webnovel

Against The Truth

Honey tak bisa lagi menahan keinginannya untuk muntah segera di wastafel kamar mandinya pagi-pagi sekali. Sudah beberapa hari ini ia terus menerus muntah di jam-jam tertentu. Itu termasuk pagi hari atau malam menjelang tidur. Honey tak berani bicara pada ayahnya karena ia tak ingin ia khawatir.

"Ada apa denganku?" gumam Honey sambil menyeka bekas air di ujung bibirnya. Ia masih terengah mencoba mengatur napasnya. Dengan langkah agak sedikit terhuyung, Honey duduk di ujung ranjangnya sambil memegang perutnya yang terasa tak nyaman.

"Kenapa aku belum datang bulan juga?" Honey lalu mengambil kalender meja di atas meja belajarnya dan menghitung harinya. Dia sudah terlambat satu minggu dari tanggal yang seharusnya dan itu agak sedikit mengkhawatirkan.

"Mungkin aku terlalu stres, ya kurasa begitu!"

Honey tak mau ambil pusing terlalu lama pada keadaannya. Ia memilih untuk bersiap berangkat ke kampus. Hari ini ada pengumuman lanjutan mengenai magang untuk tugas akhir menjelang kelulusan. Honey terpaksa mengajukan untuk bekerja pada perpustakaan dan dia berdoa agar bisa lolos.

"Selamat pagi, Sayang!" sapa Abraham seperti biasa pada Honey dengan mengecup ujung kepalanya.

"Pagi, Dad!" jawab Honey dengan senyuman manisnya. Abraham menoleh pada Honey dan memegang pipinya dengan raut mengernyit.

"Apa kamu sakit? Kamu terlihat pucat!" Honey spontan menggelengkan kepalanya.

"Aku baik-baik saja!" Abraham pun tersenyum dan mengangguk. Ia lalu membuka koran dan membaca berita hari ini. Sementara Axel menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Begitu melihat potongan daging di piringnya, Honey langsung memberikan ekspresi tak nyaman.

"Axel, bisa aku minta telur saja? aku tidak ingin makan bacon!" pinta Honey pada adiknya sambil menyodorkan piring. Axel jadi terheran dan menoleh pada sang Ayah yang juga memberikan pandangan yang sama.

"Biasanya kamu suka daging, Honey," ujar Abraham.

"Aku sedang tidak ingin makan daging. Perutku kurang nyaman." Honey beralasan. Axel hanya mengangguk dan mengambil piring milik Honey untuk mengganti menunya.

Usai sarapan, Honey dan Axel berangkat berdua seperti biasa menggunakan truk pick up yang sama. Sesampainya di kampus, Axel juga mengantarkan kakaknya untuk melihat pengumuman yang baru saja ditempelkan oleh pihak kampus.

Axel mencari namanya dan benar saja ia diterima di perusahaan Harvey and Thorn di Pennsylvania sementara Honey malah tidak lolos dan harus mencari tempat baru.

"Aku harus bagaimana?" tanya Honey mengeluh pada Axel. Ia sudah putus asa mencari tempat magang. Waktunya hanya satu minggu lagi dan tidak ada tempat cadangan sama sekali.

"Akan kucarikan tempat untukmu," tawar Axel mencoba membuat kakaknya tak stres. Honey hanya bisa menarik napas dan pergi meninggalkan Axel. Axel pun cuma bisa memandangi kakaknya begitu saja.

Honey lantas berjalan melewati koridor menuju bangunan tempat biasanya mahasiswa melakukan kegiatan perkumpulannya. Di sana ternyata ada perkumpulan wanita yang tengah melakukan edukasi dengan memberikan penjelasan mengenai seks dan penggunaan kondom.

Entah mengapa Honey berhenti dan ikut mendengar. Ia mendekat agar bisa menyimak apa yang sedang mereka diskusikan.

"Jadi tanda kehamilan bisa terjadi hampir sama dengan jika kalian hendak datang bulan. Itu sebabnya penggunaan kondom sangat diperlukan untuk proteksi. Atau kalian bisa menggunakan after morning pils (pil kontrasepsi) untuk mencegah kehamilan. Lebih baik merencanakannya dari pada kalian bingung mengambil keputusan nantinya ..." ujar salah satu moderator memberikan penjelasan.

Honey mulai mengernyitkan keningnya dan menyimak lagi. Wanita yang menjadi moderator itu lantas memberikan berbagai gejala atau sindrom yang biasa dialami di awal kehamilan. Honey mulai terperangah dan jantungnya berdetak dengan cepat.

Ia lantas mundur perlahan dan segera pergi dari tempat itu. Honey kemudian duduk menyendiri di salah satu taman kampus dan berpikir. Setelah malam itu, ia tak meminum pil atau melakukan apa pun. Dan ia tak tahu apakah pria yang sudah memperkosanya memakai kondom atau tidak.

Dengan rasa penasaran tentang apa yang terjadi pada dirinya, Honey akhirnya pergi ke sebuah apotik untuk membeli tes kehamilan. Seorang apoteker kemudian memberikannya dan Honey membayarnya. Ia kemudian kembali ke kampus dan akhirnya pulang bersama Axel seperti biasa.

Sesampainya di rumah, Honey masih ragu untuk melakukan tes padanya. Ia terus meyakinkan dirinya jika ia tak mungkin hamil. Akhirnya, Honey meminta bantuan Angelica untuk datang ke rumahnya.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Angelica begitu ia masuk ke kamar Honey. Honey langsung menarik tangan Angelica untuk masuk ke dalam kamar mandi bersamanya.

"Aku harus melakukan ini, aku harus tahu apa aku hamil atau tidak!" ujar Honey tanpa basa basi. Angelica langsung membesarkan matanya.

"Haa ... apa kamu bilang!" Angelica tak sengaja menaikkan nada suaranya dan itu membuat Honey menutupi mulutnya.

"Tolong jangan keras-keras. Aku yakin hasilnya negatif!" Angelica masih terperangah dan ia pasrah saja di dorong oleh Honey keluar dari kamar mandi agar Honey bisa melakukan tesnya.

Setelah buang air kecil dan membasahkannya pada strip tes sesuai petunjuk penggunaan. Honey langsung membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi. Ia tak berani melihat hasil tes nya dan meninggalkannya di atas wastafel kamar mandi. Honey malah meminta Angelica yang melihat untuknya.

"Tolong lihat apa hasilnya!" Angelica mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi untuk menggantikan dirinya melihat hasil tes. Angelica lantas keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang tak bisa dijelaskan.

"Honey ..." Honey berbalik saat ia dipanggil dan seketika pucat.

"Positif ... kamu hamil!" Honey langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

NEW YORK

Gosip tentang Rei sudah seperti api yang menjalar. Tak hanya seluruh Skylar yang tahu, kini seluruh Medieval, tempat klub malam ia biasa menghabiskan waktu, beberapa pria gay mulai menggodanya.

"Aku bisa melakukan apa pun yang kamu mau!" goda salah satu pria dengan berani memegang paha Rei saat ia tengah minum sendirian di bar. Karena kesal Rei akhirnya membanting gelas wiskinya dengan wajah menggeram.

Bukannya takut pria itu makin leluasa menggoda Rei. Rei menolak dengan keras dan memilih untuk pergi dari klub itu dan berdiri di parkiran seperti tak tentu arah. Kemudian ia mulai melihat orang-orang yang lewat di sekelilingnya menoleh pada dirinya sambil cekikikan dan melihat ponsel mereka.

Rei jadi mengernyitkan kening dan penasaran dengan apa yang tengah mereka lihat. Tak berapa lama ponselnya berdering, Jupiter menghubunginya.

"Rei, lo harus liat saluran E News!" ujar Jupiter tanpa menyapa sama sekali.

"Ada apa, Pit?"

"Lihat aja!" Rei jadi makin cemas karena mungkin gara-gara itu banyak orang yang kini melihatnya aneh. Rei pun mematikan sambungan telepon dari Jupiter dan memeriksa saluran berita yang dimaksud. Mata Rei langsung membesar saat melihat Christina mengakui hubungan Rei dengan beberapa pria dengan menggunakan dirinya sebagai penyamaran.

"Ya, kami memang berpacaran tapi tidak seperti yang kalian pikirkan. Dia pergi denganku tapi tidak pernah satu kamar denganku dan aku tahu dia memiliki beberapa pria sebagai teman tidurnya selama ini. Salah satunya adalah Travis Lancey yang menjadi asistennya selama 4 tahun!" ujar Christina membuat pengakuan bohongnya.

Rei menggeram marah dan langsung membanting ponsel itu sampai pecah berkeping-keping. Ia ikut menginjak ponsel itu lagi sampai benar-benar hancur. Rei benar-benar marah dan terengah tak bisa mengendalikan amarahnya lagi.

ตอนถัดไป