webnovel

Anak Haram

Apa artinya ini?

Kebingungan Elia bertambah. Dia baru saja merasa mengendarai efek domino dalam perjalanan itu. Padahal mobil Max melaju dengan aman, tenang, sesuai dengan rambu-rambu lalu lintas dan Max adalah pengendara yang tidak ugal-ugalan tapi hatinya merasakan ketidakstabilan. Pengetahuan baru membuatnya serasa dimasukkan ke dalam kotak gelap. Dia jadi gugup, takut melangkah, dan lebih buruk lagi jika terjebak dalam situasi yang tak diketahuinya sama sekali.

"Apa ada semacam strata di sini?"

"Manusia yang paling pintar membuat strata," ujar Max tanpa menoleh.

"Oke baiklah, bagaimana dengan versi mu? bantu aku untuk memahami, Max," suara Elia meninggi. "Apa arti pemburu untuk Bawah Tanah? Dia ancaman, lawan atau kawan?"

Max terlihat berfikir sedangkan Elia dalam keadaan tak sabar untuk tahu.

"Aku harap kamu segera ke Kalaseba untuk bisa tahu semuanya atau bertemu manusia yang bisa menjelaskannya dengan tabel, diagram, dan piramida rantai makanan."

"Kamu bercanda?"

"Yah, aku sedang berusaha untuk bercanda."

"Kamu tahu itu nggak lucu, aku sedang serius sekarang! seberapa serius menjadi pemburu di antara makhluk Bawah Tanah?"

"Humm..... contohnya atau mungkin replika yang didramatisir ada pada Demons Demon. Film animasi itu. Kamu pernah nonton?"

"Maksudmu ibuku memburu siluman yang mengubah manusia jadi siluman?"

Max mengangguk, "Kurang lebih begitu."

"Tapi bagaimana kalau manusianya bersedia, tidak ada paksaan?"

"Maka akan jadi pengecualian."

Elia lalu berkutat dengan pikirannya.

"Dalam Demons Demon, kasus utamanya ada iblis peminum darah manusia sehingga iblis-iblis ini diburu oleh Pemburu Iblis. Sebab manusia yang diminum darahnya tapi tidak mati akan bermutasi menjadi iblis dan mereka jadi haus darah, lalu memburu manusia sampai memakan banyak korban dan ketenangan kehidupan terancam. Kalau di dunia ini ada siluman mengubah manusia jadi siluman, bahayanya sama?"

Max mengangguk, "Ketidakseimbangan alam semesta."

Elia menggaruk pipi kirinya dengan jari telunjuk tangan kiri. Tidak hanya pipi yang terasa gatal, rasa gatal karena keanehan itu sampai ke leher. Dia memperhatikan Max dan jalan bergantian. Baginya ketidakseimbangan alam semesta bukan urusan ibunya, kenapa ibunya harus ada di sana? dia merasa aneh ketika mungkin saja ibunya seorang idealis.

"Aku rasa ada yang aneh di sini, bukankah kita lahir dari hubungan di antara keduanya?"

"Benar"

"Kenapa kita tidak dianggap sebagai ancaman?"

Elia merasakan lirikan Max sebagai pemberitahuan keberadaan kita seperti anak haram di antara manusia. Dia lalu tertegun.

"Sejak kapan?"

"Sejak kapan manusia menyebut seseorang jadi anak haram?"

"Tidak diketahui sejak kapan, tapi itu berhubungan dengan suatu kepercayaan, dalam agama pun juga disebutkan begitu. Mungkin sejak ada agama?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu, karena tidak belajar agama."

"Intinya kepercayaan seperti itu sudah sangat lama," ujar Elia. Kemudian kembali bersandar ke kursi dan melihat ke jalan. Sesaat kemudian dia berujar, "ibuku penjaga keseimbangan alam semesta kalau begitu?"

Dia melihat telinga Max bergerak.

"Ceritakan lebih banyak tentang pemburu ini."

"Aku tahu kamu punya banyak pertanyaan. Begini saja, kita mulai permainan, sebutkan makhluk-makhluk yang kamu ketahui, aku akan jawab ya atau tidak jika mereka hanya karangan."

Elia semangat.

"Oke!"

Dia mulai mengingat nama-nama makhluk yang pernah di dengarnya.

"Siluman serigala?"

"Ya"

"Siluman Harimau?"

"Ya"

"Siluman ular?"

"Ya"

"Kenapa aku merasa kamu sedang mengalihkan perhatianku?"

Max tertawa.

"Max ayolah, kamu harus memberiku pengetahuan tentang dunia itu," rengek Elia.

"Aku akan memberitahumu nanti, sekarang kita sudah sampai di tempat tujuan."

Elia menoleh ke kanan dan ke kiri. Ketika Max membelokkan mobilnya masuk ke sebuah halaman, Elia terkesima melihat tempat yang mereka kunjungi.

"Boutique Sunshine....kamu bilang kita pergi ke toko Sunshine."

Elia melihat sebuah gedung tiga lantai dengan desain eksterior yang amat sangat enak dipandang mata. Arsiteknya pasti sangat berpengalaman dalam seni bangunan, ini sih bukan hanya bangunan untuk bisnis fashion, tapi dari luar juga tampak seperti galeri seni, pikir Elia.

"Dulu ini hanya sebuah toko, tapi Sunshine mampu berkembang pesat." Max menerangkan sambil mematikan mesin mobil. Setelah beberapa saat Elia mengikuti Max keluar lalu membuka pintu belakang membawa tas carrier mereka. Max memperingatkannya untuk membawa bingkisan yang tadi dititipkan padanya. Dia mengangguk dan membawa benda itu dengan hati-hati.

Pada saat yang sama, dia terpesona dengan tempat itu sehingga tidak banyak bicara. Dari lapangan parkir dia berjalan menuju lobi melalui jalan setapak yang di sisi kanan dan kirinya ada kolam ikan emas. Sebelum memasuki pintu masuk mobil dia melihat ada dua patung peri yang amat manis. Mereka melayang dan seolah-olah hidup untuk menyambut mereka di depan pintu. Pintu masuk bergeser ringan tanpa suara. Dia masuk dengan hati yang berbunga-bunga ketika melihat interior lobi yang luar biasa antik. Ukurannya kecil tapi menggambarkan keluasan pengalaman sang arsitek interiornya. Seorang petugas resepsionis menyambut mereka dengan ramah. Setelah itu dia mendengar petugas yang mengenakan name tag Tari itu mengatakan, "Silahkan masuk ke pintu nomor dua di sebelah kiri."

Max berterimakasih kemudian menuju ke pintu yang disebutkan oleh Tari. Elia berterimakasih juga padanya lalu mengikuti Max. Dia baru menyadari kalau Tari seperti sudah biasa dengan tamu seperti mereka.

"Apa dia manusia murni?"

Max mengangguk. Entah kenapa itu membuatnya lega. Dia melihat pintu yang akan didorong Max terlihat biasa saja. Coraknya sama seperti pintu-pintu butik pada umumnya. Tampak elegan yang memberikan perasaan senang pada pelanggan. Masalahnya adalah ketika dibuka, dia tak menyangka akan melihat jalan setapak yang dikawal oleh tanaman bunga mawar biru. Saat itu sebagian sudah mekar. Semakin dalam dia berjalan masuk, semakin banyak jenis bunga dan tanaman hias yang dilihatnya. Dia juga melihat patung yang mengucurkan air dengan volume seperti rintik hujan dari kendi ke dalam kolam berbentuk lingkaran dengan diameter tak lebih dari satu meter saja. Dia juga takjub dengan cahaya matahari yang dapat masuk ke taman itu. Cahayanya seolah-olah diatur secara khusus. Ini membuatnya merasa tersihir. Di ujung jalan setapak itu ada sebuah pintu kaca dengan lis kayu warna putih, tampak manis dan memukau meskipun sederhana.

Elia berdiri di belakang Max yang sedang mendorong pintu itu. Dia kembali terpesona dengan isinya. Dia melihat-lihat seluruh ruangan yang ukurannya tak lebih dari 7 x 7 meter.

"Inilah toko sunshine pada awalnya," ungkap Max. "Kita tunggu dia di sini."

"Dia sudah tahu kita akan datang?"

"Tari memberitahunya."

"Oh." Elia lalu merasa konyol karena berpikir Sunshine memiliki kemampuan melihat orang-orang yang akan datang padanya jauh-jauh hari. Semua karena film-film konyol itu, sekarang pikiranku jadi jungkir balik, kesal Elia dalam hati. Karena tidak ingin merasa lebih buruk lagi, dia diam saja sambil melihat-lihat isi toko itu seperti yang dilakukan Max. Dia melihat berbagai warna lilin. Ada juga pernak-pernik seperti tasbih, gelang yang terbuat dari manik-manik, kerang-kerangan, ada kalung dengan liontin terbuat dari giok, cincin, patung-patung eksotis. Semua benda yang ada di sana terasa biasa saja dan desainnya juga gampang dijumpai di antara penjual aksesori pinggir jalan.

"Kalian harus coba kue buatan ku ini."

Suara seseorang membuat Elia terkejut dan menoleh cepat. Dia terkesima dengan cara Max berdiri rileks sambil tersenyum pada perempuan cantik di depannya. Sikapnya sangat berbeda saat bersamaku, Elia menggerutu dalam hati.

Perempuan itu memiliki bibir warna merah darah dan tanpa riasan. Elia merasa kalah saing dan pada saat yang sama terpesona oleh kecantikannya yang alami. Perempuan itu membawa sebuah nampan berisi potongan kue dan tersenyum cantik saat bertatapan dengan Max.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Please add some review. It would help me to improves.

Mutayacreators' thoughts
ตอนถัดไป