webnovel

Menginap di hotel

Cinta itu buta. Ternyata tiga kata itu bukan hanya sekedar ungkapan saja. Cinta yang buta memang nyata dan benar ada di dunia. Cinta disebut buta karena Ia tidak melihat kasta. Cinta buta juga tidak melihat harta, dan juga tidak memandang wajah. Cinta yang buta adalah cinta yang tumbuh dari hati. Cinta buta itu hanya menggunakan rasa, tanpa melihat wujud atau pun rupa.

Cinta yang dirasakan oleh Redo dan Yohan, adalah salah satu contoh, jika cinta itu memang benar-benar buta. Cinta mereka tidak melihat siapa, cinta mereka tidak melihat bentuk, dan cinta merak benar-benar buta, karena tidak melihat jenis kelamin mereka yang sama.

Karena cinta memang buta.

Namun meski cinta itu buta Ia dapat mengalahkan segalanaya. Kekuatan cinta yang buta, akan mampu melawan apapun juga, Termasuk Dunia.

Di kamar hotel, waktu pagi menjelang siang. Yohan lebih dulu membuka matanya, ia bangkit dari tidur sambil memggeliat, lalu duduk menyandar di kepala dipan. Bibirnya menerbitkan senyum, saat bola matanya melihat Redo yang masi tertidur meringkuk dengan pulas sambil memeluk bantal.

Kejadian di club tadi malam, membuat Redo dan juga Yohan merasa sangat kelelahan. Tidur  larut malam, juga membuat mereka bangun kesiangan. Untung saja Redo dan Yohan sudah memberi kabar pada orang tuanya. Sehingga keduanya tidak perlu merasa cemas atau khawatir lagi. Selain itu mereka juga sudah berpesan pada Erwin, untuk membuatkan surat ijin bahwa keduanya, libur sekolah hari ini.

Mengingat kondisi wajah Redo yang masih menyisahkan luka, dan Yohan yang masih merasa pusing akbiat pengaruh minuman keras. Oleh sebab itu mereka memutuskan untuk tidak masuk ke Sekolah.

Yohan menyibahkan selimutnya, kemudian ia menutup tubuh Redo dengan selimut tersebut. Bola matanya menatap lekat wajah Redo. Tiba-tiba Hatinya merasa iba karena melihat wajah kekasihnya yang masih penuh dengan luka. Dan yang membuat hati Yohan tersentuh adalah; luka pada wajah Redo ada, karena untuk menolong dirinya.

Perlahan Yohan mendekat bibirnya pada kening Redo. Cup! Yohan memberikan kecupan sambil memejamkan mata. Ciuman itu terasa begitu lembut dan juga penuh perasaan.

Setelah beberapa saat bibirnya menempel di kening Redo. Yohan beranjak dari ranjang untuk pergi kekamar mandi.

"Yoh."

Gerakan Yohan terhenti lantaran ia mendengar Redo memanggil namanya, sambil menarik pergelangan tangan. Memutar kepalanya, Yohan menoleh ke arah Redo.

"Kok bangun?" Ucap Yohan.

Redo hanya tersenyum simpul, kepalanya masih nyaman tidur di atas bantal.

"Aku mau mandi dulu." ucap Yohan. Kemudian ia melanjutkan niatnya, beranjak dari tempat tidur.

"Yoh."

Panggil Redo kembali, yang otomatis membuat Yohan menoleh ke arahnya.

"Apa?" Heran Yohan.

Redo hanya tersenyum nyengir, kemudian ia kembali menarik kuat pergelangan Yohan, hingga membuat yang ditarik, menghamburkan tubuhnya. Kedua tangan Redo melingkar di punggung Yohan, yang sudah berada di atas tubuhnya. Memeluknya erat, lalu menggulingkan tubuh Yohan, hingga kini ia berada atas tubuh Yohan. 

Secara perlahan Redo mendekatkan wajahnya di telinga Yohan, membisikkan sesuatu di sana. "Aku sayang sama kamu." Miliknya yang di dalam celana tiba-tiba berkedut, setelah ia membisikan itu. Mungkin efek di pagi hari.

"Heem...." suara menggumam Yohan terdengar mengalun. "Go - m - bal."

"Nggak percaya ya udah," balas Redo. Kemudian ia menenggelamkan wajahnya di leher Yohan, "otak kamu emang pinter, tapi kadang kamu polos. Makanya aku pingin jagain kamu." Redo membuka sedikit mulutnya, menarik tipis kulit leher Yohan, lalu menggitnya pelan selama beberapa saat.

"Do," ucap Yohan seraya tanganya mengusap bekas gigitan Redo di lehernya. "Awas merah, ya."

"Gak papa itu tanda." Jawab Redo enteng. Tanpa dosa.

"Tanda apa?"

Redo mengeratkan pelukkannya, wajahnya juga semakin nyaman tenggelam di leher Yohan. "Tanda kepemilikan, sekaligus tanda cinta." Ucapnya. Kemudian ia membuat satu lagi tanda merah di leher Yohan, menggunakan mulutnya.

"Jangan Do," Ucap Yohan sambil mendorong wajah Yohan dari lehernya. "Lepas akh, mau mandi."

Redo sama sekali tidak mengindahkan peringatan Yohan. Yang ada ia malah semakin bersemangat membuat tanda merah, meski Yohan meronta, berusaha terlepas dari pelukkannya.

"Lepas Do! Aing gegel sia."

Ancaman Yohan membuat Redo melepaskan pelukannya, bangkit lalu duduk di atas perut Yohan. Senyumnya menyeringai, tatapan matanya menatap lurus ke mata Yohan.

"Sok... gegel." Tantang Redo. Kemudian Redo membuka kaus yang ia kenakan, membuatnya menjadi  bertelanjang dada.

"Mau gegel yang mana?" Tanya Redo.

"Yang ini." Ucapnya sambil menunjuk dada dibagian kiri. "Yang ini." Imbuh Redo tulunjuknya berpinda ke dada dibagian kanan. "Atau yang ini." Imbuhnya lagi sambil menunjuk bibirnya sendiri.

"Hayo, pilih mana?" Redo menaik-turunkan kedua alisnya.

Yohan hanya menarik ujung bibirnya, seraya mendengkus kesal. "Nggak ada." Ucapnya ketus. "Awas ahk, sakit perut." Tubuh Redo lumayan berat, sehingga ia merasakan sedikit sakit saat Redo mendudukan bokong di atas perutnya.

Redo hanya tersenyum nyengir. Kemudian ia menghamburkan tubuhnya, kembali memeluk Yohan. Membuat jarak wajah menjadi sangat tipis, hidung keduanya hampir bersentuhan.

Keduanya terdiam saat pandangan mata mereka bertemu, dengan jarak wajah yang begitu dekat. Senyum simpul terbit dari bibir keduanya.

Terlihat secara perlahan Redo menurunkan wajahnya. Mendekatkan mulutnya di bibir Yohan yang sedikit terbuka__bersiap menyambut bibirnya mendarat di sana. Beberapa saat kemudian, cup! Bibir Redo berhasil mendarat di bibir Yohan.

Keduanya saling memejamkan mata, menikmati, meresapi sentuhan bibir, dan hembusan napas masing-masing.

Terlihat Yohan mengalungkan kedua tangannya di punggung Yohan, memeluknya erat. Bokong Redo terlihat naik-turun, menakan-nekan kemaluannya__yang sudah menegang keras di perut Yohan.

Beberapa saat kemudian, ciuman yang mulanya hanya menempel saja, kini mulai beraksi. Redo membuka sedikit mulutnya, meriah bibir bawah Yohan, lalu melumatnya. Setelah puas dengan adegan saling lumat, lidah Yohan menjulur keluar, menembus masuk kedalam mulut Redo. Lidah keduanya bertemu, saling bertautan, dan saling menghisap ludah masing-masing.

Adegan itu membuat keduanya melambung, membawa mereka terbang ke awan-awan, melupakan segalanya.

Beberapa saat kemudian, pergerakan tubuh keduanya terlihat semakin agresif. Sambil saling menikmati sentuhan lidah, keduanya bergulat, salinga guling, membuat keadaan ranjang menjadi acak-acakan.

Tidak ada pembicaraan yang terdengar, hanya suara desahan, lenguhan, dan sesekali kecapan keluar dari mulut keduanya.

"Eemmh," Redo mendesah saat merasakan lidah Yohan sedang menari-nari di dalam mulutnya.

Puas dengan permainan mulut, Redo melepaskan ciuman, lalu kembali duduk di atas perut Yohan. Dengan napas yang memburu, Redo menelan ludah susah payah. Sorot matanya menatap lekat wajah Yohan.

"Yoh, bajunya buka." Titah Redo.

Seperti terhipnotis, Yohan langsung menuruti perintah Redo, melepaskan pakaiannya sendiri. Sedangkan Redo terlihat berdiri sambil melepaskan jeans, berikut celana dalamnya.

Menelan ludah susah payah, Yohan tidak berkedip menatap Reda yang sudah tidak memakai pakaian apapun. Miliknya sudah mengacung keras, ingin segera dilemaskan. Ini adalah pertamakalinya Yohan melihat Redo telanjang bulat. Ia sedikit terkagum dengan kejantanan Redo. Ternyata ukurannya lumayan besar, dan panjang.

"Celananya juga," perintah Redo kembali. Kemudian ia duduk di dekat paha, membantu Yohan melepaskan celananya.

Sedetik kemudian celana jeans yang dikenakan Yohan lolos dari kakinya. Sehingga dua remaja yang masih duduk dibangku SMA itu, kini sudah telanjang bulat.

Pertama kali tanpa busana di hadapan Redo, membuat Yohan sedikit malu saat Redo memandangi alat vitalnya yang ukurannya lebih kecil. Secara reflek, Yohan menutupi kemaluannya menggunakan telapak tangan.

"Kenapa ditutup?" Tanya Redo heran.

"Malu," aku Yohan.

"Jangan malu, kita kan pacar. Aku aja nggak malu." Redo memegang pergelangan Yohan, menyingkirkannya dari atas selangkangan, sehingga milik Yohan kini bisa terlihat kembali.

Redo tersenyum simpul, menatap Yohan yang sedang juga menatapnya. Kemudian ia mendudukan dirinya tepat di selangkangan Yohan, menyatukan miliknya dengan milik Yohan. Lalu ia menghamburkan tubuhnya memeluk erat Yohan.

"Aku sayang sama kamu." Ucap Redo. Kemudian ia menggoyangkan pinggulnya, mengesek-gesakan kemaluannya dengan kemaluan Yohan.

Begitupun dengan Yohan, dengan napas memburu, selangkangannya mengikuti gerakan pinggul Redo sambil memeluknya erat.

Gerakan saling gesek mereka lakukan selama beberapa saat. Pergulatan di atas ranjang juga semakin agresif, membuat tubuh keduanya mulai basah karena keringat yang mulai merembes.

"Yoh, kalo gini aja nggak enak. Boleh di masukin gak? Punyaku." Pinta Redo.

"Masukin kemana?" Heran Yohan.

"Pantat," bisik Redo. Entahlah, tiba-tiba saja ia mempunyai insting seperti itu. Gairahnya mulai memuncak, dan Redo ingin merasakan lebih.

"Takut." Ucap Yohan.

"Nggak papa, nyobain." Detak jantung Redo sudah tidak bisa terkontrol lagi. Napasnya juga mulai tersenggal. "Ya..."

Yohan terdiam selama beberapa saat, meski ia merasa takut, tapi rasa penasaran ingin mencoba lebih mendominasi. Ia hanya mengagungkan kepala, mengijinkan Redo untuk memasukan miliknya, kedalam lubangnya.

Cup! Redo memberikan kecapan singkat di bibir Yohan, sebelum akhirnya ia duduk di dekat selangkangan Yohan.

"Tengkurap Yoh."  Perintah Redo yang langsung dituruti oleh Yohan__dengan ragu-ragu.

Redo menelan ludah susah payah, saat bongkahan panantat mulus Yohan mengahadap ke arahnya. Dadanya naik turun, dan napasnya semakin memburu.

Secara perlahan Redo yang sudah duduk di dekat selangkangan, mulai melebarkan kedua paha Yohan. Ia memegang penisnya yang sudah mengacung keras, lalu di arahkannya penis itu lurus ke lubang pantat milik Yohan. Dengan jantung yang berdebar-debar, Redo mendekat ujung kepala penisnya tepat di bibir anus milik Yohan.

Mendorong pinggulnya, berusaha memasukan penis ke lubang kenikmatan milik Yohan__namun meleset lantaran ia terlalu terburu-buru. Tidak putus asa, Redo mencobanya kembali, kali ini lebih hati, sambil memegangi penisnya, sorot matanya lurus ke arah lubang Yohan. Dengan sangat pelan dan hati-hati Redo mendorong bokongnya, sedikit demi sedikit, akhirnya, blush. Kepala penisnya berhasil menerobos benteng pertahanan Yohan.

"Aaaauu.."

Redo kembali mencabut penisnya, lantaran mendengar Yohan berterika.

"Kenapa Yoh?" Tanya Redo.

"Sakit!" Keluh Yohan. Ia meringis sambil memejamkan mata.

"Padahal udah masuk. Coba lagi ya."

"Pelan-pelan, sakit." Ucap Yohan.

"Iya..."

Tiba-tiba saja Redo menemukan ide, ia meludahi telapak tangannya, lalu dioleskannya ludah itu ke seluruh batang penisnya. Ia juga memberikan mengolesi bibir anus Yohan menggunakan sisa ludahnya.

Selesai dengan urusan ludah, Redo kembali mengarahkan ujung kepala penisnya tepat ke lubang Yohan. Setelah menempel, Redo kembali mendorong pinggulnya, sedikit demi sedikit, berkat bantuan ludah yang membuat licin batang penisnya, akhirnya.

"Aaahkk..." Redo mendesah, saat seluruh batang penisnya sudah berhasil masuk di dalam lubang anus Yohan.

Sedang Yohan, terlihat matanya terpejam, mulutnya meringis, merasakan sedikit sakit saat seluruh batang penis Redo, memenuhi lubang anusnya.

Redo menjatuhkan tubuhnya, memeluk erat sambil menciumi leher Yohan.

"Sakit Yoh?" Bisik Redo ditengah napasnya yang memburu.

"Dikit," aku Yohan.

Secara perlahan Redo mulai menggoyangkan pinggul, bergerak maju mundur mencari titik kenikmatan.

Yohan masih masih meringis, rasa sakit kembali datang saat penis Redo terasa semakin mengeras__bergerak maju mundur seperti merobek bibir anusnya.

"Ahk... ahkh.. akh..." deshan Redo terdengar berirama dengan gerakan maju mundur pantatnya.

"Uuugh..." Yohan melenguh, merasakan sakit yang luar biasa saat Redo mempercepat ritme gerakan pinggulnya. Rasa sakit itu membuat alat vital Yohan perlahan mulai mengecil.

"Do, buruan sakit." Keluh Yohan.

"Ah, iya..."

Beberapa saat kemudian Redo mulai mulai merasakan titik kenikmatan, gerakan maju-maju mundurnya juga ia percepat.

"Akh... akh... akh..." tiba-tiba saja tubuh Redo mulai mengejang. Tanda-tanda puncak kenikmatan mulai ia rasakan. "Akh... akh... aaaaaaakh..." Redo mendesah panjang, matanya terpejam saat ia merasakan kenikmatan yang luar biasa, bersamaan ia mengeluarkan cairan kental di lubang anus Yohan.

"Huuuuft..." Redo membuang napas lega. Melemaskan tubuhnya, memeluk erat Yohan, dan membiarkan penisnya masih menancap di lubang Yohan.

Sedangkan Yohan hanya terbengong, ia mengerjap-ngerjapkan mata sambil menelan ludahnya susah payah. Gairahnya mendadak hilang, akibat rasa sakit yang luar biasa di lubang anusnya.

"I love you Yoh..." bisik Redo.

Yohan hanya terdiam seribu bahasa.

***

Siang itu di hari yang sama. Ibu Eha dan Ibu Karina duduk berdampingan di sebuah sofa. Ruang Kepala Sekolah. Awalnya kedua wanita sosialita itu, merasa bingung dengan undangan Kepala Sekolah yang secara mendadak tiba-tiba.

Kemudian mereka memutuskan untuk pergi bersama, ke Sekolah anak mereka, guna memenuhi undangan kepala sekolah.

Kini mereka berdua sudah berada di ruangan kepala sekolah, duduk berdampingan. Ada kepala sekolah duduk di sofa berbeda tepat du hadapan mereka.

Kedua wanita yang sama cantiknya itu saling bertatapan, wajah mereka menggambarkan keterkejutan, setelah melihat video yang ditunjukan oleh kepala sekolah.

Nampak Ibu Eha, memijit pelipisnya dengan jari-jari lentikanya, kepalanya mendadak pusing. Sedang Ibu karina memegang dadanya, suapaya tidak loncat dari tempatnya.

"Siapa yang merekam video itu?" Tanya ibu Karina ditengah ketegagannya.

"Kami belum tau persis bu. Yang jelas rekaman itu sudah tersebar di seluruh sekolah ini." jawab kepala sekolah.

"Apa itu benar Yohan?" Meski sudah yakin, tapi ibu Eha berharap itu cuma rekayasa. "Tapi itu seperti di dalam discotik, anaku tidak pernah datang ketempat seperti itu." Kemudian Ibu Eha terdiam dan berpikir, nampak sedang mengingat-ingat.

"Sudah sangat jelas bu. Itu Yohan." Tegas kepala sekolah. "Untuk itu kami menggundang ibu-ibu kemari untuk memberi tahu."

"Ya Tuhan jika benar itu Yohan. Ayahnya akan marah besar kalo pulang dari luar kota!" Ucap ibu Eha, wajahnya terlihat sangat gelisah.

"Untuk itu mari kita bersama-sama melakukan tindakan, sebelum situasinya semakin parah. Yohan sama Redo mereka anak-anak berprestasi, jangan sampai hal ini mengganggu mereka."

"Kita harus bertindak jeng." Ibu Karina membuka suaranya.

"Yah, Kami juga akan mencegah suapaya rekaman itu tidak menyebar keluar sekolah. Secepatnya kita akan cari pelakunya, Yohan pasti tau." Ucap kepala sekolah. "Dan tolong bu. Bicarakan hal ini baik-baik dengan Redo dan Yohan, ini sangat sensitif."

Ibu Karina menoleh ke arah Ibu Eha. "Kita harus bertindak. Kita harus bicara dengan mereka." ucapnya.

"Ya Tuhan, kenapa jadi seperti ini?" Kelu ibu Eha. Wajahnya terlihat frustasi.

"Ini akan merusak nama baik keluarga kita jeng." Imbuh Ibu Karina.

Ket. bahasa sunda

Aing; saya

Gegel; gigit

Sia; kamu

ตอนถัดไป