webnovel

Sebuah Harapan

Kali ini, Luna tidak bersama Sakti saat pergi ke sekolah tadi. Ya memang, karena itu permintaan Luna sendiri. Sudah cukup, Luna tidak mau membuat kehebohan lagi, atau membuat dirinya dibully dan dicaci maki.

Kini, setiap langkah kaki Luna diiringi dengan rasa yang bercampur aduk. Antara sedih, galau, senang, dan bahagia, sungguh tidak bisa diartikan dengan jelas saat itu juga.

"Berhenti"

Suara tak asing, yang sejak dulu sudah sering Luna dengar. Aura ini, selalu ditunjukannya kepada Luna. Marah, marah dan marah. Widia selalu saja seperti ini.

Luna mendongak dan menatap lekat mata Widia. "Iya, kenapa?"

Widia tersenyum miring. "Lo putusin Sakti, atau lo bakal gue habisin!" katanya mengancam.

Luna memandang bingung Widia. "Kenapa aku harus ikutin mau kamu?"

Widia memandang kaget wajah Luna. Luna yang dulu bukanlah dia yang berani melawan, apalagi berani membalas ucapannya. Lalu, kenapa sekarang berbeda?

"Lo berani lawan gu--"

"Dia berani kok, lo mau apa?"

ตอนที่ถูกล็อกไว้

สนับสนุนนักเขียนและนักแปลคนโปรดของคุณใน webnovel.com

ตอนถัดไป