Angin kencang beserta kabut hitam pekat melintasi seluruh bagian hutan hingga membuat pepohonan dan semua disekitarnya berantakan. Ranting-ranting bahkan berjatuhan disana sini seperti saat terjadi badai tahunan yang selalu terjadi di akhir tahun.
Namun kini masih di pertengahan tahun, sesuatu yang lain dengn kekuatan besarlah yang dapat menyebabkan semua ini.
Disaat yang bersamaan dengan melintasnya angin dan kabut hitam, terdengar pula suara langkah kaki kuda yang sangat banyak. Seperti pasukan perang yang hendak menyerbu ke suatu tempat. Namun tidak nampak apapun saat diintip dari celah rumah.
"Ssstttt!" Nig memerintahkan semua orang untuk diam tanpa ada usara sedikitpun. Dia masih terus menempelkan jari telunjuknya pada bibir hingga cukup lama, hingga suara langkah pasukan berkuda itu mereda dan benar-benar hilang.
"Apa itu?" ucap Wedden lirih. Dia duduk di salah satu sudut ruangan bersama dengan Ren .
"Pasukan kegelapan, anak buah Kimanh." Jawaban Ren singkat. Namun rupanya itu menarik perhatian dari Nig yang berada tidak jauh dari mereka.
"Apa mereka juga mencariku? Apakah sebanyak itu?" tanya Wedden lagi yang sedikit mengubah posisinya agar dapat menatap Ren yang menyadarakan kepalanya pada dinding. Pangeran Soutra nampak tidak bersemangat sama sekali.
"Mungkin iya, namun mungkin juga tidak. Mereka mendapat perintah khusus dari raja mereka. Itulah yang kutahu," jawab Ren.
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Memangnya kau bisa melakukan apa untuk sekarang?" Ren melirik si keriting Wedden yang hanya menggeleng dengan tampang bodoh.
Ren mehela napas panjang. "Tenanglah dulu. Anggap saja sekarang kita sedang beristirahat. Besok, kita bisa memulai hari baru."
Nig dan beberapa pria lain mengecek keadaan luar yang masih cukup gelap namun sudah menampakkan sekitar.
Sedetik kemudian. Terdengar teriakan yang melengking dari tengah hutan yang memekakan telinga.
"Aaaaaaaaaaaaaaa!!!"
Suara perempuan. Jelas sekali di telinga Wedden dan Ren. Segera saja Wedden mengingat sosok perempuan cantik yang mereka temui di tengah hutan dan menuntun mereka untuk menemukan jalan keluar. Nampak putih dan melayang dengan jejak yang berkelip.
"Mereka masih di sekitar kita!" ujar Nig memperingatkan. Keadaan hening untuk beberapa saat. Namun gemuruh yang mengerikan kembali terdengar dengan kecepatan tinggi.
Semuanya kembali menutup pintu dan mengunci. Seperti kilatan cahaya. Angin kencang dan kabut hitam itu melibas semua yang dilewati hingga membuat orang-orang di dalam rumah-rumah itu merasakan benturan hebat yang membuat meeka terhempas pada dinding rumah dengan nyaring.
"Mereka mencariku!" ucap Wedden cukup nyaring. Dia takut dan panik.
Semua pria berjubah hitam yang berada dalam satu rumah dengan para tawanan seketika menoleh pada pria keriting itu.
"Kenapa mereka harus mencarimu?" Nig yang baru saja terhempas ke dinding itu segera menghampiri Wedden untuk mendnegarkan kalimat yang jelas.
"Apa kau orang yang penting?" suara berat ketua pasukan berjubah hitam itu membuat Wedden merinding.
"Dia adalah keturunan Raja Peri. Tentu saja dia orang yang penting, hanya saja kalian tidak mengenalinya," celetuk Ren yang lagi-lagi membuat Wedden cemas. Jawabannya terlalu jujur dan membahayakan.
"Raja Peri?" beberapa dari pria berjubah mengamati sosok Wedden. Ada yang mengerutkan dahi, lalu ada juga mengangkat kedua alisnya setelah melihat bentuk runcing telinga Wedden dan manik mata pria keriting itu yang pucat.
Nig mengangkat sebelah alisnya. "Jadi, kau adalah yang kegelapan inginkan?" ujarnya.
Wedden mengatupkan kedua bibirnya. Dia merasa salah karena telah membuat pria berjubah hitam mengetahui identitasnya.
"Bagaiman jika iya?" ujar Ren lagi.
Nig segera menatap pria berambut merah muda itu. "Kau bertanya? Menurutmu, apa yang akan kami lakukan jika ada orang yang mengundang 'kegelapan' dan sihir berada di sekitarmu? Tentu saja aku akan menyingkirkannya!" suara Nig nyaring sekali.
Ser yang baru saja siuman masih memilih untuk diam setelah mendengar suara Nig.
"Kalian tidak perlu repot-repot menyingkirkan kami," ujar Ren. "Lepaskan saja kami. Biarkan kami pergi dengan nyaman, maka kalian tidak akan mendapatkan dampak dari keberadaannya."
Wedden melirik Ren. 'Apa ini salah satu trik dari pangeran cantik itu?' pikirnya.
Nig tertawa lirih. Namun belum sempat ia bicara lagi, seseorang dari rumah yang lain berlari menujunya dengan tergesa-gesa.
"Sore, dia sekarat …," ujar Mod yang baru saja mengecek keadaan semua pasukan.
Nig sigap, segera menghampiri rumah dari pasukan yang bernama Sore itu. Sementara para tawanan kembali ditinggal.
Nig terperangah setelah melihat keadaan salahs atu rekannya yang sangat menyedihkan. Bagian wajahnya terluka parah karena sabetan pedang pasukan kegelapan yang melintas. Pada bagian perutnya juga mengeluarkan banyak darah karena sebuah tumbukan keras dri benda tajam.
Tidak dapat mengatakan apapun lagi. Mulut pria berambut iklat pendek itu dipenuhi darah. Dengan sedikit dimiringkan agar dapat memuntahkan, namun luka di perutnya membuatnya mengerang kesakitan dengan mata yang tertutup.
"Kenapa dia bisa seperti ini?" tanya Nig yang sangat marah.
Mod mendekat. Dia tidak ingin ketuanya itu terus berteriak karena amarahnya. "Kurasa dia mengintip dari jendela," jawab Mod agak lirih.
Nig mengerutkan dahinya. "Mereka tidak dapat melihat dalam kegelapan. Apa dia …?"
Mod mengangguk pelan. Dia lalu menunjuk sebuah lentera kecil yang sumbunya masih berasap tergeletak di dekat jendela yang sedikit terbuka.
Nig mendengkus kasar setelah melihatnya.
"Dia ceroboh, Nig." Suara Mod membuat Nig diam. Pandangannya kembali terarah pada Sore yang sudah tidak dapat lagi diselamatkan.
Pedang sihir kegelapan memiliki kekuatan yang tidak tertandingi. Lebih mematikan dari racun yang biasa digunakan oleh manusia untuk membunuh musuh saat bertarung.
Nig mehela napas panjang dan memerintahkan rekan yang lain untuk mengurus Sore dan temat peristirahatan terakhirnya.
Kembali menghampiri para tawanan. Nig mencengkeram kuat busur panahnya yang baru dia pungut lagi karena sebelumnya terjatuh dan tergeletak di lantai.
Zep!!
Wedden, Ren dan Ser dikejutkan dengan kehadiran anak panah hitam yang menghunjam dinding di ekat mereka dengan tiba-tiba.
"Kalian harus membayar semuanya!" suara Nig meninggi. Dia telah menyiapkan anak panah pada busurnya.
"Seharusnya kalian tidak kubawa masuk kemari dan menjadi korban dari mereka!" Nig marah sekali.
"Itu bukan salah kami! Kalianlah yang membawa kami masuk!" sahut Ren yang tidak terima. "Kubilang lepaskan kami agar hidup kalian kembali seperti sedia kala!"
Nig menarik napas panajng. Dia kesal sekali dengan Ren, namun sosok Wedden adalah inti dari semuanya.
Segera saja pria berjubah hitam itu melepaskan anak panahnya setelah membidik Wedden tepat di bagian kepalanya.
Pria keriting Vitran itu memejamkan matanya. Dia berharap ada keajaiban lagi. Dengan memfokuskan pikirannya, Wedden berhasil menyeimbangkan energi dalam dirinya dalam waktu singkat.
Huhh!
Wedden menghembuskan napas panjang.
Diluar dugaan.
Anak panah yang melesat kearahnya itu berhenti begitu saja tepat di depan matanya. Saat ia membuka mata, anak panah itu terjatuh ke lantai dan tidak melukai siapapun.
***