webnovel

Sebuah Keyakinan

Hujan mengguyur tubuh mereka, lapangan yang luas membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk bisa menemukan hutan. Hujan sudah tidak terlalu deras, sekarang mereka berdua duduk di bawah pohon yang cukup besar. Cukup untuk mengeringkan pakaian yang sudah basah, suasana menjadi hening.

Sejak Arzlan kembali bangun dari kematiannya tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya, dia tetap memancarkan tatapan serius seolah menganggap musuh sedang ada di sekitarnya, Alisha menyadari bahwa Arzlan kini jauh lebih berubah daripada sebelumnya.

"Tuan Arzlan!" Suara lembut digunakan Alisha untuk menyapa pria itu. Secara perlahan Arzlan mengarahkan pandangan matanya, sorotan yang cukup menakutkan terlihat jelas. "Uh!" Secara reflek Alisha memalingkan pandangannya, dia begitu nervous untuk menatap tatapan Arzlan.

Arzlan membuang pandangan matanya, bukan karena dia tidak menyukai ucapan Alisha, tapi matanya tertuju ke arah tubuh gadis itu yang terlihat basah akibat air hujan, beberapa bagian tubuhnya sangat jelas terlihat. Hal ini akan berdampak buruk jika Arzlan terus melihatnya, nafsu mungkin akan sulit dikontrol dan terjadi hal yang seharusnya tidak perlu diucapkan.

"Aduh, kenapa aku tadi langsung menghindari tatapan matanya, sekarang aku akan lebih sulit untuk berbicara dengannya!" Alisha ingin sekali memukul kepalanya atas tindakan bodoh yang telah dia lakukan.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan diriku!"

Alisha menjadi sedikit terkejut dengan nada bass yang keluar dari mulut pria itu.

"Aku tidak apa-apa, selama tujuanku belum selesai aku tidak akan mati!" lanjut Arzlan.

"Hm…." Alisha bingung untuk menjawab Arzlan, dia tidak ingin ucapannya kali ini gagal untuk membuka topik obrolan. "Apakah ketika kau menghadapi makhluk itu tidak merasa ketakutan?"

"Aku masih tetap ketakutan, tapi kesan ketakutan itu hanya sesaat, semua terjadi sekitar 5 detik saja setelah itu aku mulai menyingkirkan ketakutan tersebut!"

"C-Cepat sekali, apakah dia ini memang manusia?" tanya Alisha dari dalam hatinya. Sulit untuk dia cerna apakah ucapan Arzlan memang benar atau tidak, akan tetapi pria itu terus memancarkan tatapan tajam dari sorotan matanya. Tidak akan mungkin apa yang dikatakan oleh Arzlan hanya sebuah omong kosong.

"Begitu ya! Aku tadi sangat ketakutan, aku pikir kau sudah mati dan tidak akan pernah lagi kembali bangun!"

"Aku juga berpikir demikian!"

"Heh?"

"Saat itu tubuhku terasa melayang, tapi kaki dan tanganku terasa berat untuk digerakkan! Aku sempat ini adalah akhir dari kehidupanku. Namun, semua hanya sesaat, aku sudah kembali membuka mata!"

"Apa yang kau lihat saat mengalami hal itu?"

Arzlan terdiam sejenak, mulutnya terasa berat untuk mengatakan itu kepada Alisha. "Aku menemukan sebuah tujuan lain yang sempat aku lupakan, kini berkat tujuan itu aku bisa kembali bangkit dan siap untuk melangkah lebih jauh lagi!"

Tercermin tatapan serius dari ucapan yang baru saja terlontar, Alisha menjadi merinding saat mendengar ucapan itu. Gadis itu paham bahwa ucapan tersebut tidak main-main, jika pedang sudah diasah maka itu pertanda kalau pedang tersebut siap untuk digunakan menebas sesuatu, seperti itu juga hati Arzlan yang sudah lebih matang daripada sebelumnya.

"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?"

"Untuk sekarang kita akan mencari seorang Black Smith, seperti apa yang aku bilang sebelumnya, senjata dan perlengkapan harus segera didapatkan!" Arzlan menatap wajah Alisha.

"Ada apa?" Alisha menjadi heran dengan tatapan mata Arzlan yang sangat dalam.

"Apkah kau tidak kedinginan dengan kondisi tubuhmu seperti itu?"

"Eh?" Alisha menatap badannya, berubah merah pipinya saat sadar kalau tubuhnya saat ini beberapa bagian menjadi sempit hingga seluruh bagian tubuhnya menjadi terlihat. Alisha dengan cepat memalingkan wajahnya, sebenarnya itu tidak memiliki arti karena yang harusnya dia tutupi adalah bagian tubuh. Tapi, Arzlan tidak pernah peduli akan hal tersebut.

***

Mereka kembali melangkah hingga hari menjadi malam, suasana begitu sunyi.

"Firing Breath!"

Api sudah muncul berkat sihir dari Alisha, mereka cukup untuk menghangatkan diri di malam yang begitu dingin.

Kepala Arzlan mendongak ke atas, pria itu merasa kecewa akibat awan yang menatapi cahaya rembulan. "Huh… aku rasa semua ini memang akan jauh lebih berat!"

Di sisi lain, Amiru dalam beberapa hari sudah melakukan pembasmian terhadap para pasukan Raja Iblis. Sekarang waktu untuknya istirahat, harusnya seperti itu, tapi dia masih harus dihadapkan oleh beberapa masalah yang belum selesai.

"Pahlawan Amiru, saat ini bagian selatan benteng sudah mulai melihat pergerakan monster! Jumlah mereka sangat banyak, sulit untuk pasukan kita bisa menghadapi mereka!" ucap seorang prajurit.

"Apa?!" Amiru segera berdiri dari tempat duduknya. "Sial! Kenapa pada malam ini mereka juga sudah melakukan pergerakan?" Sudah tiga hari dirinya bertarung tanpa henti, dia ingin malam itu menjadi waktu untuk istirahat. Tapi, kondisi sekarang sudah berubah, semua menjadi begitu genting.

***

Di istana Raja Iblis sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi para pahlawan.

"Sekarang, apa yang akan dilakukan oleh para pahlawan itu? Mereka pasti akan menjadi mangsa yang sangat lezat! Adena!"

Seorang perempuan masuk ke dalam ruangan singgasana. Tubuhnya yang begitu sexy dan hanya memakai pakaian tipis akan menggoda setiap mata yang melihatnya.

"Ya, Tuanku?" Adena berlutut sembari mengeluarkan suara yang sangat kuat untuk memikat hati seorang laki-laki.

"Aku ingin kau melakukan sesuatu!"

"Baik!"

Amiru menjadi gelisah, dia segera menunggangi kuda miliknya. "Apa yang akan terjadi? Apakah semua ini sangat sulit?"

Amiru bersama dengan para prajurit sekitar 400 orang langsung menerjang pasukan musuh yang jauh lebih banyak, pria itu sangat percaya diri dengan kekuatan yang dia miliki. Terjangan kuat dari pasukan memang berhasil membuat para monster menjadi kewalahan, Amiru membuktikan kalau dirinya masih yang terkuat walau sudah beberapa hari bertarung tanpa henti.

Semua monster yang menyaksikan keganasan Amiru menjadi sangat ketakutan, pertarungan terus berlanjut hingga fajar datang menjemput. Di atas tumpukan para monster berdiri seorang pria, tubuhnya begitu lelah setelah mengayunkan kapak dalam waktu lebih dari 5 jam.

"Akhirnya benteng bisa aku selamatkan, sekarang semua orang pasti akan menyanjung namaku sebagai seorang pahlawan daripada yang lainnya!" Amiru masih berusaha untuk bertahan meski kakinya terasa sangat lemah dan kepalanya berat untuk mempertahankan kesadaran.

"Pahlawan Amiru!" Seorang pria tua bersama dengan lima orang prajurit segera menghampiri pria itu.

"Kalian rupanya!" Mata Amiru sudah sangat lelah, dia ingin segera tidur.

"Tuan Amiru…!" Saat pria tua itu mendekati Amiru, tubuh pria tersebut sudah roboh.

***

Arzlan langsung bangun dan menatap ke arah cahaya senja. Angin berhembus secara pelan menyebarkan sebuah firasat buruk. "Apa yang terjadi? Kenapa anginnya berubah?" Arzlan tidak merasa nyaman dengan angin yang terasa aneh, angin itu seperti sedang menggoncang perasaannya.

__To Be Continued__

Next chapter