4. Lihatlah aku.
Aku berdiri di depan pintu gerbang rumah Sakura. Aku melihat ke arah jendela kamarnya di lantai dua, biasanya dia akan melihat keluar ketika aku datang tetapi sekarang karena aku tidak bisa menelponnya, aku hanya bisa melihat dan tidak berani memasuki rumahnya. Aku takut dia akan membenciku karena kejadian kemarin malam. Aku melihat jam di smartphone-ku masih jam 10:00 pagi. Aku berbalik dan dikejutkan oleh sosok yang kulihat. Aku tidak menyangka Sakura ada di belakangku!
"Sa-Sakura?!"
"Naruto..."
Dia membawa tas belanja, aku hanya bisa menggaruk kepalaku dan mengucapkan selamat pagi untungnya dia tidak marah karena dia menunjukkan senyumnya. Aku bersyukur bahwa kamu tidak marah dan mengundangku untuk masuk ke rumah.
Kamu tersenyum seperti itu, kamu terlihat sangat manis dan imut sehingga aku malu dalam hatiku sebenarnya berteriak bahagia, aku sangat berterima kasih yang terdalam.
"Duduklah, aku akan membuat teh dulu."
"Y-ya."
Sepertinya Paman dan Bibi tidak ada di rumah pastinya dia harus repot melakukan semuanya sendirian. Aku melihatmu meletakkan secangkir teh di atas meja. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan dari wajahmu. Aku bisa melihat dengan jelas raut wajahmu yang terkejut dengan apa yang aku lakukan. Kami menikmati teh hitam bersama meskipun suasananya sedikit canggung dan kami hanya diam tanpa memulai percakapan.
"Ahem, aku tidak menyangka kamu akan berkencan dengan Ino," katanya.
"Ah, kita tidak benar-benar berkencan."
"Jangan bohong, kamu jujur saja."
"A-aku sudah jujur hehe..."
Aku telah berbicara dengan jujur, aku telah memberi tahu kamu segalanya tetapi kamu tidak benar-benar percaya apa yang aku katakan. Kamu tidak seperti ini sebelumnya, dulu kamu selalu percaya padaku.
Aku terkejut dalam diam karena aku melihat ekspresi sedih di wajahmu saat melihat cangkir itu. Aku sarankan agar kamu menceritakan masalahmu dan kamu tersenyum setelah aku mengatakannya.
Aku terkejut dalam diam karena aku melihat ekspresi sedih di wajahmu saat kamu melihat cangkir itu. Aku memberikan sarankan agar kamu menceritakan masalahmu padaku, kamu tersenyum setelah aku mengatakannya.
"Naruto, kamu maukan mendengar curhatku," katanya.
"Ya."
"Dia ingin putus denganku...hiks...padahal aku sangat mencintainya tapi dia ingin putus denganku...hiks...aku sangat cinta dia..."
Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan sekarang? Dia sangat mencintainya, aku sebenarnya tidak ingin mendengar semua ini! Aku tidak pernah ingin mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya. Aku tersenyum pahit dan memaksakan diri untuk mengatakannya, aku berkata "itu semua dalam keputusanmu, Sakura. Jika kamu benar-benar mencintainya, kamu tidak boleh menyerah pada cintamu tetap meyakinkannya untuk tidak putus."
Pikiranku menjadi kosong sampai aku hanya berbicara omong kosong. Kamu menatapku dengan wajah terkejut. Entah apa yang membuatmu terkejut, mungkin ekspresi wajahku sangat buruk saat ini. Kamu menunduk dan berkata, "maaf, aku salah, aku pasti membuatmu sedih. Maaf...hiks...jujur aku bingung sekarang."
"Berhentilah menangis, kamu lebih cantik saat tersenyum."
Kamu mulai menghapus air matamu dan mulai tersenyum. Aku mengikuti senyummu dan mulai membelai rambutmu. Aku senang karena kamu terlihat lebih baik dan melakukan apa yang aku inginkan. Aku beralasan aku harus pergi karena tiba-tiba aku mengingatnya jujur aku hanya berbohong karena aku ingin berhenti melihatmu lebih sedih. Kamu mengantarku keluar dan kita berpisah dengan lambaian tangan, aku melangkah pergi dengan perasaan yang tidak nyaman.
Setiap kali aku berjalan, aku selalu ingat kata-katanya bahwa dia sangat mencintai pacarnya. Aku tidak bisa menyembunyikan kecemburuan sampai aku mengepalkan tinjuku erat-erat mengingat semua itu membuatku semakin marah dan ingin menghajar seseorang. { Tinnn! Tinnn! } Bunyi klakson mobil membuatku menoleh. Aku melihat sebuah BMW hitam berhenti tidak jauh dari tempatku berdiri. Seseorang keluar dari mobil dan membuka pintu belakang.
Sosok gadis familiar yang terlihat cantik dan memiliki warna rambut merah mencolok itu tak lain adalah wakil ketua OSIS. Aku hanya menghela nafas saat dia melihatku. Aku tidak ingin mendengar kata-katanya yang kasar dalam suasana yang kacau balau.
"Masuklah, aku akan mengantarmu pulang," katanya dan tersenyum.
"Terima kasih, rumahku tidak jauh dari sini."
"Dasar bocah, tidak punya sop-."
"Diam, kamu ingin aku pecat?"
Orang yang mengenakan setelan hitam membungkuk beberapa kali sambil meminta maaf. Wakil ketua OSIS menarikku ke dalam mobil. Aku kaget karena dia tidak mengantarku pulang malah menyuruh sopirnya untuk membawa kami ke taman hiburan.
"Sepertinya suasana hatimu sedang buruk. Aku akan membawamu ke taman hiburan agar suasana hatimu lebih baik, kamu tidak akan menolakku 'kan?"
"I-iya..."
Sulit untuk mengatakan tidak ketika seseorang berbicara seperti itu. Aku tidak berpikir itu akan menjadi masalah karena dia memiliki niat baik. Aku juga tidak menyangka kalau dia memiliki sisi baik seperti sekarang. Aku selalu berpikir bahwa suatu hari aku akan membawa Sakura ke taman hiburan tetapi tidak pernah memiliki kesempatan untuk membawanya sampai sekarang. Aku tidak menyangka akan datang ke sini selain dengan Sakura, mungkin nanti jika ada kesempatanku akan mengajaknya.
"Kenapa kamu diam? Ayo!"
"Ehh?!"
Wakil ketua OSIS menarikku dengan penuh semangat. Aku takut akan ada salah paham jika ada teman sekolahku yang melihat kami. Ternyata dia tipe gadis yang mudah bergaul sehingga dia dengan mudah memeluk lenganku. Aku ingat kejadian di malam festival kembang api, Ino melakukan ini juga. Aku ingat apa yang terjadi pada Sasuke dan Sakura sekali lagi.
"Wakil ket-."
"Ssst, kamu panggil aku Sara, jangan panggil wakil ketua OSIS lagi, sekarang kita bukan di sekolah!"
Dia membawaku berkeliling sampai kami tiba di salah satu wahana Go-kart. Aku enggan untuk bergabung dengan permainan kekanak-kanakan seperti itu tapi dia sangat memaksa. Tidak ada pilihan selain menuruti tapi selama permainan dia selalu menabrakku dan tertawa bahagia aku menabrak Go-kart miliknya sebagai balasannya alhasil dia marah tidak jelas?
Wahana yang dia pilih adalah rumah hantu. Saya benar-benar menolak untuk pergi ke tempat seperti itu. Aku sangat takut dengan hantu! Dia menertawakanku sambil menarik-narik bajuku.
"Aku tidak mau! Aku mau pulang!"
"Ayo, kamu ini laki-laki jangan seperti pengecut!"
Selama di rumah hantu, aku tidak pernah tidak berteriak karena penampakan hantu meskipun bukan hantu nyata tetap menakutkan! Dia hanya menertawakanku seenak jidatnya!
"Kyaaaakk!"
"Hahahahah, kamu teriak seperti anak gadis, ahahahha, aku sampai nangis tertawa terus hahaha..."
Aku menekan lututku dengan kedua tangan aku merasa rohku akan keluar jika aku tinggal lebih lama di rumah hantu. Aku merasa lebih baik, ternyata benar wakil ketua OSIS mengatakan bahwa bermain di sini akan mengubah suasana hatiku. Ketua OSIS menatap wajahku dari dekat dengan ekspresi khawatir di wajahnya. Aku malu karena dia melihatku begitu dekat.
"Apakah kamu baik-baik saja? Maaf jika aku memaksamu masuk ke rumah hantu."
"Tidak apa-apa berkat Anda, saya menjadi lebih baik!"
"Kamu berbicara terlalu sopan, seperti aku orang asing saja," katanya.
Wajahnya terlihat sedih mungkin aku mengatakan sesuatu yang salah? Padahal aku hanya ingin bersikap sopan sebagai ucapan terima kasih, aku tidak begitu mengerti mengapa dia terlihat sedih.
Aku menyentuh kepalanya dan membelai rambutnya sambil berkata, "maaf, aku mengatakan hal yang salah."
"Hm," jawabnya.
Pipinya memerah dan matanya dipenuhi air mata. Saya benar-benar tidak mengharapkan kata-kata yang salah untuk membuat orang lain sedih.
Bersambung.
Gawat! Alur makin ngelantur!