6. Awal yang baru.
Klub belajar di sekolah benar-benar menguras energiku. Aku benar-benar tertekan pada awalnya tetapi itu terbayar selama ujian. Aku cukup yakin bahwa aku akan lulus dan masuk ke universitas yang bagus karena aku menjawab ujian dengan cukup baik.
Udara mulai terasa sangat dingin seolah telah memasuki musim dingin tanpa disadari bahwa musim gugur akan segera berganti. Pakaian tebal dan jaket tidak membuatku hangat. Aku meniup tanganku untuk merasa lebih hangat, aku melihat lampu-lampu tergantung di pohon-pohon begitu banyak biasanya dilakukan ketika malam akhir musim gugur.
Langkah kakiku terhenti saat melihat seseorang di balik jendela kaca kafe. Sakura terlihat sangat khawatir karena dia terus melihat layar ponselnya. Aku hanya bisa melihat dan berpikir apa yang harus aku lakukan? Aku memutuskan untuk pergi ke kafe, aku berjalan ke arahnya tanpa sadar aku berkata, "bisakah saya duduk di sini juga, Nona?"
Dia menatapku dan terkejut, tentu saja dia terkejut karena aku berbicara seperti orang asing, aku bermaksud menggodanya untuk membuatnya tersenyum.
"I-iya," katanya.
Suasananya canggung tapi tidak lama setelah itu kami mulai mengobrol dia menggodaku karena aku bisa berkata manis seperti tadi? Kafe ini hanya menyajikan kopi dan kue ringan. Aku baru tahu kalau Sakura suka minum kopi? Sejak kapan dia mulai menyukai kopi?
"Sakura, aku baru tahu kamu suka minum kopi."
"Aku sudah minum kopi baru-baru ini, sepertinya aku kecanduan."
Bagaimana aku harus melanjutkannya dia terlihat khawatir ketika dia melihat layar ponsel miliknya. Aku hanya diam dan menatapnya, dia tampak khawatir karena sesuatu dan menelpon namun telponnya tidak mendapat jawaban.
"Dia tidak mengangkatnya," gumamnya.
"Kamu bertengkar dengan pacarmu, kah?"
Aku mengajukan pertanyaan yang dengan mudah keluar dari mulutku. Dia terkejut tapi tidak marah karena kata-kata kasarku dia menghela nafas dan terlihat sedih
"Ya, kami bertengkar...kamu sampai dapat menebaknya."
"Kalau kamu mau berbagi masalahmu, mungkin aku bisa mencarikan solusi," kataku.
"..."
Aku mendengarkannya...
Mereka bertengkar karena Sasuke selalu tidak menerima panggilannya seolah-olah dia mengabaikannya dan terkadang berbicara kasar tanpa alasan yang jelas.
Aku mendengarkan semua cerita dengan seksama. Aku mulai berpikir keras karena masalah ini, aku sedikit kesulitan karena masalah ini cukup rumit bagiku yang belum pernah menjalin hubungan percintaan.
"Sepertinya kamu tidak pernah bertengkar dengan Ino, kan?"
"Bertengkar dengan, Ino?"
Dia menyesap kopi dan berkata, "kamu tidak akan dapat menemukan masalahku karena kamu tidak pernah memiliki masalah dengan pacarmu."
"Maksudmu?"
Dia menatapku sangat terkejut.
"Apakah kamu tidak mengerti apa yang aku maksud? Maksudku, kamu tidak pernah bertengkar dengan Ino itu sebabnya kamu tidak akan menemukan solusi untuk Sasuke dan aku karena kita sering bertengkar."
"Jadi kalian sering bertengkar..."
"Ya..."
"Ehem, sebenarnya aku dan Ino tidak pacaran."
"Jangan bohong," katanya.
Aku menceritakan sekali lagi tentang kejadian saat festival kembang api waktu itu awalnya dia masih mengira aku berbohong tapi aku terus meyakinkannya sampai dia percaya. Dia menahan tawanya karena aku memberitahunya karena Ino berencana membuat Sasuke dan dia cemburu. Aku senang kamu terlihat bahagia lagi.
"Kamu tahu aku cukup terkejut melihatmu bersama Ino."
"Terkejut?"
"Ya, karena kamu tiba-tiba berkencan dengannya."
Waktu menunjukkan cukup larut malam kami memutuskan untuk pulang. Aku menyamai langkahku dengan langkahnya, dia sesekali menatapku. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Aku berharap waktu akan berhenti dan kami hanya berjalan di tempat. Keinginanku terdengar seperti omong kosong tetapi aku ingin berharap keajaiban.
"Aku merasa bersalah karena aku sedang selingkuh," gumamnya.
"Kamu tidak sedang selingkuh...karena kita sahabat."
"Dia pernah berkata bahwa lawan jenis tidak akan pernah menjadi sahabat. Aku telah meyakinkannya tetapi dia tidak setuju dengan apa yang aku katakan."
"..."
"Sebenarnya aku sedih ketika aku jahat padamu tapi jika tidak, dia tidak akan percaya kalau aku serius dengannya."
"..."
"Aku sudah menghabiskan seluruh waktuku untuknya. Aku juga bertengkar dengan orang tuaku hanya untuk bisa kencan dengannya, dan aku juga memblokir kontakmu, aku takut putus dengannya. Aku sangat takut..."
"Kamu tidak perlu merasa bersalah padaku karena aku selalu percaya kamu pasti punya alasan untuk itu. Dan jangan terlalu banyak bertengkar dengan Paman dan Bibi, jika mereka tidak mengizinkanmu keluar, kamu hanya perlu meyakinkan Sasuke."
"Dia itu keras kepala...anehnya aku tetap mencintainya..."
Haruskah aku mendukungnya untuk tetap bersama Sasuke saat dia terlihat menderita seperti ini? Dia mencintai Sasuke sama seperti aku mencintainya ini adalah pilihan sulit yang harus aku pilih dengan bijak bukan untuk keegoisanku tapi untuk kebahagiaannya.
"Yakinlah bahwa suatu saat dia akan mengerti semua yang kamu lakukan hanya untuknya dan terus meyakinkan dia bahwa hanya dia yang kamu cintai."
"Terima kasih Naruto. Kamu selalu baik padaku meskipun aku jahat padamu."
"Tidak apa-apa kamu melakukannya karena demi hubunganmu dengannya."
"Sekali lagi terima kasih telah memahami posisiku saat ini."
Aku tidak bisa membawanya pergi apalagi memaksanya untuk mencintaiku. Aku akan menunggunya sampai sama sekali tidak ada harapan untukku mungkin aku menyerah ketika mereka menikah. Aku tidak tahu seperti apa keadaanku nanti jika aku harus datang ke resepsi pernikahannya, apakah aku masih bisa tersenyum sambil mengucapkan selamat kepadanya?
Mungkinkah aku lebih baik mati...
Saat kami sampai di rumahnya, kami hanya berdiri berhadap-hadapan. Aku hanya bisa melihatnya padahal aku ingin memeluknya namun tidak mungkin bagiku melakukannya karena dia sudah jadi milik orang lain. Aku terkejut karena dia tiba-tiba memelukku, aku bisa mendengar suara tangisannya.
"Hiikss...walaupun aku sudah berusaha sesuai keinginannya...hiks..."
Aku tidak bisa berkata apa-apa selain memeluknya kembali. Aku berjanji jika hal seperti ini terjadi lagi! Aku akan menghajar si bajingan itu sampai babak belur! Lain kali aku akan egois dan tidak akan bersikap lunak lagi jika ada risiko Sakura akan membenciku karena aku menghajar Sasuke, aku akan mengambil risiko itu.
Setelah Sakura tenang, dia memasuki rumah. Ketika perjalanan pulang mataku tidak berhenti memanas sambil menggenggam tanganku erat-erat. Aku akan bersabar untuk kali ini untuk lain kali aku akan memukulnya tanpa ampun seperti saat festival kembang api.
Aku menarik napas dalam-dalam dan memaksa diriku untuk tenang meskipun aku meninju dinding di sebelahku.
"Sasuke..."
Bersambung.
Naruto ngamuk!