webnovel

Penghianatan

Suara pintu yang di banting keras membuat seseorang di dalam ruangan itu terlonjak kaget. Tatapan yang dingin dan tajam itu mengarah pada seseorang yang baru masuk ke dalam ruangannya. Dia hanya seorang wanita berumur yang berstatus Omega tapi wanita itu terlalu berani padanya yang seorang Alpha.

"Kau gila!!"

Wanita itu seakan tidak peduli dan langsung mendekat ke arah sang Alpha yang masih menatapnya tajam.

"Kau yang gila!!"

Katakan bahwa dia terlalu berani tapi ini adalah satu-satunya cara untuk melawan Alpha di hadapannya itu. Walau nyawanya menjadi taruhan, asalkan anak semata wayangnya bisa bahagia wanita itu akan melakukan segala cara. Termasuk dengan memberikan tatapan tajam pada Alphanya.

"Kau akan membuang Caroline?"

Terdengar suara tawa mengejek dari sang alpha "apa kau tengah mempertahankan Omega cacat sepertinya" teriak sang Alpha membuat wanita berstatus Omega itu merasa takut

Aura Alpha yang menguar di ruangan itu membuatnya merasa ciut. Perasaan takut menghantui dirinya tapi wanita itu jelas tau bahwa inilah yang akan terjadi. Omega memang tidak akan pernah memang melawan Alpha tapi jika dia menyerah bagaimana nasib putri satu-satunya.

Dia pasti akan menderita di dalam hutan yang hanya di huni para manusia serigala itu. Membayangkannya saja sudah membuat dirinya khawatir akan nasib anaknya. Dia tau dirinya tidak lebih dari seorang wanita yang gagal menjadi seorang ibu. Tapi dia tidak ingin darah dagingnya di buang hanya karena cacat.

"Tapi kenapa harus di sana? Bukankah ada tempat lain yang lebih baik!?"

Sejak awal dia tau persis sikap Alphanya itu tapi dia tidak menyangka bahwa dia tega membuang darah dagingnya. Bahkan membuangnya di tempat yang jauh dan tidak akan bisa di datangi oleh pengunjung sekalipun. Ini sama saja dengan menyingkirkan Caroline dari hidup mereka.

"Ada banyak, tapi akan lebih baik jika dia di sana. Kau tau aku itu tidak berniat membuangnya tapi si cacat itu memang pantas di buang"

Apa dia bilang!?

Tidak berniat membuang tapi karena pantas!! Apakah dia gila!! Caroline itu anak mereka!! Darah daging mereka!! Tapi bisa-bisanya Alphanya itu berniat membuang anak mereka. Dengan langkah cepat dia mendekat menatap tepat di arah manik darah milik sang Alpha. Warna manik Werewolf yang berada di dalam diri Alpha.

"Batalkan sekarang juga!!" wanita itu berteriak menatap tajam Alphanya yang malah tertawa cukup keras.

"Kau menyuruhku? Apa kau lupa akan status rendahanmu itu!!"

"Aku memang seorang Omega tapi aku juga seorang ibu yang pantas mempertahankan anakku"

Alpha itu menunjukkan senyuman miring dengan tangan yang terangkat ke atas menampar pipi sang Omega yang langsung tersungkur di bawah. Suara keras dari tamparan itu menjadi awal bagi Omega itu untuk menangis. Dia tau bahwa dirinya akan kalah tapi dia ingin berjuang mempertahankan putrinya.

Apakah itu salah?

Tentu saja tidak tapi nyatanya semuanya akan sama, tidak akan ada yang bisa menghentikan keinginan sang Alpha. Siapapun itu semuanya akan menjadi sia-sia jika sang Alpha sudah bertindak.

Langkah sang Alpha kembali menuju meja kerjanya, tangannya mengobrak-abrik berkas yang dia tidak tau. Sampai sebuah lemparan berkas mengenai wajahnya "kau perlu melihat itu"

Omega itu hanya bisa menatap tidak percaya akan apa yang baru saja dia baca. Sebuah surat adopsi seorang anak yang seumuran dengan putrinya. Apakah Alphanya memang sudah gila, bagaimana bisa dia melakukan hal ini pada dia yang seorang matenya.

"Aku mengadopsi seorang anak yang pantas menyandang nama keluarga kita, bukankah dia lebih cocok dari pada anak cacat itu"

"Kau memang gila!!"

Wanita itu bangkit dan berniat menampar balik sebelum dirinya di cekik tepat di lehernya. Rasanya sesak bahkan dia tidak bisa bernafas dengan teratur sekarang.

"Mau di taruh dimana mukaku jika kau melahirkan anak cacat sepertinya"

"Bukankah lebih baik aku mengadopsi seorang anak yang berstatus Alpha yang akan menaikkan derajat ku"

"Apalagi dia adalah anakku dari seorang jalang cantik"

Alpha itu merasa puas akan apa yang dia lakukan saat ini. Tapi wanita itu tidak bahkan air matanya kembali meluncur deras mendengar fakta dari suaminya. Dia tidak menyangka bahwa matenya atau suaminya itu tega mengkhianati dirinya. Bahkan anak itu berumur satu tahun lebih muda dari putrinya.

"Jangan menangis, ibunya meninggal beberapa hari yang lalu dan aku tentu langsung bertanggung jawab akan anak itu"

"Lalu kau akan menjadi ibu sambung baginya"

Cengkraman di lehernya mulai melemas dan dia langsung terjatuh di saat cengkraman itu di lepas. Nafasnya memburu dengan lehernya yang memerah akibat terlalu lama di tekan, tapi dia terlihat tidak peduli akan rasa sakitnya. Bukan tanpa alasan itu semua karena rasa sakit di hatinya, rasa sakit karena dikhianati oleh sang Alpha.

Air matanya sudah tidak tau kapan akan berhenti, rasanya seakan dia ingin mati saja dari pada hidup seperti ini. Mereka memang sama-sama bekerja tapi dia tidak menyangka akan hal ini. Wanita itu berpikir bahwa keluarganya akan utuh sampai maut memisahkan tapi nyatanya tidak sama sekali.

Semua itu hanya sebuah angan-angan yang tidak akan pernah hadir dalam hidupnya. Fakta bahwa Alphanya meniduri wanita lain membuatnya tidak berdaya. Mungkin inilah yang di rasakan Caroline jika mengetahui dirinya akan di buang oleh sang ayah.

"Kau jahat!! Kau sangat jahat!!"

Hanya itu yang mampu dia ucapkan sampai sang Alpha mendekat. Tangannya menyentuh dagu omeganya membuat sang Omega mendongak dengan air mata yang masih mengalir deras.

"Aku tidak jahat, hanya saja aku selalu berpikir realistis"

Rasanya Omega itu ingin tertawa mendengar apa yang baru saja di ucapkan Alphanya. Tapi bibirnya seakan menolak untuk terbuka, menyuarakan sebuah tawa mengejek yang sangat ingin dia lakukan. Apakah karena dia terlalu takut atau memang dia tidak bisa mencela apa yang menjadi ucapan Alpha itu.

"Dia akan datang besok dan Caroline juga akan pergi besok, jadi sambutlah dia dengan baik"

Alpha itu langsung bangkit dan kembali duduk di atas kursi kebesarannya lagi. Senyuman lebar terukir jelas di bibir Alpha itu tapi sang omega hanya bisa menunjukkan sebuah wajah sedu. Sepertinya usahanya sudah berakhir sekarang, tidak akan ada lagi hal yang bisa dia lakukan sekarang.

"Owh.. Anak cacat itu tengah pergi dengan Luis bukan, kalau begitu kau harus segera membereskan barang-barang si cacat itu bukan" suara dari sang Alpha kembali terdengar membuat Omega di bawah sana hanya bisa meremat kuat tangannya.

"Mulai besok aku tidak mau melihat satu barangpun miliknya ada di rumah ini, mengerti!!"

ตอนถัดไป