webnovel

30. batu saphire

Setiap lantai memiliki pantry sendiri-sendiri. Dan hal itu yang membuat gedung ini dilengkapi lorong untuk membuang sampah.

"Benar, kah? Bagaimana kau tau?" tanya Elang pada Lian. Lian memang jauh lebih mengerti seluk beluk gedung kantor mereka. Karena Lian yang memilih gedung ini untuk perusahaan Elang. Lian sudah sejak awal bekerja dengan Elang, bahkan sebelum mereka menempati gedung ini.

Arsitektur gedung ini memang cukup rumit. Karena pemilik awal adalah warga negara Eropa. Ia bahkan membuat basement di bawah tanah, yang seharusnya dipakai sebagai lahan parkir. Tapi baik Elang dan karyawan lain tidak tau kalau ada basement di bawah gedung ini. Karena lahan parkir di sekitar gedung masih cukup luas untuk meletakan kendaraan pribadi mereka.

"Bapak lupa kalau saya yang mencarikan gedung ini?"

"Benar juga."

"Kalau begitu cepat kita ke pantry," pinta Adi.

Letak pantry ada di koridor paling ujung. Netra mereka terus liar, memperhatikan tiap sudut dan ruangan yang mereka lewati.

Namun tiba-tiba, sekelompok makhluk hitam menghadang mereka. Bau anyir segera tercium setelahnya.

"Sial!"

Tak hanya sampai di situ. Saat mereka mundur, rupanya di belakang mereka juga ada kelompok lain dengan wujue yang sama.

"Kita terjebak."

"Lian, jika ada kesempatan kau menerobos mereka, segeralah kau pergi ke pantry. "

"Sebenarnya mereka makhluk apa?" tanya Lian tanpa ada jawaban dari permintaan Elang tadi.

"Kalau kita bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup, akan kuceritakan semuanya. Ini sebuah kisah yang panjang, " sahut Adi.

"Di, kau bagian depan, aku belakang." Elang mengangkat pedang yang sejak tadi ia bawa, membalikan badan dan segera menebas tiap kepala yang ada di belakang mereka. Adi menjadi garda depan untuk membuka jalan Lian. Tapi Lian tidak diam saja dan mengekor pada Adi. Ia mulai memanah leher Kalla. Tepat di leher mereka satu persatu.

Adi sempat dibuat terpukau, namun tetap fokus pada perkelahiannya sendiri.

Braak!

Pintu sebuah ruangan tiba-tiba terbuka, membuat Lian yang sedang melewatinya terpental jatuh. Di sana muncul Kalla lain.

Adi ikut tersungkur hingga pedang yang ia pegang terlepas dari genggamannya. Adi dan Lian duduk berdekatan di lantai. Tatapan para Kalla terlihat sangat mengintimidasi mereka. Adi segera mengambil lagi pedang yang jatuh tak jauh darinya. Ia menghunus, merobek dan memenggal kepala Kalla tanpa belas kasihan. Lian yang baru melihat hal seperti ini agak shock di awal. Tapi perlahan ia mulai mengerti dan ikut membantu Adi.

Rupanya ilmu bela diri Lian patut diacungi jempol. Beberapa kali Lian membuat kalla kesakitan dan sisanya tugas Adi menebas kepala mereka. Pematik kembali dinyalakan Elang. Ia membakar sebagian dari Kalla di belakang mereka. Melihat Kalla terbakar membuat rasa puas tersendiri di hati mereka.

Walau beberapa luka tergores mengenai bagian tubuh Elang, Adi dan Lian, tapi mereka seolah tidak merasakannya. Ini bukan saatnya untuk menyerah.

"Lian! Cepat!" jerit Adi, menyuruhnya segera pergi ke pantry.

Lian yang melihat kesempatan baik ini segera berlari, walau dengan beberapa kali menendang, memukul dan melepaskan anak panahnya yang tinggal sedikit.

Lian sampai pantry. Ia masuk dan segera menuju sebuah pintu besi yang ada di samping wastafel. Ia membukanya dengan sekuat tenaga. Hingga kini terpampang jelas sebuah lorong gelap yang panjang dari atas ke bawah. Tidak ada penerangan sama sekali. Dan berbau busuk dan pengap.

"Oh. Sial! Kenapa aku harus pergi ke sana? Lain kali aku harus berhati-hati dalam berucap," gumam Lian mulai masuk ke dalam lubang itu.

Ia teringat obrolan singkatnya dengan  Leni saat dipantry dua hari lalu.

"Kalau sampai Andy mengajakmu berkencan, aku pasti akan masuk ke lubang pembuangan sampah ini," kata Lian kala itu dengan menunjuk pintu yang sama, yang tepatnya berada di lantai atas. Leni yang saat itu masih manusia sedang menyukai Andy, karyawan HRD di perusahaan ini juga. Entahlah apa yang terjadi pada Leni dan Andy sekarang.

Dan makluk itu ... Benar-benar membuat Lian takut.

"Lian, cepat masuk." Adi sudah berhasil masuk ke pantry. Tak lama Elang menyusul. Kobaran api di luar terlihat jelas di tempat Lian duduk sekarang. Asap mulai mengepul. Alarm kebakaran sepertinya sudah tidak berfungsi lagi. Lian segera turun menembus lorong gelap itu. Ia meluncur cepat dengan teriakan yang hanya ia sendiri saja yang dengar. Bagai bermain roller coaster, ia terus meluncur ke bawah. Sampai di ujung lorong, ia terjerembab dalam tong besar dengan beberapa kantung kresek di dalamnya. Beruntung sampah belum diambil hari ini. Jika tidak badan Lian akan remuk mengantam tong besi yang cukup keras ini.

Lian batuk-batuk. Ia beranjak dan menatap sekitar yang cukup gelap. Tapi beberapa lampu membuat tempat ini tidak terlihat menyeramkan. Walau cahaya redup dan samar. Setidaknya Lian bisa melihat tangannya sendiri.

"Liaan! I coming. Get away from there!" Suara Adi menggema dan membuat Lian segera keluar dari tong sampah raksasa itu.

Suara berdebum terdengar tak lama. Adi langsung batuk-batuk karena debu yang cukup tebal di lorong tadi dan bau yang cukup menyengat di tong sampah ini. Adi segera bangkit karena sebentar lagi rekannya akan menyusul.

Benar saja. Elang datang tanpa ekspresi. Ia terlihat santai tanpa suara heboh seperti dua orang sebelumnya. Mereka mencari jalan keluar dengan berbekal cahaya terang dari arah selatan.

[Kalian di mana?]  Pesan Abimanyu membuat langkah Elang terhenti. Ia sempatkan membalas dan kembali berlari menyusul Adi dan Lian.

"Berhenti!" bisik Lian yang berhenti mendadak, membuat Adi menabraknya. Mereka melihat ke jalan utama yang dipenuhi beberapa orang di sana.

"Mereka manusia atau...?" tanya Lian tak berani meneruskan kalimatnya, karena ia tidak yakin untuk menyebut nama makhluk tadi.

"Kalla!"

"Tamat sudah kita. Ke mana lagi kita akan pergi?!" kata Adi dengan sedikit pesimis.

"Tunggu! Kalian dengar?" tanya Elang menajamkan pendengarannya.

"Suara mesin mobil? Benar, kan?" tanya Lian mencoba memastikan apa yang ia dengar.

Disaat bersamaan tembakan beruntun membuat para manusia jadi-jadian itu menggelepar ke tanah dan terbakar otomatis. Tawa seseorang membuat senyum Elang mengembang.

"Gio!"

Sebuah mobil jeep hitam masuk dengan tiga orang penumpang di sana. Abimanyu, Gio dan Vin.

Elang sempat terpukau karena tembakan itu mampu membuat Kalla segera terbakar setelahnya. Mobil berhenti di depan mereka. Dan mereka segera naik. Pergi.

____

"Whoohoo!" jerit Gio antusias.

"Kita berhasil!" sahut Vin.

"Kalian tidak apa-apa, kan? Paman?"

"Yah, untung kalian datang. "

"Apa yang kalian pakai sebagai amunisi?" Elang segera bertanya tanpa terbelit-belit.

"Kita punya senjata, Lang. Lihat!" Gio menunjukan amunisi yang ia pakai tadi.

"Batu saphire? Benar, kah?"

"Lang, ayahku sudah membuat ini sejak puluhan tahun lalu. Dan kini saatnya kita pakai. Karena pertempuran kita kali ini tidak main-main,", jelas Vin.

Perjalanan ke pulau saphire hanya diisi dengan saling diam membisu. Semua lelah karena keadaan. Tapi selalu ada harapan baru setiap harinya.

"Bos, sepertinya kita harus memcari gedung baru dan karyawan baru."

"Huft, kau benar, Li. Brengsek. Hidupku berantakan karena mereka! Dan sekarang kantorku juga sama!"

ตอนถัดไป