Gavin harus secepat mungkin menemukan keberadaan adiknya sebelum adiknya itu menjadi target dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Saat Gavin hendak beranjak dari tempatnya, Gray mengeratkan pegangannya pada baju Gavin yang dimana membuat Gavin tidak bisa melanjutkan langkahnya.
Ia menghadap ke arah sumber dimana membuatnya tidak bisa pergi dari sana untuk mencari keberadaan Yervant adiknya yang mungkin saja sudah terlibat dalam perkelahian untuk membela dirinya.
Gavin menyetak kuat tangan Gray agar melepaskan bajunya yang menghambatnya dalam mencari keberadaan adiknya. Walaupun demikian, Gray kembali memegang erat baju Gavin bahkan semakin erat.
Gray menggelengkan kepalanya tanda ia tidak ingin ditinggal lagi.
Gavin yang melihat itu mengeram marah. "Lepas! Adikku dalam bahaya!" Katanya kembali menyentak tangan Gray yang lagi-lagi membuat genggamannya terlepas.
"I-ikut."
"Kau akan menghambat ku! Lebih baik kau diam di sini sampai aku kembali. Paham?"
Gray menggelengkan kepalanya. Ia paham, tapi ia tidak ingin ditinggal oleh Gavin.
"Yak! Aku tidak tahu kalau paman mempunyai anak dengan ego yang begitu besar." Kesal Gavin yang mendapat larangan dari Gray untuk mencari keberadaan adiknya.
"Tidak, dia ikut-ikut aku." Katanya pelan yang sama sekali tidak dapat di dengar oleh Gavin karena suasana mall yang begitu ribut dengan suara para pengunjung.
"Lepas Gray! Aku harus mencari adikku, astaga anak ini!" Kesalnya.
Gray lagi dan lagi menggelengkan kepalanya tidak ingin melepaskan dan membiarkan Gavin pergi dari jangkauannya.
"Jahat, d-dia ba-bawa--"
"Kakak!" Panggil Yervant saat ia melihat sang kakak berdiri di depannya dengan orang yang begitu ia kenal.
Siapa lagi kalau bukan Gray?
"Yervant!" Gavin langsung berlari begitu saja meninggalkan Gray dan lebih memilih menghampiri adiknya yang tersayang.
Gray yang melihat itu semakin takut saat melihat orang berbaju hitam yang sedari tadi mengikutinya mulai bergerak. Tangannya mulai masuk ke dalam saku celananya, Gray sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan orang asing itu karena ia sendiri tidak dapat melihatnya.
Gavin memutar mutar tubuh sang adik untuk memastikan apakah adiknya itu baik-baik saja atau tidak.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Gavin terdengar khawatir.
"Tentu saja. Emangnya aku kenapa?" Tanya Yervant balik. Ia bingung melihat tingkah laku kakaknya itu.
Padahal mereka pergi bersama dan hanya berpisah sebentar itupun mungkin tidak sampai satu jam.
"Kau yakin? Tidak ada yang luka atau apapun itu?" Tanya Gavin untuk lebih memastikan lagi kalau adiknya itu baik-baik saja.
"Astaga, aku tidak pernah membohongimu. Coba kau pikir lagi kapan aku pernah membohongimu? Tidak pernahkan?"
"Syukurlah kalau gitu." Katanya ada kelegaan di sana saat mendengar jawaban dari adiknya itu.
Tunggu dulu! Gavin melupakan sesuatu! Kalau yang mereka incar atau menjadi target mereka bukan Yervant ataupun dirinya, lalu siapa yang menjadi target mereka?
Gavin berpikir sejenak, seketika otaknya yang jenius itu berubah menjadi lemot.
"Gray!" Katanya saat ia mengingat sesuatu.
Sungguh bodoh! Dia tahu betul konsekuensi dalam mengajak orang bermain, pergi atau apapun itu bersama dengannya maupun adiknya pastilah berujung pada bahaya yang menghampiri mereka. Dia melupakan fakta itu!
Gavin membalikan badannya menghadap ke Gray untuk memastikan kalau Gray baik-baik saja. Berharap tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, namun itu semua hanya sebuah harapan. Matanya melebar seketika saat ia melihat sesuatu yang ada di depannya.
Orang asing yang memang terlihat jelas sebagai musuhnya dalam dunia bisnis itu sedang menodongkan pistolnya tepat ke arah Gray yang saat ini sedang berdiri tegak bagaikan patung. Dapat ia lihat tubuh Gray yang menegang dan menatap ke arah orang yang sedang menodongkan pistol ke arahnya.
Gray sendiri yang ada dalam posisi tersebut sudah tidak bisa lagi bergerak. Ia terlalu takut padahal ini hari pertamanya keluar dari mansion orang tuanya setelah sekian lama mendekam di dalam sana malah berakhir seperti ini. Bahkan ia lupa bagaimana caranya bernapas terlihat jelas bagaimana Gray menahan napasnya.
Gavin dengan cepat mengeluarkan pistol yang ia punya. Di saat seperti ini ia harus menggunakan otak jeniusnya serta refleks yang ia punya dalam menghadapi situasi seperti ini. Ia tidak boleh lengah dan lambat. Ia harus cepat karena sekali dia kedip mata atau salah mengambil langkah, nyawa Gray menjadi taruhannya.
Yervant yang tadinya bingung atas sikap sang kakak, kini ia paham apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ternyata ada tikus yang ingin bermain-main dengan mereka. Pada akhirnya mau tidak mau ia juga ikutan mengeluarkan pistol kesayangannya untuk membantu sang kakak dan tentu saja sebagai alat untuk melindungi dirinya sendiri.
"Bernapas bodoh!" Itu Yervant.
Ia tidak sengaja melihat Gray yang berdiri tegang di depan sana tanpa melihat adanya tanda-tanda Gray bernapas dengan benar. Maksudnya Yervant dapat melihat dari wajah Gray yang mulai memerah karena tidak bernapas.
"Yak! Aku bilang bernapas!"
Semua orang yang memang sedang berada di sana malah melihat atau bisa dikatakan menonton semua itu seperti mereka sedang menonton film aksi. Sungguh mereka minta digebuki satu persatu. Nyawa orang sedang berada dalam bahaya, mereka malah asik melihatnya. Nonton gratis, kalau kata mereka, sungguh tidak punya otak.
DOR!
DOR!
Terdengar suara pistol yang bersahutan menggema memenuhi mall tersebut.
Sementara pengunjung berteriak histeris saat mendengar suara tembakan itu. Mereka langsung berlari menuju pintu keluar untuk keluar dari mall tersebut.
Mereka masih sayang nyawa.
Sungguh mental tempe. Padahal tadi mereka sedang asik melihat adegan secara live.
Suara pistol yang bersahutan itu berasal dari pistol orang yang ada di depan sana dengan suara pistol Gavin.
Saat tadi musuh mereka itu menembakkan pelurunya, Gavin dengan cepat langsung menembakkan pelurunya ke arah peluru orang berpakaian hitam itu. Dimana hal tersebut membuat peluru antara Gavin dan peluru orang asing itu bertubrukan. Saling menabrak antar satu sama lain dimana hal tersebut membuat peluru orang asing itu tidak mengenai Gray karena orang itu menembakkan pelurunya tepat pada dada Gray yang bisa saja kalau kena nyawa menjadi taruhannya.
Gray yang mendengar suara tersebut dan melihat kejadian itu langsung terduduk lemas tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Terlalu cepat untuk diproses oleh otaknya yang kecil itu.
Yervant tidak tinggal diam, ia langsung berlari ke arah Gray. Mendekapnya, memeluknya dengan erat untuk menghilangkan rasa yang menurutnya akan membuat Gray sulit dalam menjalani harinya.
"Bernapas lah. Perlahan." Kata Yervant berusaha menenangkan sang sepupu berharap apa yang ada dalam benaknya itu tidak akan pernah terjadi. Mencoba untuk membuat sepupunya itu bernapas.
Gavin melihat ke arah Gray yang berada di dalam dekapan sang adik. Ia geram, marah pada orang berpakaian hitam yang masih berdiam diri di sana sampai pada akhirnya ia kehilangan kesabarannya.
DOR!