webnovel

Nasihat Sang Kakek Kepada Hasan

Pagi menjelang siang, sinar matahari mulai terasa membakar permukaan bumi, jika tumbuhan bisa berkata pastilah berkata "Sungguh terik sinar matahari ini, inginku hilangkan dahaga andai hujan turun." Tapi apalah daya tumbuhan hanya bisa pasrah menerima nasib, seperti perjalanan Hasan kini dia dirundung gelisah bercampur takut Ayah dan Ibunya mengajak ke Kakeknya akan tetapi sudah berjanji akan menemui Aurel pujaan hatinya.

Terlihat Hasan gelisah berjalan ke depan dan kebelakang sesekali menghampiri Androidnya dan memegangnya lalu diletakkan kembali hingga 5 menit berlalu Hasan masih kondisi memegang baju yang akan dikenakannya juga celana panjang yang masih mengalung di lehernya.

Ayahnya pun hingga menghaimpirinya karna tidak kunjung keluar.

Dok ... dok ... dok!

Bunyi pintu yang bertubi-tubi dan disusul suara lantang hingga terdengar sampai di luar rumah.

"Hasan ... San ... Hasan!" panggil Ayahnya sambil menggerak-gerakkan selot pintu, dan lalu membukanya.

Wajah Hasan semakin terlihat merah, dan menarik bahunya ke belakang, secepat kilat Hasan menundukkan kepalanya ke arah lantai dan selanjutnya terdiam seribu kata mendengar apa yang di sampaikan Ayahnya.

"Hasan!" teriak Ayahnya

Hasanpun tak berani menjawab hanya tertegun sambil memanggut-manggutkan kepalanya.

"Dari tadi ditunggu belum juga selesai, ini ceritanya ikut atau tidak?" tanya Ayahnya sambil memandangnya tanpa berkedip.

Ditengah-tengah prahara terdengar bunyi Androidnya.

Delulut ... delulut ... titit

Terpapang wajah Aurel yang terlihat manis, tetapi Hasan tak berani mengangkatnya.

"Ayo cepat, saya tunggu di depan, jangan lama-lama," ujar Ayahnya sambil melangkahkan kakinya pergi keluar.

Tak lama-lama Hasan pun memberanikan dirinya menghubungi Aurel,

Tut ... tut ... tut

Terdengar ketukan Androidnya jari-jarinya bergerak lincah menekan nomor-nomor di Androidnya yang senjutnya tersambung.

"Assalamu'alaikum," sapa Hasan.

"Wa'alaikumsalam," jawab Aurel

"Kang! Maafkan Eneng ya Kang, ternyata hari ini tidak bisa ketemuan, Eneng disuruh Bapak menjemput sepupu saya yang datang dari Malaisia," ungkap Aurel dengan nada manjanya.

"Maaf ya Kang!" pungkas Aurel.

Bagai bumi yang di hantam musim panas setahun di guyur air hujan lebat sehingga membuat tumbuhan bergembira ria. Itulah gambaran suasana hati Hasan.

"Oh! Tidak apa-apa Neng, kapan-kapan lagi," jawab Hasan sambil tersenyum lega, akhirnya bisa ikut Ayahnya pergi ke Kakeknya.

"Ya udah Kang, trimakasih atas pengertiannya, sekali lagi maaf ya Kang, Assalamu'alaikum," tangkas Aurel.

"Wa'alaikumsalam," jawab Hasan sambil meletakkan Androidnya, dan selanjutnya bergegas memakai pakaian kemudian pergi menyusul Ayah dan Ibunya.

"Ayah! ... Ibu! Hasan siap menemani pergi ke Kakek," kata Hasan terlihat wajahnya berseri-seri.

"Hasan! Maafin Ayah, tadi sudah bentak-bentak Hasan, kapan-kapan kalau ada acara ya bilang jangan kayak gitu," tutur Ayahnya sambil mendekatinya dan mengulurkan tangannya kemudian menepuk pundaknya.

"Iya Ayah, maafin Hasan juga, telah membuat Ayah marah," ungkap Hasan sambil menekat pada Ibunya dan berkata, "Ibu! maafin Hasan ya Bu, Hasan janji tidak akan mengulangi lagi". Sambil memeluknya Ibunya pun membalas pelukannya.

"Dah Hasan, ambil tuh mobilnya," perintah Ayahnya dengan memberikan kuncinya.

"Iya Ayah," sahut Hasan sambil mengambil kunci pada Ayahnya dan selanjutnya bergegas pergi dari hadapan Ayahnya untuk mendekati mobil itu.

Mobil warna merah yang berada di samping rumahnya dihampiri Hasan kemudian dimasukinya.

Cekikkikkik ... hreng ... hreng!

Suara mobil mulai terdengar menunjukkan Hasan telah memulai menghidupkannya, mundur beberapa meter lalu belok kanan mojok sedikit mundur lagi dan selanjutnya belok kanan dan maju kedepan sampailah di depan rumahnya.

Tin ... tin ... tin!

suara bel dibunyikannya memberi isyarah Ayah dan Ibunya agar masuk ke dalam mobil.

"Sudah San, mari berangkat," kata Ayahnya sambil mengenakan sabuk pengamannyan.

"Iya Ayah,! sahut Hasan dengan menginjak gasnya mobil pun mulai berjalan, bergerak maju kedepan dan kemudian melaju cepat.

Di tengah perjalanan mobil terlihat melaju cepat dengan kecepatan rata-rata 180 m/jam, sesekali berpapasan dengan mobil yang lebih besar ataupun lebih kecil, tak terduka dari arah berlawanan terlihat mobil Avanza putih melaju dengan cepatnya, entah bagaimana keadaan sopirnya hampir saja menyenggol mobilnya Hasan.

Saat tiba di persimpangan jalan perempatan, warna lampu menunjukkan warna merah, artinya Hasan harus menhentikan mobilnya. Tak sengaja dia melihat sosok wanita yang mirip dengan Aurel, hampir saja dia menyapanya tetapi tidak jadi menyapa karena saat di perhatikan seksama ternyata memang bukan.

Warna lampu menunjukkan warna hijau Hasan mulai menyetirnya dan menancapkan kakinya pada gas, mobil pun melaju ke depan dengan cepatnya, tak lama kemudian Hasan, Ayah dan Ibunya sampai di rumah Kakeknya.

Terlihat dari dalam mobil seseorang berdiri tegap di depan pintu, rupanya dia Kakeknya Hasan, mereka pun turun dari mobil dan selanjutnya menemui Kakek itu.

"Assalamu'aikum, Kek Bagaimana kabarnya, lama tidak bertemu jadi kangen," ungkap Hasan sambil memeluknya dan mencium pipinya.

"Kakek baik, Alhamdulillah, la Hasan sendiri Bagaimana kabarnya?" tanya Kakeknya.

"Baik Kek," sahut Hasan sambil melepaskan pelukannya itu.

"Ayo masuk dulu," ajak Kakeknya sambil menarik Hasan ke dalam rumah bersama Ayah dan Ibunya lalu duduk di kursi kayu berukiran motif bunga yang terlihat mewah.

"Oh iya Kek! tahu tidak Hasan mau meneruskan pendidikan di pesantren," tutur Hasan sambil memandang wajah kakek yang duduk di dekatnya.

"Ya sudah dong! Ayahmu kan sudaj cerita semuanya kemaren, Alhamdulillah kalau Hasan akhirnya mau mengikuti keinginan Orang tua," tutur Kakeknya.

"Ya! tidak jadi supres dong, padahal Hasan mau memberi kabar baik ini, ternyata sudah tahu duluan Kakek," terang Hasan terlihat kecewa.

"Tidak apa-apa, Hasan memang harus ke pesantren meneruskan perjuangan lelubur-leluhur Hasan, dulu Kakek juga di pesantren selama 15 tahun lamanya," tutur Kakeknya.

"15 tahun lama itu kek, kira-kira saya nanti kuat tidak Kek segitu lamanya," sahut Hasan.

"Hasan! Yang penting dijalanin dulu Kakek doakan semoga betah dan berhasil dan sukses menjadi orang yang mengerti dalam urusan Agama, karena Hasan harus tahu Ilmu yang dipelajari di pesantren itu digunakan atau di amalkan hingga akhir hayat, untuk bekal nanti saat pulang kehadirat Allah," tutur Kakeknya.

"Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah, Nabi Ya'qub berwasiat pada Anak-anaknya tentang beribadah pada Allah bukan wasiat tentang harta dunia wasiatnya begini "Wahai Anak-anakku siapa yang engkau sembah setelah aku mati" bukan berwasiat "Apa yang kamu makan setelah aku mati".

"Tahukah Hasan apa jawaban Anak-anaknya itu?" tanya Kakeknya.

"Tidak Kakek, Hasan kan belum pernah ke pesantren," jawab Hasan.

"Jawab mereka "Kami menyembah tuhan yang maha Esa, Tuhan yang disembah Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq," jadi Hasan jika ingin benar-benar menjadi anak sholeh yang berbakti kepada Orang tua Hasan harus mengikuti arahan Ayah dan Ibu Hasan," tutur nasihat Kakeknya.

"Iya Kek, Hasan sudah memutuskan untuk meneruskan pendidikan di pesantren," sahut Hasan.

"Lalu kapan Hasan mau berangkat," tanya Kakeknya.

"La itu Kek, Hasan masih punya masalah sedikit," ujar Hasan.

"Sudah! biarin saja siapa itu? Aurel ... ya Aurel," kata Kakeknya.

"Iya Kek, Hasan mau jujur pada Aurel, tapi nunggu waktu yang tepat," jawab Hasan.

Tak lama kemudian serasa cukup berbincang-bincang Hasan beserta Ayah dan Ibunya minta Izin pulang, sesampai di rumahnya saat turun dari mobil Hasan melihat wanita yang duduk di dekat pintu sambil memainkan Androidnya, sesekali terlihat tersenyum sendiri dan tawa sendiri.

Nah siapakah wanita yang duduk tersebut?

Penasaran! Silahkan ikuti kisah selanjutnya.

Next chapter