webnovel

Anak yang tak di inginkan

Gugurkan kandunganmu, anak itu tidak di inginkan. Jika kamu benar-benar mencintaiku maka buatlah anak dalam kandunganmu menghilang

Diana begitu terguncang hingga ponselnya meluncur jatuh menimbulkan suara pecah yang nyaring di lantai marmer.

"Astaghfirullahal adzhim.."Maira terbangun karena suara yang keras dan terkejut melihat ponsel Diana yang jatuh berserakan di lantai."Kamu kenapa Dian?"Tanyanya khawatir melihat Diana yang pucat pasi.

"Dian.."Maira mengguncang bahu Diana hingga wanita disampingnya menoleh.

Saat mereka saling berpandangan, Maira melihat ekspresi kesakitan diwajah Diana.

"Kamu kenapa?"Tanyanya lagi

"Aku... "Suara Diana terbata dan beberapa bulir air mata kembali jatuh membasahi pipinya.

"Ya Allah Dian.."Maira menarik tubuh Diana dan memeluknya penuh sayang.

Diana mulai terisak di bahu Maira, dan gadis itu semakin memeluknya erat.

"Banyak-banyak menyebut nama Allah, kamu sedang di uji"Bisik Maira lembut.

Diana menekan perasaan terguncangnya dan dengan pelan melepas pelukan Maira "Aku tidak apa-apa" Ucap Diana sedikit serak, di hapusnya air matanya dan mengulas senyum kearah Maira.

Maira ikut menyusut air mata di sudut matanya dan sekali lagi mengusap lengan Diana"Siapapun yang berusaha menyakiti kamu, ingatlah untuk jangan pernah lupa datang dan meminta bantuanku.

Aku dan Kak Danny akan berusaha semampu kami untuk membantumu keluar dari masalah ini, aku dan Kak Danny juga akan berjuang agar kamu mendapat keadilan"Diana mengangguk.

Keadilan macam apa yang bisa Danny berikan padanya? Apakah dengan cara melenyapkan dia dan anak dalam kandungannya seperti pesan yang dikirimnya barusan?.

Jika seandainya Maira tau bahwa ayah dari bayi dalam kandungannya adalah Danny, apa yang akan dilakukannya? Dapatkah dia memberikan keadilan untuk Diana dan bayinya?

"Tidurlah lagi.."Pinta Diana kearah Maira.

"Pukul berapa sekarang?" Maira melihat jam weker diatas mejanya dan menyadari jika baru pukul setengah satu dini hari."Ayo tidur.."Ajaknya kepada Diana.

Diana turun dari ranjang dan memunguti ponselnya yang berserakan, sebuah retakan besar nampak di layar ponselnya hingga gambarnya menjadi buram.

Melihatnya Diana tersenyum kecut, jangankan hidupnya bahkan ponselnya yang murahan inipun telah rusak.

Dia naik lagi ke ranjang setelah menyatukan ponsel dan menghidupkannya kembali kemudian dia memutuskan untuk memejamkan matanya, mencari kantuknya yang hilang entah kemana.

*

*

Ketika Diana terbangun, Maira tersenyum dengan mukena yang sudah membungkus tubuhnya,"Bangunlah dan berwudhu.. aku akan menunggumu" Ujarnya

Diana bangun dan melangkah ke kamar mandi, dia menggunakan sikat giginya yang sengaja selalu di siapkan oleh Maira untuknya.

Bermalam di rumah Maira, dia harus selalu mengikuti keinginan Maira untuk sholat berjamaah, walau pada kenyataannya dia jarang sholat jika berada dirumahnya sendiri.

Dulu dia masih sering menunaikan sholat lima waktu, tapi seiring ayahnya yang selalu pulang dalam keadaan mabuk dan membuat keributan di rumah hingga mengganggu para tetangga, Diana mulai meninggalkan kewajibannya.

Di masa lalu, dia juga pernah mengenakan hijab seperti Maira, tapi prilaku ayahnya tidak mendukungnya untuk berubah.

Orang-orang akan bergunjing dan mengatakan"Lihatlah Diana, dia menutup aurat tapi tidak mampu membimbing ayahnya, hingga ayahnya tetaplah seorang pemabuk dan penjudi."

Telinga dan hati Diana panas mendengarnya, jadi dia memutuskan untuk melepas hijabnya kembali dan hidup seperti kebanyakan orang.

Ayahnyalah yang telah menjauhkannya dari nilai-nilai moral, ayahnya telah merubah akhlaknya dan membekukan hatinya yang dulu hangat.

Karena itu, Diana hanya akan sholat jika berada di rumah Maira atau sedang jalan dengannya. Jika di rumah, dia akan hidup layaknya orang yang tidak percaya akan adanya Tuhan.

Usai menunaikan sholat subuh, Maira mengajak Diana untuk jalan-jalan di seputar kompleks, kata Maira itu bagus untuk kesehatan ibu dan bayi.

Maira terlihat lebih perhatian kepada Diana, bahkan dia dengan senang hati membuatkan susu ibu hamil kepada Diana di kamar.

"Aku akan pulang hari ini" Diana berucap.

"Tinggalah lebih lama disini.."Maira menatapnya penuh permohonan.

"Tidak.. biar bagaimanapun juga aku harus menghadapi ayahku, aku tidak bisa menghindarinya selamanya"Maira terdiam.

"Bagaimana jika dia menyakiti kamu dan bayimu?"Tanya Maira akhirnya dengan penuh rasa khawatir.

"Dia tidak akan melakukannya, mungkin dia akan memukulku tapi dia tidak akan berani bertindak jauh.." Karena yang seharusnya di takuti Diana adalah Danny.

Dia yakin Danny akan lebih menerornya lagi jika dia tetap tinggal dengan Maira dinrumah ini, karena itu tempat paling aman baginya hanyalah rumahnya, karena Danny pasti tidak akan berani untuk kesana.

"Baiklah, aku akan meminta Kak Danny mengantar kita pulang, sekalian aku ambil mobilku" Diana mengangguk walau sebenarnya dia tidak setuju dengan Maira, tapi dia sadar jika dia bereaksi berlebihan maka Maira akan curiga.

*

*

Pukul Sembilan pagi, Danny dan Maira mengantar Diana pulang, saat sarapan di rumah Maira dan saat di perjalanan pulang, Diana selalu menghindari kontak mata dengan Danny, dia bersikap seolah tidak pernah membaca pesan dari Danny.

Namun bagaimanapun Diana berusaha menghindar, akan selalu ada alasan untuk tidak lepas darinya.

Saat melewati sebuah minimarket, Maira meminta agar menepi karena dia ingin membeli sesuatu.

"Mau ngapain sayang?" Tanya Danny lembut kearah Maira yang sedang membuka seatbeltnya.

"Ada yang mau aku beli, kalian tunggu di mobil saja ya.. aku nggak lama kok"

"Mai.. aku ikut.."Diana hendak turun tetapi Maira menahannya

"Sudah di mobil saja, aku nggak bakalan lama"Cegah Maira

"Tapi.. aku juga ingin ikut.."

"Tidak usah nanti kamu capek.."

" Jangan lama-lama ya sayang.." Danny memotong percakapan dua perempuan itu.

Akhirnya Diana merasa jantungnya berdengup kencang setelah Maira menghilang dibalik pintu miimarket. DIa membuka pintu mobil hendak keluar setelah mendengar suara Danny yang dingin.

"Tetap di mobil"Tangan Diana terasa kaku, dia tidak berani menatap kaca spion yang dia yakin tatapan membunuh Danny sedang diarahkan padanya.

"Nanti malam aku akan menjemputmu, aku sudah mengatur tempat dimana kamu akan melakukan aborsi.."Nada suara Danny yang dingin dan tanpa perasaan begitu menusuk relung hati Diana.

"I..Ini anakku sendiri, tidak ada hubungannya denganmu sama sekali"Sela Diana dengan wajah penuh amarah"Aku yang memutuskan mau melahirkannya atau tidak.."

Buk

Danny memukul setir mobil, rahangnya mengeras penuh emosi "Tunggu aku jam tujuh.."Ucapnya tak ingin di bantah

"Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau..!!"Diana menyela tak mau kalah"Kak Danny sudah menolaknya, maka dia hanya anakku saja"

"Diana, jangan bodoh kamu. Aku melakukan ini demi kebaikan kita bersama, malam itu adalah kecelakaan dan aku tidak mau kehamilan kamu akan menyebabkan batalnya pernikahan antara aku dan Maira.."Suara Danny sedikit melunak

"Pikirkanlah dengan kepala dingin, ayahmu adalah pria yang kejam bagaimana kamu bisa merawat anak itu sendirian.."

"Ayahku memang kejam, tapi ada yang lebih kejam dari dia.."Sindir Diana sinis.

Yaa.. ayahnya memang kejam padanya, tapi ayahnya tidak membuangnya atau membunuhnya ketika ibunya meninggalkan dirinya saat baru berusia lima tahun.

Di antara sikap kejam ayahnya padanya, ada masa ketika ayahnya tiba-tiba begitu lembut, bahkan membelikan pakaian baru untuknya.

Tidak seperti ayah bayinya yang menginginkan kematian darah dagingnya sendiri bahkan sebelum dia sempat dilahirkan.

"Bersiap saja nanti malam sesuai jam yang aku katakan. Aku bukannya kejam, tapi ini adalah pilihan terbaik dari yang terbaik"

"Aku sangat mencintai Maira dan hanya menginginkan anak dari rahimnya, aku tidak pernah menginginkan anak dari wanita lain"

"Mengapa kakak sangat kejam padaku?"Air mata Diana jatuh

"Mengapa sekarang kamu mengatakan aku sangat kejam? Bukankah hubungan intim itu kamu yang menginginkannya?"Danny mencibir "Atau kamu berharap dengan merayuku seperti itu aku akan tertarik padamu dan meninggalkan Maira?"

Diana terdiam

Hahahha

"Tidak ku sangka kamu sehina itu Diana, apa kamu tidak malu dan merasa bersalah pada Maira yang begitu peduli padamu? Menurutmu apa yang akan terjadi padanya jika dia tau siapa ayah dari anak yang kamu kandung?"

"Atau kamu berencana untuk menusuknya sampai sekejam itu?"

Next chapter