kaisar yang sudah kubunuh itu?!"

Mata Madeleine yang menatap tajam Oars perlahan meredup dan berganti dengan tatapan penuh pertanyaan dan meminta penjelasan lebih.

Oars baru saja menyadari apa yang ia ucapkan. Ia segera menetralkan raut wajahnya dan melepas tangan Madeleine yang memegang kerah bajunya. Ia memutarkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Madeleine.

Madeleine yang dalam sekejap pikirannya dalam keadaan kosong kemudian kembali dan menatap Oars yang sudah melenggang pergi.

"Kembali kesini Oars! apa yang kau katakan tadi adalah pengakuanmu? pria pengecut!" Teriak Madeleine dengan suara seraknya.

Oars sama sekali tak menghiraukan apa yang Madeleine ucapkan, pria itu terus melenggang pergi tanpa melihat ke belakang lagi.

-

-

-

tbc

Next chapter