webnovel

Kecurigaan Sesilia

Sesilia menjadi banyak diam belakangan ini. Ia tidak lagi sibuk menunggu kedatangan Ruri. Sepertinya pikirannya tengah dipenuhi banyak cabang. Sering ia tidak menyahut saat namanya dipanggil, meskipun mereka dalam jarak yang dekat. keanehan ini cukup membuat Ayah dan Ibu cemas. Begitu pula lelaki kecil yang sering mengusilinya, turut merasakan keganjilan akan sikap Sesilia.

"Apa kau baik-baik saja? Atau ada sesuatu yang kau sembunyikan?" tanya Ayah yang seketika membuat suasana makan malam mendadak tegang.

"Tidak, aku hanya masih merasa pusing. Yah, lemas. Yah, begitulah. Aku ingin masuk kamar dan istirahat," jawab Sesilia dengan nada tergesa-gesa. Lalu masuk ke dalam kamar dan mengunci dari dalam.

"Aku yakin ada sesuatu yang ia sembunyikan," sambung Ayah sambil melirik ke arah Ibu.

Ibu dan Dino terlihat mengangguk tanda setuju.

"Aku tidak akan memaksanya mengaku. Namun, aku pasti akan menyelidikinya," jelas Ayah dengan tegas yang kemudian lanjut makan.

***

"Hah, sial, sial, sial! Hampir saja aku ketahuan. Ayah pasti marah jika tau aku menyelidiki ini sendiri. Apalagi semenjak kejadian tempo hari," gerutu Sesilia yang kini terbaring kesal di atas ranjangnya.

Kembali teringat masa setahun yang lalu. Saat itu Sesilia begitu berambisi untuk segera menemukan keluarganya yang hilang. Ia berusaha keras dan sangat keras hingga tidak mengenal waktu. Bahkan ia rela berada di tempat yang buruk sekaligus mengancam nyawa demi ambisinya.

Malam itu Sesilia mengunjungi sebuah bar guna menyelidiki seseorang. Seorang pria yang mengaku lupa ingatan dan dicampakkan tengah jalan begitu saja. Pria yang sebelumnya dikabarkan menghilang seminggu lamanya.

Sesilia bersiap pergi menguntit dirinya, berpakaian layaknya pria Sesilia berharap selamat dari pelecehan para pria dewasa. Berjalan tenang dengan wajah ditutupi topi, ia melangkah masuk dengan penuh percaya diri.

Duduk di salah satu sudut dengan mata terus menatap ke arah pria itu, ia penuh ambisi bisa segera mendapatkan informasi.

"Sayang ... apa kau datang sendiri? Kau ingin kutemani?" tanya seorang pria mabuk yang kini berada di samping Sesilia. Tersenyum genit dengan pupil memerah, pria itu dengan beraninya menyentuh bokong Sesilia.

"Sialan!" gerutu Sesilia yang tak ingin terjadi keributan. Ia memutuskan pergi menjauh dan meninggalkan bar. Namun, yang tak inginkan pun terjadi. Pria itu dengan cepat memegang tangan Sesilia dan menarik tubuhnya hingga kini menyentuh tubuhnya. Mendekap erat pinggang ramping Sesilia dan menghirup aroma tubuhnya.

"Enyah kau!" teriak Sesilia yang berusaha keras mendorong tubuh pria itu.

Siapa yang perduli, rintihan kesal Sesilia tak didengar. Suasana begitu ribut dengan musik yang menyala kencang. Lampu gemerlapan bewarna-warni dengan banyak orang yang asik menari. Sedangkan Sesilia hanya datang sendiri dan tak ada yang bisa ia harap menolong dirinya.

"Ayolah! Apa kau ingin uang? Atau sebotol minuman mungkin? Hanya satu jam dan kau bisa mendapatkan apa yang kau mau," ujar pria itu diakhiri dengan tawa bahagia.

Tak mau lebih lama terjerat di sana, Sesilia dengan kasarnya menginjak kaki pria itu. lalu menyikut perut buncitnya dan menendang alat vitalnya menggunakan lutut.

"Arghh!" pria itu menjerit kesakitan sambil memegangi bawah perutnya. Ia meringis dengan wajah berang. "Gadis sialan! Aku akan mencarimu. Ingat itu!" teriaknya sebelum Sesilia benar-benar pergi.

Sesak, takut dan berkeringat, Sesilia cukup kelelahan menghadapi kejadian ini. Sempat berdiri untuk mengatur napas saat di depan bar, namun sesaat kemudian beberapa pria keluar mencari dirinya.

"Sial, sial, sial. Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya sambil terus berlari.

Sepertinya ia salah memilih lawan. Jantung berdegup kencang dengan kedua kaki yang mulai lelah berlari, Sesilia tidak kehilangan akal. Ia dengan cerdasnya membuka jaket dan topinya, lalu menggerai rambut panjangnya. Berjalan tenang tepat di belakang dua gadis yang juga menggunakan baju tali satu. Tak berbicara, ia hanya memposisikan diri seakan ia salah satu teman para gadis itu.

Dua pria suruhan pun kini tiba di dekatnya. Mereka mengitari pandangan dan kembali mencari dirinya. Terkecoh, Sesilia berhasil menghindari keduanya. Ia terus mengikuti gadis yang ada di depannya, demi mengelabui pria yang mengejarnya.

"Siapa kau? Apa kau mengikuti kami?" tanya salah satu yang tiba-tiba saja berhenti dan menatap tajam ke arah Sesilia.

"Ah, aku hanya ingin berkenalan. Aku orang baru di sini. Maksudnya aku ingin menanyakan alamat. Yah, namun aku ragu, malu dan aku tidak ingin mengganggu omongan kalian yang terlihat seru," jelas Sesilia dengan sikap tubuh yang meyakinkan. Tersenyum lembut layaknya gadis baik dan ramah.

"Kami juga baru dan jangan ikuti kami!" ucap lantang sang gadis yang kemudian segera pergi sambil menarik tangan teman wanitanya.

"Ups, aku pikir kalian dua orang wanita. Tapi sepertinya aku salah. Kalian sepasang kekasih dan aku tau, kau cemburu padaku. Tapi enggak apa, setidaknya aku selamat berkat keberadaan kalian," ungkap Sesilia yang terus saja berbicara sendiri.

Waktu tengah menunjukkan tengah malam, jalanan cukup sepi dengan tidak adanya kendaraan umum lagi. Mau tak mau, Sesilia harus pulang dengan berjalan kaki.

Tiba di rumah dan berniat membuka pintu, Sesilia dikagetkan akan sebuah suara.

"Kau dari mana saja?" tanya Ayah yang kini berdiri tegap di belakangnya sambil menatap dengan tatapan tajam.

"Aku ... hanya mencari angin, di sekitar sini," jawab Sesilia sambil menunjukkan wajah angkuhnya.

"Aku pikir kau gadis yang dikejar-kejar dua pria berotot dari dalam bar. Gadis yang hampir dilecehkan dan berpura-pura sedang berjalan malam dengan dua sahabat wanitanya."

"Glek," Sesilia hanya bisa menelan ludah dengan kedua mata yang mendelik. Tidak bisa mengelak karena semua yang ayah katakan benar adanya.

"Apa kau mengikutiku?" teriak Sesilia sambil menunjukkan wajah kesal. Namun, Ayah tetap terlihat tenang dan tak menggubrisnya.

Merasa diacuhkan, Sesilia kembali bertanya dengan nada yang lebih tinggi lagi.

"Kau ... Ayah seperti apa kau, hanya diam dan melihat saja saat aku kesulitan!"

Ayah hanya tersenyum tipis di sudut bibirnya. Dengan kedua tangan bertengger di saku celana Ayah berjalan masuk ke dalam rumah seakan tak perduli, setelah ia berucap, "Bukannya kau bilang hanya mencari angin di sekitar sini? Bar itu jauh, jadi aku yakin gadis itu bukan kau."

Sesilia terlihat sangat kesal, namun ia terus tersenyum jika mengingat kejadian ini. Jauh sebelum ini terjadi Ayah sudah lebih dulu mengingatkannya akan banyak hal. Terutama untuk tidak memaksakan diri segera menemukan informasi, karena ini bukanlah perkara yang mudah. Jika kejadian ini terjadi pada banyak orang dan tak ada yang bisa mengendusnya, maka itu pertanda mereka bukan orang sembarangan. Kini Sesilia paham dan merasa setuju. Ia akan lebih berhati-hati, namun akan terus mencari.

"Tok, tok, tok!"

Ketukan pintu terdengar, membuat Sesilia bingung, karena tidak ada yang memiliki kebiasaan mengetuk pintu. Ayah, Ibu, maupun Dino pasti hanya akan memanggil namanya meski dengan nada yang beragam. Ayah dengan tegas, Ibu dengan lembut dan Dino dengan kesal karena diminta memanggil dirinya.

"Siapa yang mengetuk pintu kamarku?" gumam Sesilia dengan wajah curiga.

ตอนถัดไป