Minggu pagi Rani sudah bersiap untuk pergi ke rumah orangtuanya, Wahyu nampaknya tidak terlalu ambil pusing akan ditinggal istrinya dalam kurun waktu 2 hari saja.
Sementara itu Rudi dan Bagas sudah siap untuk pergi ke tempat kerja mereka, tidak ada hari libur untuk mereka berdua. Ada rumah kontrakan yang harus dibayar, maka dari itu mereka tetap kerja selama 7 hari.
Hanya Iwan yang bisa bersantai di hari Minggu dan ditemani oleh Yani selaku istrinya.
"Nampaknya di hari minggu cuma kita saja yang santai ya dek?" Tanya Iwan.
"Iya mas, sebentar lagi mas Wahyu pasti pergi kerja juga." Jawab Yani.
Tiba-tiba saja datang Sukma dengan membawa anaknya, dia sudah nampak rapi dan hendak pergi.
"Mbak Sukma mau kemana?" Tanya Yani.
"Boleh gak sama titip anak saya?" Tanya Sukma.
"Memang mbak Sukma mau kemana?" Kembali Yani bertanya.
"Saya ada kerjaan, suruh nyetrika baju di rumah pak Toto yang punya kontrakan." Jawab Sukma.
"Gimana mas?" Tanya Yani kepada Iwan.
"Maaf sekali mbak Sukma, bukannya saya menolak. Tapi saya kasihan sama istri saya, karena nanti siang saya ada pertemuan di sekolah." Jawab Iwan.
Yani tersentak mendengar hal itu, dia heran kenapa Iwan tidak memberitahu kalau ada pertemuan di hari Minggu.
Seusai Sukma pergi, Yani langsung menanyai Iwan prihal dirinya yang akan pergi di hari Minggu.
"Mas, kamu kok gak bilang kalau ada pertemuan di hari Minggu?" Tanya Yani.
"Maaf dek, aku lupa buat ngasih tahu kamu. Kamu kan tahu sendiri bagaimana sibuknya hari-hari ke belakang." Ujar Iwan.
Akhirnya Yani memaklumi apa yang dikatakan oleh Iwan, lagipula tidak ada alasan baginya untuk melarang Iwan mencari nafkah untuk kehidupan mereka.
Siang hari tiba-tiba hujan turun sangat deras sekali, tiba-tiba saja ada suara yang mengetuk pintu kontrakan Yani.
Yani kaget ketika dia membuka pintu, rupanya disana sudah berdiri Rudi dengan keadaan basah kuyup.
"Mas Rudi?" Tanya Iwan.
"Boleh saya masuk, Laras tidak mengizinkan saya untuk masuk." Ujar Rudi.
Yani bimbang sekali pada saat itu, di sisi lain dia juga kasihan kepada Rudi yang kedinginan karena hujan tidak ada hentinya.
"Silahkan masuk mas! Tapi kenapa mbak Laras melarang mas Rudi masuk?" Tanya Yani.
"Boleh saya jawab sambil duduk di dalam, tubuh saya kedinginan?" Balik tanya Rudi.
"Oh ya, maaf mas." Ujar Yani.
Rudi pun segera masuk dan duduk dekat pintu, beberapa kali dia melihat ke arah sebrang tepatnya arah kontrakan yang dia tempati.
Tak lama berselang Yani datang membawa teh panas untuk si suguhkan kepada Rudi yang kedinginan.
"Terimakasih, oh ya suami mbak belum pulang?" Tanya Rudi.
"Belum, apalagi hujan besar kaya gini." Jawab Yani.
Tiba-tiba saja suara petir yang amat menggelar terdengar pada saat itu, Yani yang kaget dan ketakutan tanpa sadar langsung memeluk Rudi.
Aroma tubuh Rudi yang menyengat ditambah air hujan menjadikan Yani agak lupa diri, ketika Rudi ikut dalam alur birahi yang melanda pada saat itu bibir mereka bersatu secara singkat. Yani tersadar pada saat itu juga, dia kaget kenapa dia tidak bisa menolak ciuman dari Rudi.
"Lepaskan mas!" Seru Yani.
Rudi yang memeluk Yani tidak melepaskan pelukannya pada saat itu, tangannya justru lebih aktif untuk merangkul tubuh Yani yang kalah tenaga olehnya.
"Lep..."
Ucapan Yani terhenti karena Rudi mencium bibir Yani sangat bernafsu, aroma minuman keras langsung terasa oleh Yani yang pada saat itu berciuman dengannya.
"Keluar mas atau saya teriak!" Bentak Yani.
Yani dengan sekuat tenaga melepaskan rangkulan Rudi yang erat terhadap tubuhnya.
"Ayo teriak saja, hujannya masih besar dan tidak akan ada yang mendengarkan teriakan kamu." Ancam Rudi.
Rudi yang sudah kalut langsung menutup pintu kontrakan Yani dan membawa masuk Yani ke kamarnya, disana Yani mencoba melakukan perlawanan dengan apa yang di alaminya.
"Brengsek" bentak Yani.
Rudi sudah membuka seluruh pakaiannya dan Yani menelan ludah ketika melihat kemaluannya yang berbeda jauh dengan milik Iwan.
"Kamu bakalan lupa sama rasa milik suami kamu kalau punyaku sudah masuk kesana!" Ujar Rudi sembari menunjuk ke arah selangkangan Yani.
"Gak, aku gak mau! Tolong!" Teriak Yani.
Rudi langsung mengambil tindakan dengan menindihnya dan melakukan cumbuan di sekujur tubuh Yani, birahi tidak dapat di tolak oleh Yani karena kemaluannya kini telah basah.
Rudi yang sudah memegang kendali melucuti satu persatu pakaian yang Yani pakai.
"Aku mohon jangan mas!" Ujar Yani.
Tapi Rudi tidak bergeming dan dia mulai menggesek-gesekkan kemaluannya di depan lubang kemaluan Yani.
Rudi mendekatkan wajahnya dengan wajah Yani, aroma alkohol tercium jelas dari mulut Rudi.
"Tahan ya!" Seru Rudi.
"Ahh...ah...."
Yani langsung memeluk tubuh Rudi tak kala kemaluan Rudi mulai masuk secara perlahan, keringat dingin langsung di alami oleh Yani pada saat itu.
Benar kata Rudi, rasanya kemaluan Rudi telah membuat lubang yang agak besar dan beda dengan lubang yang dibuat oleh suaminya.
Rudi mulai menggenjot Yani penuh semangat, sementara Yani hanya bisa pasrah dan dia tidak bisa munafik kalau dia ikut menikmatinya.
"Kamu suka bukan?" Goda Rudi.
Tiba-tiba saja gawai milik Yani berbunyi dan terlihat nama Iwan ada disana.
"Angkat teleponnya!" Seru Rudi.
Dengan menahan sakit di selangkangannya, Yani mengambil gawai miliknya sementara Rudi masih menggoyang dengan kecepatan sedang.
"Dek, aku pulang nanti malam sekitar jam 8. Rapatnya masih belum selesai." Ujar Iwan.
"I...iya mas." Jawab Yani.
"Kamu kenapa dek, kamu sakit?" Tanya Iwan.
"Gak apa-apa kok mas!" Jawab Yani.
"Ya sudah kalau begitu, wassalamu'alaikum!"
Kemudian telepon ditutup dan Rudi tersenyum kegirangan melihat hal itu.
"Kita bisa melakukan ini sampai menjelang Maghrib nanti." Ujar Rudi.
Yani menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi dengannya pada saat ini.
Bersambung