webnovel

Tuan Bijaksana Jadi Gila

Max menatap kedua matanya yang nyaris seperti arang menyala di dalam rongga tengkorak kepalanya. Geramannya terasa seperti besi panas yang ditusukkan sampai menembus tulang. Max sekarang sedang berhati-hati pada seekor harimau jantan yang sedang berjalan merangkak di atas batu dengan tatapan menikam tajam padanya.

Pada saat harimau itu melompat dan nyaris menyambar daging tubuh, Max menghindar, berguling ke samping dan bersembunyi di balik batu. Dia mengintip dari sana. Dia agak tak percaya dengan apa yang dilihatnya, sehingga dia mencoba memastikan benarkah harimau itu hampir tak memiliki kulit di keempat kaki dan tubuhnya?

Harimau itu masih menggeram. Sangat kelihatan jika kemampuan penglihatannya sudah sangat berkurang. Dia hanya menuruti insting dan emosi negatifnya untuk menyerang Max yang mempunyai aroma manusia.

Saat ini dia sangat membenci manusia, pikir Max. Apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan kesadarannya?

Max merasa kasihan pada makhluk itu, selain luka di keempat kaki yang mengelupas, ada juga luka bakar di bahunya. Terlihat merah menganga. Tak hanya itu, ada juga luka tembak. Max bisa melihat ada peluru yang bersarang di tubuh harimau itu.

Pantas saja jika dia menjadi gila. Rasa sakit menguasainya, batin Max. Apalagi yang kuharapkan? Api membakar rumah dan tubuhnya, ditambah lagi dengan timah panas seperti itu. Rasa sakitnya bukan hanya karena tubuhnya terluka. Dia dendam, akhirnya hal itu yang membuatnya lebih mudah termakan kegelapannya sendiri dan keadaan itu memperparah keadaan.

Satu makhluk saja seperti tak cukup untuk menunjukkan kekejaman yang terjadi di permukaan bumi. Seekor baboon bermata merah menyala dengan kondisi tubuh mengerikan muncul dari belakang Max. Baboon itu hampir menyambar tas carrier yang ada di punggungnya. Max jadi merasa harus meninggalkan tas itu, tapi kalau ditinggal, dia bisa kehilangan bubuk peri yang diletakkannya di salah satu kantong tas itu.

Max berhasil menghindar tapi jantungnya berdegup keras sampai-sampai dia harus memeganginya, kalau tidak, jantung itu bisa melompat keluar. Setelah berhasil menjauh sedikit, dia berputar dan mengamati keadaan. Bukan hanya seekor baboon, muncul lebih banyak lagi dan dengan segera mereka saling melukai, berkelahi seperti saling menyalahkan. Suara perkelahian memekakkan telinga dan sekaligus mengiris hatinya.

Mulai dari mana? Harimau di sebelah sana seperti sudah tak berdaya, nyawanya terancam, tapi para baboon juga bisa saling bunuh. Aku harus cepat, sebelum yang lain semakin brutal.

Saat Max melangkah keluar dari persembunyiannya, Halimun turun memberi kesejukan. Kening Max mengerut, "Ku pikir kau takkan membantu. Kau bilang ingin mereka di sini."

"Memang, tapi bukan ini yang kuinginkan. Aku tak bisa membiarkan mereka saling bunuh," kata Halimun. Suara lembutnya sampai terasa seperti guyuran gerimis. "Aku juga berperan dalam peningkatan kegelapan di dalam diri mereka. Seandainya waktu itu aku cukup mampu mengendalikan diri, aku takkan menyelimuti area ini dengan kabut hitam tebal," nada sedihnya membuat Max teringat cerita Tuan Pertapa.

"Aku sudah mendengarnya dari Tuan Pertapa," kata Max.

"Jadi, kau mau menyalahkanku sekarang karena aku memperburuk keadaan?"

"Tidak, karena kamu menyadari kesalahanmu dan sekarang kamu membantuku," ucap Max.

Halimun mengamatinya lekat-lekat karena ingin mengetahui isi hati Max yang sebenarnya. Dia menarik tubuhnya dengan cepat ketika dia sudah dapatkan kepastian dari cara Max membalas tatapannya.

"Mereka sudah cukup tenang sekarang. Kau bisa mulai bicara dengan mereka," kata Halimun sambil merayap naik ke pepohonan. Dari atas dahan pohon, dia menggerakkan kabut tipis ke sekitar hutan. Halimun mengirim kabut tipis yang dibutuhkan oleh tanaman dan binatang untuk mengatasi kekurangan nutrisi. Kandungan airnya menyegarkan kepala dan karena kandungan energi di dalamnya mengandung magi penyembuh, para binatang yang kesakitan mulai menjadi lebih tenang saat kabut menempel di tubuh mereka.

Max perlahan mendekati harimau yang tadi sempat hampir mengiris tubuhnya. Max menghampirinya dari belakang sehingga harimau itu tak menyadarinya. Kalaupun dia menyadari kedatangan Max, sepertinya dia sudah tak sanggup untuk mengamuk. Nafasnya sudah tak beraturan. Kesadarannya mungkin sudah sangat tipis.

"Aku tahu kau datang, apa aku tadi menyerangmu?"

Max terkesiap saat harimau itu mulai bicara dengannya. Inikah kekuatan Halimun yang bekerja padanya? hebat, Halimun bisa mengembalikan kesadaran secepat ini.

Kabut-kabut tipis di sekitarnya menari mendengar sebuah pujian.

"Saya bisa menghindar. Apa Anda masih bisa berjalan sampai ke Pegunungan Sakral? Anda butuh perawatan," kata Max sambil mengamati tubuh harimau jantan itu.

"Aku lebih baik mati," jawab harimau itu.

"Kenapa Anda bicara begitu? Anda terkenal sebagai sosok bijaksana, Anda adalah simbol kebijaksaan di seluruh hutan."

Halimun tiba-tiba berbisik di telinga Max, "Dia kehilangan anak-anak dan pasangannya. Anaknya ditangkap dan pasangannya entah di mana. Aku menyaksikan semuanya, kejadiannya sangat cepat, ketika dia mencoba menyelamatkan anaknya, dia ditembaki kemudian ditinggalkan, sedangkan pasangannya ketika mencoba melakukan hal yang sama untuk menyelamatkan anak-anak mereka, dia dilahap api."

"Kamu bilang entah di mana, apa itu artinya dia masih hidup tapi pergi ke suatu tempat yang kamu sendiri belum bisa menemukannya?"

"Benar, aku melihatnya lari ke arah air terjun di Hutan Paling Utara, aku mencoba menyusulnya, tapi api buatan manusia itu menghalangiku. Setelah kejadian itu pun, hawa panas buatan manusia membuatku tak bisa berkeliling. Intinya dia tidak datang kemari."

Kening Max mengerut. Max curiga harimau itu lebih tahu kondisi sebenarnya dari pasangannya. Mereka punya ikatan batin dan karena ikatan batin itu, dia pasti sudah merasakan sesuatu jika terjadi hal buruk pada pasangannya. Di sisi lain, area penjelajahan Halimun sebenarnya bisa ke seluruh dunia, tapi bisa terhalang oleh hawa panas buatan manusia. Aku harus mencari tahu apa arti semua ini, rasanya sejarah sedang mengulang dirinya sendiri.

Max berpikir dengan mulut terkunci.

"Apapun yang telah terjadi saya turut berduka, tapi Anda masih punya harapan untuk melihat anak-anak kembali," kata Max.

Harimau itu mendongak. "Apa maksudmu kau bisa membawa mereka kembali?"

"Saya akan mencoba mencari tahu kemana mereka dibawa dan membebaskan mereka," Max bicara dengan percaya diri.

Harimau itu terkekeh tapi kemudian batuk darah.

"Anak muda, aku tahu siapa dirimu, kau terlalu percaya diri, kau pasti tahu anak-anak yang dibawa manusia takkan pernah kembali," ucapannya tercampur dengan batuk darah.

Max merasa ngeri dengan keselamatannya.

"Kalaupun tidak, Anda mungkin akan punya kesempatan untuk balas dendam," Max tidak memikirkan hal lain yang bisa memotivasinya.

"Bawa saja mereka ke tempat yang aman," Harimau menggerakkan dagunya ke arah para baboon yang sudah berkumpul. Max menoleh ke belakang. Tak hanya baboon, di sana sudah berkumpul berbagai spesies.

Halimun pasti yang menuntun mereka ke sini, Max bersyukur dalam hati. "Apakah sudah semuanya?"

"Ya," jawab Halimun. Dalam ucapannya tersirat perasaannya yang welas asih pada semua makhluk hidup.

"Aku tak memerlukan perlindungan. Biarkan aku mati di sini," kata harimau dengan nafas tersengal.

"Tidak, saya tidak bisa membiarkan itu terjadi."

Max lalu mengeluarkan kantong bubuk peri pemberian para Rang Rang. Bubuk peri itu bergerak keluar lalu membuat jalan setapak. Dia memutuskan untuk menggendong harimau di pundaknya. Harimau itu sudah tak bisa memberontak. Dia sudah terlalu lemas.

"Beberapa di antara kami akan tinggal di sini. Terutama yang sehat," seekor burung hantu bicara.

"Kenapa?"

"Kami pikir kami harus menunggu keluarga kami, mereka mungkin sedang tersesat di suatu tempat," burung hantu itu bicara dengan tegas.

"Bawalah mereka yang terluka lebih dulu, aku akan memberitahumu jika mereka ingin tinggal di Pegunungan Sakral," Halimun menengahi seperti sudah tak ada waktu lagi untuk berdebat.

Max menyadari tujuan mereka.

"Kalian pasti tahu resiko tinggal di sini, jadi berhati-hatilah," kali itu Max terdengar seperti pemimpin sejati yang memahami prioritas utamanya. Akhirnya karena tahu tak perlu lagi memperdebatkan keinginan mereka, Max berbalik dan mengikuti petunjuk jalan yang diberikan oleh bubuk peri. Berbagai binatang dari berbagai spesies mengikutinya. Sementara beberapa yang lain dari masing-masing spesies juga tinggal di Hutan Terlarang bersama Halimun.

Tarima kasih masih terus mengikuti. Semoga Anda menikmati ceritanya.

Salam

Mutayacreators' thoughts
ตอนถัดไป