Pagi menyapa kota. Suasana khas akhir pekan terasa begitu kental sekarang ini. Rumi tak henti-hentinya menatap jajaran bunga di depan rumah tua, peninggalan sang nenek. Meratapi nasib, mungkin begitu kiranya yang sedang Rumi lakukan. Dia tak berdiri dengan pakaian compang camping atau semacamnya, Rumi sudah tapi dengan setelan kaos panjang berkerah V dipadukan celana blue jeans murahan dan sepasang sepatu putih tak bermerk. Bukan hal yang aneh, Rumi tak suka barang branded seperti anak muda metropolitan pada umumnya. Selain itu membebani keuangannya, Rumi juga tak punya waktu untuk merawat barang mahal seperti itu. Asalkan nyaman dipakai dan pas di kantong, Rumi akan membelinya.
Klakson motor membuyarkan lamunan Rumi. Bunga indah, sebagian sudah layu kini tak menjadi fokus gadis itu lagi. Tatapannya tertuju pada siapa yang baru saja datang. Bibinya. Wanita itu datang dengan mengendari sepeda motor yang terlihat masih begitu baru. Memarkirkannya, lalu turun selepas melepas helm hitam yang membungkus kepalanya.
Pakaiannya, seperti biasa, membentuk lekuk pinggang dan menonjolkan beberapa bagian tubuhnya. Bukan hal yang aneh, Nana adalah jalang malam yang hidup dengan cara yang elit.
"Aku bawa motor," ucapnya tiba-tiba. Tak ada angin tak ada hujan, Nana memberikan kuncinya pada Rumi. "Untuk kamu."
Rumi melirik kunci motor itu. Diam, membisu. Tangannya seakan berat untuk menerimanya. Mungkin ada embel-embel di belakangnya nanti. Seperti misalnya Bibi Nana menginginkan Rumi untuk ikut bekerja bersamanya. Dia berubah pikiran.
"K--kenapa ...." Suara lirih gadis itu menyela.
"Ambil saja. Katanya kamu butuh untuk jaminan." Nana menarik tangan Rumi, memaksa gadis itu untuk menerimanya. "Entah mau kamu pakai untuk wira-wiri ke sana kemari, mencari pekerjaan, atau sekadar mondar-mandir cari angin ...." Nana menghentikan sejenak kalimatnya. Menatap penampakan rumah di belakang Rumi. "Atau mau kamu jual nantinya, itu bukan urusanku. Ini punyamu."
"Aku tidak membutuhkannya." Rumi bersikeras. Berniat mengembalikan kunci motor itu.
"Tidak, kamu membutuhkannya. Aku akan pergi beberapa minggu ke Malaysia. Setidaknya aku meninggalkan jaminan untuk kamu."
Rumi mengerutkan keningnya. Pekerjaan sebagai wanita malam simpanan pria berhidung belang juga mengharuskan dirinya pergi ke Malaysia? --itulah arti tatapan Rumi sekarang. Ia heran, setahunya, Bi Nana hanya suka mondar mandir, keluar masuk dari satu bangunan ke bangunan malam yang berjejal di pinggiran kota. Pakaian minimnya selalu berubah-ubah kalau habis keluar masuk di bangunan yang berbeda.
"Benar, aku ada pekerjaan di sana. Priaku meminta untuk menemaninya bisnis di Malaysia. Dia butuh angin penyejuk setelah lelah bekerja." Nana memicingkan matanya. Rumi aneh, seakan tak terima dengan keputusannya. "Bayarannya lumayan. Itu bisa nutup SPP kamu akhir tahun," tukasnya ketus. Berulang kali Nana berkata bahwa dia tak peduli dengan Rumi. Namun, nyatanya, siang malam dia terus terbayang-bayang wajah Rumi saja. Dia khawatir, jujur saja. Bagaimana pun juga, Rumi adalah anak dari kakaknya.
"Jika tidak butuh sekarang, setidaknya simpanlah untuk nanti. Kita tidak tahu apa yang kamu butuhkan." Nana memaksa. "Surat-suratnya ada di dalam jok motor. Itu motor baru, bukan curian," imbuhnya lagi. Meninggalkan Rumi selepas menyelesaikan kalimatnya. Dia berjalan kaki, bukan naik motor itu lagi.
Rumi memangilnya beberapa kali, tetapi Nana mengabaikannya mentah-mentah. Tujuannya datang hanya untuk memberikan itu pada Rumi. Bukan yang lain.
••• Big Man Season 1 •••
Mr. Tonny menatap pemandangan aneh di depannya. Tak asing untuk suasananya, tetapi asing untuk wajah dan tokoh pelaku dalam rekam video yang dikirimkan padanya siang ini. Sudah dikatakan dengan jelas, bahwa Mr. Tonny mengawasi semua yang ingin ia awasi. Semuanya yang berhubungan dengan Rumi ada di bawah pengawasannya sekarang.
Adegan panas anak muda, bahkan video itu menunjukkan semua bagian intim dari dua sejoli yang sedang dimabuk cinta. Bukan hal yang tabu, Mr. Tonny sudah sering mendapati pemandangan seperti ini. Ia bahkan ahli dalam permainan yang sama.
"Kirimkan itu pada Rumi." Ia memerintah. Perintah itu tentunya bukan hal yang wajar.
"Anda serius, Mr. Tonny?" Ia mengerjapkan matanya. Memastikan bahwa apa yang baru saja didengar bukan sebuah kesalahan. "Jika Rumi melihatnya, mungkin dia akan patah hati. Dia adalah kekasih Rumi."
Mr. Tonny tersenyum tipis. Miris rasanya, tetapi inilah tujuannya. "Rumi harus punya alasan untuk lepas dari kekasihnya bukan?" Ia menoleh. Menatap anak buahnya. "Dia akan memutuskan kekasihnya setelah melihat ini. Jika dia benar-benar punya hati, maka dia akan terluka."
"Belum lama sejak kematian neneknya, Rumi akan kembali sakit hati, Sir. Dia akan menangis dan—"
"Kau bekerja untuk Rumi?" Mr. Tonny menyahut. Sejauh dia meminta Rumi untuk menjadi istrinya, Mr. Tonny tak benar-benar punya hati dan perasaan untuk gadis itu. Tujuannya hanyalah untuk meneruskan keturunan. Dia tak ingin setelah sepeninggal sang ayah nanti, Hawtorn akan meredup sebab dirinya menua tanpa meninggalkan keturunan yang pantas.
"Tidak, Sir."
"Maka lakukan hal itu. Kirimkan videonya pada Rumi. Sebarkan itu ke forum sekolah dan buat dia malu." Mr. Tonny bangun dari tempat duduknya. Membenarkan jas dengan merapatkan kancingnya. "Aku akan mendengar kekacauan itu paling lambat besok hari Senin. Jangan menunda apapun." Ia menutup kalimatnya. Tegas suaranya, tak ada keraguan apapun. Mr. Tonny pergi meninggalkan ruangan selepas menyelesaikan kalimatnya.
••• Big Man Season 1 •••
Suara pintu diketuk, Rumi berjalan ke ambang pintu menyambut tamunya. Dia tidak pergi kemanapun hari ini, selepas mendapat hadiah mengejutkan, Rumi terus saja berpikir ini itu, tak karuan. Pikirannya hanya perihal hal buruk saja, tak ada sisi baik yang bisa diambil olehnya sekarang.
"Gilang?" Dialah tamunya siang ini. Gilang, sang kekasih. Membawakan beberapa kotak pizza untuk kekasihnya.
Dia tersenyum manis. "Aku yakin kamu tidak punya teman siang ini," ucapnya tiba-tiba sembari memamerkan apa yang ia dia bawa. "Ada diskonan, jadi aku tidak membeli dengan harga yang mahal." Gilang melanjutkan. Seakan sudah hapal bahwa jika dia menghabiskan uangnya dengan berlebihan, Rumi akan memarahi dirinya habis-habisan.
"Buy one get one!" Gila mengusap puncak kepala sang kekasih. Masuk ke dalam rumah.
Rumi mengekori kekasihnya. "Ada minumnya juga?" tanyanya. "Jika tidak ada—"
"Duduk saja. Kita makan ini sama-sama." Gilang menyahut. Memotong kalimat gadis di sisinya. Rumi hanya bida mengangguk, menurut.
Inilah Gilang. Sisi yang tidak pernah diketahui oleh orang barang. Dia adalah pemuda yang terlihat bak playboy jalanan, tetapi ketika sudah mencinta satu perempuan, dia akan memperlakukan perempuan itu layaknya seorang ratu. Rumi kadang kala merasa beruntung, meksipun kadang kala hubungannya terlalu rumit dan pelik ketika mendengar desas desus Gilang bersama perempuan lain.
... Bersambung ....