webnovel

Pria Tidak Tahu Diuntung

Karina saat ini berada di ruangannya. Seperti biasa ia mengecek semua laporan yang ada.

"Tok,tok."

"Masuk," ucap Karina dari dalam.

"Cklek."

Terihatlah sosok Adam dengan senyum kikuknya. Karina menatap pria yang sudah menjadi mantannya itu lekat.

Adam masih bekerja di perusahaannya. Karina berusaha bersikap profesional. Dirinya tidak akan pernah mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan.

"Ada apa Pak Adam?" ucapnya datar. Karina langsung menatap layar komputernya kembali.

Dengan langkah ragu-ragu, Adam melangkah mendekat ke arah meja Karina.

"Saya hanya ingin menyerahkan berkas ini Bu. Tolong diperiksa kembali," ujarnya sopan.

"Ya sudah letakkan saja di situ. Nanti saya periksa." Karina tidak mengalihkan pandangannya.

Adam terus memperhatikan sosok itu. Sosok yang berubah menjadi dingin. Ia sangat tahu, jika kesalahannya itu sangat besar.

Tapi, bagaimanapun. Dirinya tidak pernah rela hubungannya berakhir begitu saja.

"Karina," panggilnya pelan.

Tidak ada sahutan dari Karina. Adam dengan beraninya menyentuh tangan gadis itu.

"Jangan lancang kamu Adam Bagaskara!" teriak Karina marah sambil menepis tangan Adam.

Sungguh, ia begitu jijik harus bersentuhan dengan pria tidak tahu malu seperti Adam.

"Karina. Maafkan aku. Tidak bisakah kamu memberikanku kesempatan kedua?" pintanya.

Karina berdecak sebal. "Kesempatan kedua? Apa kamu pantas mendapatkan semua itu setelah apa yang telah kamu lakukan kepadaku?" sinisnya.

"Tentu saja! Semua orang berhak mendapatkan kesempatan kedua walau sebesar apapun kesalahannya," bela Adam.

"Cih!" Karina tersenyum meremehkan.

"Sudahlah! Aku tidak ingin berdebat dengan pria tidak tahu diuntung sepertimu. Lebih baik kamu keluar sekarang!" titahnya.

"Tidak! Aku tidak mau!" tolak Adam tegas.

Karina menghembuskan nafas kasar. Ia beranjak dari tempat duduknya

"Pergi sekarang atau aku panggilkan security. Ah iya. Kamu jangan lupa jika aku ini atasanmu. Kapanpun aku mau, aku bisa dengan mudahnya mendepakmu dari perusahaanku!" ancam Karina tak main-main.

Adam mengepalkan tangannya erat. "Baiklah aku akan pergi. Tapi, kamu harus ingat baik-baik Karina! Sampai kapanpun kamu tidak akan pernah aku lepaskan selamanya!"

"Terserah!" sahut Karina tak peduli.

Adam pun akhirnya keluar dengan begitu emosi. Terbukti dengan suara pintu yang ditutup dengan kuatnya.

"Ya Tuhan! Aku benar-benar picik pernah tergila-gila dengan pria sepertinya," lirihnya pelan.

Mood Karina benar-benar hancur begitu saja. Rasanya ia ingin mengumpati dan meneriaki Adam saat ini juga.

Tapi, ini di kantor. Bagaimanapun, dia harus menjaga wibawanya sebagai seorang atasan dan memberikan contoh yang baik kepada setiap karyawannya.

Tiba-tiba saja ponsenya berdering. Dengan cepat, Karina langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon terlebih dahulu.

"Halo," ucapnya lembut.

"..."

"Astaga Ma. Maaf, Karina lupa."

"..."

"Baiklah, Karina akan ke sana sekarang juga."

Panggilan telepon pun berakhir. Karina merapikan berkas-berkas yang ada di mejanya.

Hari sudah menjelang sore. Dirinya sudah berjanji akan menemui calon suaminya di Cafe. Karina merutuki dirinya yang bisa-bisanya melupakan hal sepenting ini.

***

Di Cafe.

Karina celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang. Mamanya tadi bilang, calon suaminya itu mengenakan setelah berwarna navy. Selain itu juga, memakai kacamata dan tongkat karena tunanetra.

Netra Karina menyipit tatkala melihat sosok yang ciri-cirinya sama persis seperti yang di sebutkan oleh Mamanya tadi. Pria itu berada di meja nomor tujuh belas.

"Ah, di sana." Karina langsung menuju meja tersebut dengan sedikit tergesa-gesa karena dirinya sudah telat hampir satu jam.

Karina begitu menyesal sekali. Padahal, biasanya tidak ada kata telat dalam hidupnya. Dirinya benar-benar lupa bukan disengaja.

"Ah, maaf Tuan. Saya terlambat," ujarnya tak enak hati dan langsung duduk di depan pria itu.

"Suara ini kenapa tidak asing untukku ya?" batin Ken dalam hati.

"Ah tidak apa-apa. Saya tahu Anda orang yang sibuk. Waktu Anda begitu berharga teruntuk orang rendahan seperti saya ini," ujarnya seperti sindiran.

"Ah, bukan begitu Tuan. Saya benar-benar lupa," jujurnya.

"Oh. Ternyata begitu. Wajar saja Anda lupa. Orang buta seperti saya ini memang tidak pantas bertemu dengan Anda yang seorang wanita sempurna ini," kata Ken sambil tersenyum simpul.

Karina tiba-tiba saja merasa sedikit kesal. Dirinya tidak suka dengan penilaian Ken yang seenaknya begitu.

"Pria ini kenapa sich? Membuatku jengkel saja," batinnya kesal.

"Terserah Anda ingin berkata apa Tuan." Karina menghembuskan nafasnya kasar. Sepertinya sangat percuma menjelaskan kepada pria menyebalkan di depannya ini.

"Nama saya Kenny. Panggil saja Ken. Kamu Karina kan?" ujarnya tiba-tiba.

Karina mengangguk kecil. "Benar. Saya Karina Tuan Ken," jawab Karina seadanya.

Tak lama kemudian, makanan yang dipesan Ken sudah tiba. Karina mengerutkan keningnya bingung.

"Saya sudah memesan makanan dan minumannya lima belas menit yang lalu. Suka tak suka kamu harus mau memakannya. Ini semua makanan dan minuman kesukaan saya."

Karina membuka mulutnya lebar. Pria di depannya ini benar-benarnya membuatnya jengkel setengah mati.

"Astaga! Dia ini seenaknya saja memintaku memakan makanan yang tidak aku sukai. Maksa lagi!" batin Karina dongkol.

Seumur hidupnya, baru kali ini dia menemui pria menjengkelkan seperti Ken di dalam hidupnya.

"Cepat dimakan! Kita tidak punya waktu banyak! Malam ini, aku akan membawamu ke rumah orang tuaku!" titahnya.

"Tapi, Tuan..."

"Tidak ada tapi-tapian. Suka tidak suka, kamu harus menghabiskannya. Jangan kira karena aku buta, aku tidak akan mengetahuinya!" ancam Ken.

"Baiklah," sahut Karina pasrah.

Dengan sedikit enggan, Karina menyuap makanan tersebut ke dalam mulutnya. Namun, tiba-tiba saja ia tersenyum senang.

"Ya ampun, makanan ini enak juga ternyata. Berarti olahan makanan siput tak seburuk yang aku pikirkan," ucapnya dalam hati.

Ken juga tengah menikmati makanannya itu. Dirinya memang sengaja memesan olahan siput karena dia tahu jika Karina tidak menyukainya dari informasi yang dia dapatkan.

Dirinya berbohong dengan mengatakan jika makanan dan minuman ini adalah kesukaannya. Ini juga baru pertama kali untuk Ken.

Karina menatap enggan jus tomat yang ada di sampingnya itu. "Ayo Karina. Jus tomat itu sangat bagus untuk kesehatan," batinnya menyemangati dirinya sendiri.

"Huweekk.."

Karina menutup mulutnya berusaha menahan jus tomat yang akan keluar dari mulutnya.

Tanpa Karina sadari, Ken tersenyum kecil. Entah mengapa, Ken merasa senang telah mengerjai calon istrinya itu.

"Ada apa?" tanya Ken pura-pura tidak tahu.

"Tidak ada Tuan," sahut Karina pelan.

Setengah jam berlalu.

Keduanya kini sudah berada di dalam mobil. Lebih tepatnya mobil milik Ken.

Karina terus saja merasa mual karena jus tomat yang ia habiskan tadi. Kepalanya juga sedikit pusing karenanya.

"Tuan, apa rumah orang tua Anda jauh?" tanya Karina.

"Lumayanlah. Sekitar tiga jam dari sini."

"Apa?!" pekiknya begitu kaget.

Refleks Ken menutup telinganya karena pekikan Karina yang begitu kuat.

"Ah, maaf," ujar Karina merasa sedikit malu.

Dirinya hanya kaget saja. Jika memerlukan waktu tiga jam untuk ke sana. Jam berapa lagi dirinya akan pulang? Bisa-bisa tengah malam dia baru sampai di rumahnya itu.

"Kamu akan menginap di rumah orang tuaku. Orang tuamu sudah dikabari."

"Apa?!"

Lagi-lagi Karina memekik. Sontak Ken mendengus sebal. Jika Karina terus memekik seperti itu. Gendang telinganya lama-lama akan pecah.

"Bisa tidak, jika kamu jangan terus memekik! Telingaku sakit tau!" kesalnya.

"Iya, maaf." Karina menundukkan kepalanya.

Louis yang sedang menyetir hanya bisa mengulum senyumnya. "Mereka ini seperti pasangan sungguhan saja," batinnya.

Next chapter