Klek!
"Argh!"
Terdengar suara dahan yang patah dengan suara teriakan seorang perempuan. Ren, Wedden dan Ser segera memekakan pendengaran mereka.
"Kalian mendengarnya juga?" tanya Ren. Dia hanya ingin memastikan kalau reaksi kedua rekannya itu adalah untuk hal yang sama dengan yang ia dengar.
Wedden dan Ser mengangguk. Ser mengerutkan dahinya, dia semakin merapatkan diri pada Wedden dan Ren karena semakin merasa takut.
Sementara itu diluar gua, seorang perempuan dengan jubah berwarna emas dan membawa busur panah sedang bersembunyi di bawah pohon besar nan sudah tua dan rapuh. Dia menahan diri untuk tidak bersuara walau lengannya cidera karena baru saja terjaruh dari dahan yang cukup tinggi.
Lengannya berdarah, hanya mampu mengumpat lirih, dia mencoba untuk mengatur napasnya.
Makluk tinggi besar dan mengerikan yang sedang menikmati sarapannya telah mencari-cari suara yang ia dengar barusan. Masih sambil mengunyah, mulut makluk itu dipenuhi darah dengan kepala yang selalu menoleh kanan dan kiri.
Ada sebuah pergerakan di sisi hutan yang lain, monster itu segera menghampirinya dan menangkap hewan berbulu putih dan langsung membunuh dengan gigitan taring tajamnya.
Kelinci yang malang.
Perempuan berjubah emas harus mencari tempat yang lebih aman. Dia terus saja mengutuki dirinya sendiri yang terlalu jauh memisahkan diri dari pasukan tentara kerajaannya. Dia menangkap siput, lalu melukainya dengan anak panah berlambang sayap di bagian pangkalnya itu untuk mengambil lendir siput dan mengoleskannya pada luka pada lengan dan kakinya.
"Aish! Apa aku akan selamat? Makluk itu mengerikan sekali," gumamnya seraya sedikit meringis kesakitan saat lukanya mulai bereaksi karena lendir siput.
"Errrrrrrr."
Seolah tidak ingin beranjak, monster itu juga enggan untuk meninggalkan sisa tubuh kucing sihir yang masih berserakan. Lahap sekali dia makan, namun ada banyak orang yang sudah tidak tahan dengan tempat persembunyian mereka.
Sempat sedikit hening, perempuan itu, yang ternyata adalah anak bungsu dari peri lembah, memberanikan diri untuk mengintip dan memastikan kalau monster tidak akan menyerangnya saat ia melarikan diri.
Namun pandangannya tidak sengaja menangkap helai panjang merah muda yang berkibar dari dalam gua. Corea segera memicingkan kedua matanya, memastikan sesuatu apa yang sedang ia lihat itu.
Sempat muncul untuk beberapa detik, jelas sekali Corea melihat sosok pria dengan rambut merah muda panjang itu dan detik berikutnya ia juga melihat sebuah anak panah yang melesat dan mengenai tubuh monster yang masih mengerang menikmati sarapannya.
Corea menarik napas panjang, dia tidak yakin, namun dia merasa familiar dengan sosok itu.
Makluk besar itu mengerang sangat nyaring dengan suara serak dan mulut yang dipenuhi makanannya. Dia marah dan segera mencari-cari dimana kiranya penyerang yang telah mengganggunya.
Corea mengerutkan dahi, dia berdiri dan membenarkan jubahnya. Namun kesialan menimpanya, belum sempat ia bersiap dengan penyerangan, dia sudah mendapati sosok besar mengerikan itu berdiri menjulang di hadapannya dengan erangan yang sangat nyaring.
"Errrrrrrrrgghhhhh."
Saliva menetes dengan mata melotot yang sangat besar. Dari jarak sedekat itu, Corea dapat melihat kulit tebal dan aroma busuk dari makhluk itu.
"Sial!" umpat Corea lirih. Dia lalu berlari cepat menuju tempat yang lebih aman, itulah yang dia inginkan. Namun sama sekali tidak beruntung, nyatanya dia terjatuh dan harus bergelut dengan makhluk itu dengan lengan yang cidera.
"Argh!" peri perempuan itu, berteriak saat hanya berhasil menyerang dengan anak panah. Terlalu kurang beruntung dengan gerakan cepat dan tubuh besar monster itu, Corea sama sekali tidak berhasil menyiapkan anak panah pada busurnya.
Mendengar ada pertarungan yang terdengar berbeda, ketiga pria yang sedang bersembunyi segera melihat keluar. Semula mereka hendak membiarkan pertarungan itu dan kabur disaat keadaan aman. Namun Wedden menyadari kalau makhluk itu tidak sedang bertarung, melainkan menyerang.
"Jubah itu … bukankah itu peri lembah?" uhar Wedden mengamati.
Ser tidak mengenali dan tidak mengerti dengan yang dibicarakan si keriting Wedden. Namun Ren mengenali suaranya.
Tanpa banyak basa basi lagi. Wedden dan Ren segera berlari dan menyerang monster yang sedang bertarung dengan Corea. Sangat tidak imbang, Ser bahkan harus mengumpat berkali-kali dengan itu.
"Hey kita bahkan bersembunyi tadi, tapi kalian menyelamatkan perempuan itu? Argh yang benar saja. Apakah kalian sungguh pria sejati?" gerutu Ser yang berlari dibelakang kedua rekannya.
Ren melepas anak panah dan berpencar dengan Wedden sehingga mereka menyerang dari dua arah.
Makhluk itu rupanya sangat peka sehingga dapat melawan dari semua arah pula.
Wedden memperhatikan luka pada mata kiri monster itu yang jika dilihal lagi nampak seperti luka tusuk dari sesuatu yang sangat tajam. Kulitnya tebal, pantas saja dia tidak dapat dibakar oleh kucing sihir, anak panahpun seolah tidak melukainya sama sekali.
Wedden mengincar mata kanannya, dia telah siap dengan tombak hanya saja belum memiliki kesempatan untuk menyerang.
Satu lawan empat. Makhluk itu sama sekali tidak kekurangan energi.
Wedden, Ren, Ser dan Corea sudah lelah. Mereka yang belum saling sapa itu hanya fokus untuk menyerang. Hendak kabur, namun itu tidak mungkin karena monster itu pasti akan mengehar.
Saat mereka kembali siap menyerang. Ren mendengar suara langkah kaki hewan, seperti kuda, yang sangat nyaring dan menuju arah mereka. Dia segera bersiap dengan apapun itu.
"Rrrraaaagghhhh!" Thanes, Satir raksasa yang sempat berkunjung ke perkemahan prajurit hutan datang dengan tiba-tiba dan langsung menyerang monster itu dengan pukulan dan tendangannya.
Corea sempat ketakutan, dia juga siap dengan panahnya namun ditahan oleh Ren.
Satir itu menoleh para Wedden dan rekan-rekannya, tanpa mengatakan apapun, Satir itu seolah menyuruh mereka pergi dan akan mengurus monster itu.
Wedden menarik napas panjang. Sejenak dia memfokuskan pikiran, lalu dengan kekuatan penuh dia melemparkan tombak kearah monster dan dengan sangat tepat itu mengenai mata kanan monster sesuai dengan harapan.
"Ayo pergi!" teriak Ren yang segera memimpin langkah semua temannya menuju kedalam hutan.
Wedden sempat memandangi Thanes, dia sedikit iba, namun juga berterimakasih walau diapun tidak tahu apakah Satir itu sedang membantu ataukah ada niat lain.
Berlari kencang tanpa menoleh kebelakang. Itulah perintah dari Ren yang memimpin pasukan. Mereka semakin memasuki hutan yang semakin lebat dan gelap.
Bruk!
"Argh!" Corea terjatuh. Jubah emasnya tersangkut pada akar pohon dan menahan tubuhnya.
Semuanya segera berhenti.
Masih was was dengan makhluk apapun, mereka mencari pohon besar yang dapat digunakan untuk berlindung.
Ser mengeluh, kaki kecilnya sangat sakit karena lari yang terus ia dan rekan-rekannya lakukan.
Corea menyandarkan tubuhnya pada akar pohon. Dia mendapati kakinya semakin nyeri setelah bertarung dan berlari.
Begitupun dengan Wedden dan Ren. Keduanya bahkan menjadi sangat bau karena sempat nyaris menjadi makanan monster itu. Ada sisa saliva di tubuh keduanya, hal itu membuat Ser kembali mual dan menyuruh dua pria itu untuk segera membersihkan diri.
***