webnovel

Ramai Foto Instagram

Malam terakhir di Milan, Tyra memilih untuk beristirahat di hotel. Salju tipis tipis turun malam itu, membuat Tyra harus mengenakan coat tebal dan mahalnya meski Ia hanya sekedar duduk bersantai di balkon hotel. Udara dingin seperti ini sangat disukainya, membuatnya nyaman memejamkan mata, bermeditasi usai padat kegiatan. Aroma herbal dari seduhan jahe dan rempah rempah khas Indonesia yang selalu dibawanya setiap bepergian itu bantu menyegarkannya, selain asap panas yang mengepul menghangatkan.

"Hahh …" Tyra menyandarkan tubuhnya ke kursi panjang, sembari meluruskan kaki jenjang terbungkus kaus kaki merah tebal di ujung.

Semakin syahdu, suara decak air, angin yang membawa salju turun, dan suara kendaraan di jalan raya itu berpadu harmonis sedemikian rupa. Tyra menyukai kesunyian, itu menariknya dari realita barang sejenak, membuatnya menapaki ruang pikir yang mungkin belum sempat dijelajahi.

Namun Tyra harus membuka matanya kembali beberapa menit kemudian, lantaran dering ponsel pendistraksi yang lupa diatur diam. Agak malas Tyra meraih benda pipih berwarna emas itu.

Jehian Alsy Nathaniel is calling …

Tyra menghela nafasnya sejenak, mendadak turun mood karena semalam ini atasannya di perusahaan sekaligus 'calon mertua' nya itu menghubungi. Apa tidak ada hari lain? Pikirnya sebal meski tetap merespon.

"Halo, Pak Alsy," sapa Tyra ramah nan diplomatis dan sopan. Apa daya? Ia seorang pekerja, seistimewa apapun statusnya.

"Hey Tyra, berapa kali Aku harus bilang? Panggil 'Papa' saja, jangan terlalu kaku," ujar pria lewat paruh baya bernama panggil Alsy itu. Bukan sok akrab, tapi memang pria itu sangat menyukai dan mengandalkan Tyra dalam hal apapun.

Tyra hanya tersenyum tipis, membenarkan pakaian hangatnya lebih erat karena angin semakin kencang bertiup, "Iya, Papa. Ada apa? Kak Dhaffi dan Kelly pasti sudah memberikan laporan padamu tentang acara hari ini bukan? Apa ada yang kurang?" tanyanya langsung menembak poin inti pembicaraan.

"Iya. Papa sudah menerimanya. Selamat dan terimakasih ya, Tyra. Kau memang selalu bisa diandalkan," puji Direktur Utama itu, membuat Tyra tersenyum sebagai apresiasi untuk dirinya sendiri, "Terimakasih kembali, Pa. Terimakasih atas kesempatannya yang … luar biasa, selalu," ujarnya tulus.

"Ya, kalau begitu, Papa ingin mengajakmu makan malam sepulang dari Milan. Apa bisa?"

"Hm, kapan Pa?"

"Mengikuti jadwalmu saja," ujarnya. Tidak aneh bagi Tyra jika Alsy malah mengikuti jadwal bawahannya sendiri alih alih dirinya. "Ini hanya makan malam bersama keluarga besar, bukan makan malam yang terlalu formal. Bagaimana?"

Tyra ubah ekspresi, agak malas dengan tema yang satu ini.

"Tyra?"

"Oh? Baik Pa, Aku akan mengabari kembali jika sudah melihat jadwal terbaru, Kelly mengatakan ada jadwal tambahan untukku beberapa hari ke depan sebelum kembali ke Indonesia."

"Tidak masalah. Jika perlu sisihkan waktumu untuk liburan juga disana, jangan terlalu serius sampai lupa pada dirimu sendiri," nasihat Alsy penuh perhatian. Maklum, Ia adalah seorang CEO pemerhati kesehatan mental dan keseimbangan kerja-hidup.

"Terimakasih banyak, Pa." Tyra tersenyum canggung, agak terharu juga sebenarnya. Alsy itu kenapa sangat baik padanya? Padahal Tyra merasa Ia tak sebagus itu bekerja keras.

"Jangan terlalu banyak berterimakasih, Tyra. Ini semua … Papa tujukan sebagai rasa terimakasih pada mendiang Ayahmu. Apa Kau keberatan jika Papa … sudah menganggapmu sebagai anak sendiri? Meskipun ya … Kau mungkin segera menikah juga dengan Eric," ujarnya tertawa pelan di akhir.

Tyra kembali harus menghela nafas dalam-dalam. Pembahasan tentang pernikahan baik di pihak keluarga Alsy atau keluarganya sendiri itu teramat sangat tidak disukainya.

"Pa, maaf tapi Kami belum terpikir sampai sana …" ujar Tyra jujur akhirnya.

"Ya, Papa tahu. Tapi harus segera dipikirkan bukan? Apalagi yang kalian tunggu? Papa rasa sudah saatnya, Tyra …" Alsy membujuk khas orangtua pada umumnya.

"Pa …" Tyra menggaruk dahinya, "Kalau Tyra … pada akhirnya tidak berjodoh dengan Eric …"

"Apa yang Kau bicarakan Tyr?" potong Alsy cepat, "Kalian ada masalah? Kenapa Papa tidak tahu?"

Tyra tersenyum simpul, "Karena Kami sudah dewasa Pa, Kami tau apa saja yang bisa dibagi pada keluarga dan tidak."

"Iya. Tapi apa? Eric berbuat salah padamu?" lanjut Alsy menggebu. Terdengar sangat tidak rela kehilangan Tyra sebagai calon menantu potensial, dan seolah membela Tyra ketimbang Eric anaknya sendiri.

Tyra menggeleng meski Alsy tak akan melihatnya, "Tyra juga belum mengerti Pa, siapa yang salah disini. Kami perlu introspeksi, memutuskan apakah … hubungan ini perlu dilanjutkan atau tidak," ujarnya.

"Tyra …"

"Maaf Pa. Karena kesannya … Tyra sangat tidak tahu terimakasih. Tapi … mungkin Eric atau Tyra sendiri akan semakin bermasalah ke depan jika Kami tidak berpikir ulang soal kelanjutan hubungan ini."

Hening kemudian, hanya terdengar helaan nafas Alsy dan suara angin yang berhembus kencang di sekitar Tyra. Oh, gadis itu merasa bersalah sekarang, meski sepenuhnya tidak.

"Tyra, apapun yang terjadi diantara dirimu dan Eric nanti …"

"Papa tetap menganggap Kamu sebagai Elleanor Tyra, anak dari mendiang sahabat Papa, model kebanggaan Papa, direktur Papa paling kompeten. Jadi tenangkan diri Kamu, pikirkan baik-baik ..."

"Fokus, dan putuskan dengan bijaksana."

****

Kelly dan Dhaffi membawa beberapa menu sarapan dari luar hotel ke kamar Tyra. Artis mereka yang satu itu paling anti jalan pagi-pagi, atau sekedar keluar mencari makan. Tyra bahkan masih tenteram di tempat tidur, menyelimuti tubuh dengan bed cover tebal. Cuaca dingin menjadi alasan kemalasannya di hari libur.

"Tyra, ayo sarapan. Kami membeli kopi khas Italia untukmu." Kelly menata makanan hasil belanjanya dengan Dhaffi di atas meja.

"Sejak kapan Aku meminum kopi, Kel? Kau terlalu kreatif," sahut Tyra yang selalu merasa anti dengan kafein, tanin, atau apapun sebutan populer lain tentang tiga minuman terfavorit dunia; kopi, teh, kakao. Air mineral dan seduhan rempah adalah andalannya.

"Aku sarankan coba saja dulu. Awalnya Aku juga tidak suka, tapi lama kelamaan, pahit dan asam kopi itu jadi terasa enak. Baristanya benar-benar ahli membuat kopi enak."

"Hm, benar sekali." Dhaffi mendukung Kelly, namun tetap tak berhasil membuat Tyra beranjak dari tempat tidur. Mereka diabaikan, maka lanjut saja sarapan duluan.

"Tyra …" panggil Dhaffi sembari memakan sandwichnya. Kanan memegang makanan, kiri memegang ponsel, tipikal gaya makan milenial zaman sekarang.

"Kenapa?"

"Coba lihat unggahan fotomu yang terbaru di Instagram. Penggemarmu ramai sekali berkomentar, dan katanya … ada penampakan di fotomu itu?" Dhaffi setengah tertawa di akhir, meski akhirnya Ia memperbesar foto itu juga. Kelly tak mau ketinggalan, Ia pun memeriksa posting foto Tyra itu. "Eh! Tapi iya! Ini Kel, lihatlah, seperti ada seorang pria dibalik kabut …"

Dhaffi menunjukkan foto berlatar belakang taman di malam hari dengan cahaya lampu temaram itu pada Kelly. Potret yang disebut hantu itu memang tak terlalu jelas, seperti transparan menyatu dengan asap. Hanya setengah tubuh atasnya yang terlihat, pantas saja disebut hantu karena tak terlihat menapak. Tapi untungnya, masih berwujud manusia biasa.

Tyra bangun dari tidur usai mendengar penuturan Dhaffi, "Benar kan? Itu orang, manusia kan? Laki laki?" hebohnya.

Kelly dan Dhaffi mengangguk dengan mata membulat, "Ya. Ini siapa? Pacarmu?"

"Pacar apalagi? Tentu saja itu orang asing, entah kebetulan melintas atau apa, tapi …" Tyra berjalan mendekat ke meja, duduk kemudian, gaya gaya seperti akan bergosip, "Dia melihat kearahku, atau ya ... ke kamera tepatnya. Tapi Demi Tuhan Kak, Kel, selagi Aku berdiri disana, tidak ada siapapun …" ceritanya ekspresif.

Kelly bergidik ngeri, "Ini pasti hantu Tyr. Wajar saja pengikutmu heboh!"

Tyra tampak berpikir, "Tapi …"

"Aku melihat laki-laki ini tidak sekali, tapi dua kali."

Dhaffi dan Kelly sontak menoleh, "Hah? Dimana? Dia orang? Sungguh manusia?"

Tyra menggeleng, "Tidak tahu. Aku melihatnya … kemarin, di gala, selagi live music, disamping panggung. Dia melihat tepat ke arahku di meja makan …"

"Astaga …"

"Laki-laki itu menghilang cepat, hanya sekian detik setelah Aku menoleh ke arah lain. Siapa dia kira-kira? Apa ada dalam daftar pengunjung acara?"

Next chapter