webnovel

Ancaman 2

"Kematianmu dahulu yang akan datang, jika kamu bahkan menyentuh keluargaku."

Ravi tidak bisa mengabaikan bagaimana sepasang sayap putih tiba-tiba saja muncul dari balik punggung pria ini, membentang lebar memenuhi gang yang sempit membuat Ravi kembali merasakan sesak menyerangnya. Apalagi di tambah dengan aroma kuat serta tajam mulai menyerang penciumannya membuat kaki Ravi sendiri terasa lemas hingga dirinya merosot ke tanah tanpa bisa dia tahan. Salah satu kaki bersepatu tajam dari orang itu, menekan bahu Arghi untuk tetap di tempatnya.

Suara pria itu mulai merayap kembali di udara. "Menghabisimu sekarang akan terasa sangat mudah, tetapi di mana kesenangannya?"

Ravi bahkan sekarang tidak bisa untuk membuka suaranya ketika perasaan ditekan itu semakin kuat menerpa tubuhnya. Siapa orang ini sebenarnya?

"Adrian. Bukankah kamu ingin tahu namaku?" Pria yang bernama Adrian itu berkata dengan nada sarkastik, tekanan pada bahu Ravi masih tak berkurang sedikit pun. "Peliharaan barumu tidak memberitahu tentangku?"

Mata Ravi seketika menyipit dia menyentak kepalanya untuk melihat Adrian yang berdiri angkuh dengan sayap yang membentang di hadapannya itu. Dia tiba-tiba saja memiliki kekuatan berlebih untuk bangkit berdiri, menghempaskan kaki yang berada di bahunya dengan marah. "Tutup mulut kotormu. Aku muak mendengar semua omong kosong ini."

Adrian menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap Ravi dengan pandangan menghinanya. "Pada siapa yang kamu bela sekarang? Tidak kah kamu ingin mengetahuinya?"

Ravi menggenggam erat tangannya di masing-masing sisi tubuhnya, semakin pria di hadapannya ini berbicara, semakin Ravi muak dan ingin segera pergi dari sini.

Sayap putih Adrian masih membentang lebar dengan aroma yang menguar dari tubuhnya sangat pekat, Ravi sendiri tidak dapat mendeskripsikan bagaimana aroma musk dan campuran lain ini membuat dia hampir secara tidak sadar untuk tunduk dengannya.

Orang ini berbahaya. Ravi tahu itu. Dibandingkan pertemuan pertamanya dengan Raymond yang jauh dari sebuah ancaman, pria ini memilikinya bahkan ketika Ravi untuk pertama kalinya melihat Adrian yang tengah berbicara kala itu bersama Daniel.

Dibandingkan dengan melawannya Ravi merasa bahwa dia hanya perlu menghindarinya. Ravi peduli dengan bagaimana masalalu Raymond dan mengapa Daniel juga Raymond berhubungan dengan orang ini tanpa memberitahu dirinya. Semua seolah saling terhubung memikirkan hal itu membuat perut Ravi seolah berputar kencang.

"Apa tujuanmu sebenarnya?" tanya Ravi tidak tahan lagi dengan banyaknya pertanyaan yang datang ke kepalanya.

Ada dengusan kembali sampai mulut Adrian membentuk garis keras di sana bersamaan dengan matanya berkilat menatap Ravi. "Membalas dendam."

"Dendam?"

"Orang yang kamu terima di dalam rumahmu itu adalah orang yang sama telah menghabisi semua penghuni istanaku."

***

Ravi tidak benar-benar peduli dengan bagaimana dia bisa sampai kembali ke dalam rumahnya, dirinya merasa linglung dengan ucapan-ucapan dari Adrian yang terus berputar di dalam kepalanya.

"Ravi?"

Dia merasa bahwa sekarang Ravi sendiri ragu untuk mempercayai siapapun, tetapi seharusnya apa yang Adrian katakan padanya tidak memperngaruhi Ravi hingga seperti ini. Seharusnya.

"Ravi?"

Ravi menoleh ke arah Raymond yang berdiri kaku di sebelahnya dan dia melihat bagaimana mata itu perlahan melebar seiring waktu tanpa dia mengerti.

"Ravi apa yang terjadi pada leher Ravi?"

Ravi tidak merespon apa-apa, tetapi ketika tangan Raymond terangkat untuk menyentuh lehernya Ravi segera mundur sambil berucap pelan. "Jangan menyentuhku."

Raymond menjadi semakin kaku dengan apa yang dia lakukan, tangannya cepat-cepat ditarik untuk kembali ke sisi tubuhnya. Ravi berbalik untuk menghadap Raymond sepenuhnya, melihat bahwa pria ini langsung menundukkan pandangannya menjauhi tatapan Ravi yang menjelajah hendak mengetahui ekspresi apa yang tersimpan di sana. Seharusnya Ravi juga waspada pada pria yang berdiri di hadapannya ini, tetapi dia justru tidak. Dia tidak menemukan bahaya ketika berdekatan dengan Raymond, jadi mungkin Ravi tidak perlu mempercayai apa yang diucapkan oleh Adrian.

"Ravi? Bolehkah aku membuat itu menjadi lebih baik?"

Ravi mengangkat alis mendengar pertanyaan itu, tetapi dia pada akhirnya mengangguk. Mata Ravi melebar tatkala Raymond tiba-tiba saja menyentuh lehernya dengan ujung jarinya, langsung saja kulit Ravi seolah tersiram air es dan dalam sekejap rasa sakit di sana perlahan menghilang.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Ravi pelan masih tidak percaya apa yang baru saja terjadi pada dirinya ini.

"Membuat Ravi lebih baik, seseorang mencekik Ravi dan aku tidak ada di sana untuk melindungi Ravi." Raymond mengatakan itu dengan masih menundukkan kepalanya. Tangan Ravi terangkat untuk menjauhkan sentuhan Raymond dari kulitnya yang rasanya semakin lama terasa menyengat.

Ravi tanpa banyak berpikir lagi langsung bertanya dengan tajam. "Siapa kamu sebenarnya?"

Raymond baru berani untuk mengangkat wajahnya kembali menghadap Ravi, ada tanda tanya besar di wajah itu membuat Ravi tiba-tiba menjadi tidak sabar untuk mengetahuinya. Dia selalu berharap bahwa Raymond berkata jujur padanya dan mungkin dia bisa sedikit lebih tenang. Namun, itu hanyalah apa yang Ravi harapakan. Raymond bahkan tidak berkata apa-apa dari apa yang baru Ravi tanyakan. "Tidakkah aku harus tahu? Aku seharusnya tidak percaya begitu saja padamu."

"Ravi tidak percaya padaku?" Raymond tiba-tiba saja bertanya balik pada Ravi dan hal itu langsung membuat Ravi terdiam. Dia membiarkan pertanyaan menggantung begitu saja.

Tatapan memelas yang Raymond layangkan padanya membuat Ravi mundur, dia tidak seharusnya menerima makhluk seperti Raymond. Ravi seharusnya mendengarkan apa yang Daniel katakan padanya, dia tidak bisa egois dengan membiarkan keluarganya dalam bahaya seperti ini.

"Ravi takut padaku?" tanya Raymond kembali dan Ravi langsung menegang setelah mendengarnya. Kalimat-kalimat yang Adrian katakan pada Ravi sebelumnya berputar di kepalanya mengenai masa lalu Raymond sebelum ini.

Ravi tetap diam dengan keningnya yang berkerut, dia ingin segera masuk ke dalam kamarnya, akan tetapi ada sesuatu yang seolah menahannya untuk tidak pergi meninggalkan Raymond di sini. Bibirnya pun seakan terkunci rapat sulit untuk mengatakan sesuatu pada Raymond segera.

"Ravi apa yang salah?" tanya Raymond melangkah mendekat, tetapi tubuh Ravi sendiri bergerak mundur dan ekspresi wajahnya terbentuk secara otomatis dari yang tidak dia inginkan. "Sesuatu menahan Ravi?"

Ravi ingin membuka mulutnya, tetapi pada akhirnya dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Dirinya justru mundur perlahan hingga punggung Ravi menabrak pintu kamarnya. Ravi menggeleng ketika mulutnya tiba-tiba berkata, "Jangan mendekat padaku, sialan."

"Ravi!" Ravi tidak menoleh ke arah datangnya Daniel yang tiba-tiba telah mendekat. Dirinya justru sekarang tengah menatap tajam ke arah Raymond. Seberapa keras Ravi melawan dirinya sendiri untuk tidak melakukan ini, hal itu semakin sulit. Mengapa dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri?

"Ini pasti bukan Ravi." Suara Raymond yang rendah justru membangkitkan sesuatu di dalam diri Ravi, apalagi dengan aroma yang menguar dari laki-laki ini yang semakin pekat menyelubungi dirinya.

"Tutup mulut hinamu itu, kamu orang rendahan."

Sungguh, Ravi tidak pernah ingin mengatakan hal itu.

ตอนถัดไป