webnovel

Melawan Outsider 1

Setelah Asheel dan yang lainnya meninggalkan panggung pertempuran, dunia dibiarkan kacau begitu saja.

Perang yang awalnya memiliki skala yang cukup kecil telah menjadi perang yang memengaruhi seluruh dunia.

Malaikat dan Iblis menyebar ke segala arah dan masih bertarung satu sama lain. Beberapa pemukiman manusia juga hancur akibat dampak dari pertempuran.

Akibatnya, Dewa Tertinggi dengan paksa membuka pintu Alam Surgawi dan menginjakkan kakinya ke tanah Britannia. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Dewa Tertinggi tidak akan turun kecuali Raja Iblis yang memulainya, jadi Raja Iblis sudah membuka gerbang ke Alam Iblis terlebih dahulu sebelum Dewa Tertinggi mengikuti. Terlebih lagi, ada faktor lain yang membuat kedua Dewa itu harus turun langsung ke medan perang.

Akibat bantuan dari dua Dewa pribumi dunia ini, situasi peperangan secara tidak terduga telah terbalik, walaupun hanya dalam waktu singkat sebelum Malaikat dan Iblis mulai menyerangnya.

Kedua kubu itu juga pintar, masing-masing dari mereka melawan musuh dengan atribut yang sama dengan milik mereka sendiri. Misalnya Malaikat yang menyerang Dewa Tertinggi, membuat serangan Dewa itu melalui cara menyucikan musuhnya menjadi tidak berhasil. Begitu juga dengan Iblis, mereka melawan Raja Iblis secara bergerombol.

Karena dua Dewa tidak memiliki otoritas dalam dua pasukan kerabat tersebut, mereka berdua juga dengan tidak berdaya hanya bisa menggunakan kekuatan kasar untuk membinasakan musuhnya.

Untunglah 10% populasi Malaikat dan Iblis telah dimusnahkan oleh Ophis dan Merlin. Tapi tetap saja...

...

Kedua gerbang yang selama ini hanya melayang setelah mengeluarkan jutaan pasukan Malaikat dan Iblis secara tak terduga menunjukkan gerakannya lagi.

Masing-masing gerbang tiba-tiba bergetar hebat dan mengeluarkan cahaya sesuai dengan warna yang melambangkan aura mereka, dan setelah itu sesi kedua dari peperangan akhirnya dimulai!

"T-Tidak mungkin...!" Tarmiel dengan ketakutan berseru tidak percaya.

"Huhh, segalanya menjadi semakin sulit." Sariel hanya bisa mengerutkan alisnya.

"Bantuan terbesar kita sudah tumbang, tidak mungkin kita bisa melanjutkan perang ini lebih lama lagi!"

Perkataannya merujuk pada Meliodas yang pingsan setelah terkontaminasi oleh Aura Kekacauan. Beberapa bagian tubuhnya tampak melepuh dan tujuh jantungnya masih berdetak dengan kencang.

"Meliodas..." Elizabeth hanya bisa tanpa henti menyembuhkannya, tapi itu masih tidak berhasil karena lukanya tidak menunjukkan tanda-tanda pulih.

"Bagaimana Meliodas bisa dalam keadaan itu?" Gloxinia bertanya dengan heran.

"Itu..." Elizabeth kesulitan untuk mengatakannya. "...Dia menyelamatkanku.."

Gloxinia dan Drole terdiam dalam pengertian dan hanya bisa mendoakan Meliodas untuk bisa segera pulih kembali. Mereka tidak ingin menambah kesedihan Elizabeth jika mereka terus bertanya.

"Oh, sepertinya kakakku yang terkasih sudah tumbang lebih awal, tidak sesuai perkiraanku."

Tiba-tiba suara seorang bocah terdengar tidak jauh dari tempat mereka berada.

"Zeldris." Ludociel menggumamkan nama itu dengan muram.

"Bagaimana jika kita melakukan gencatan senjata? Setelah itu baru kita bisa menyelesaikan masalah diantara dua Klan, dan langsung mengakhirinya dengan sekali jalan." Zeldris menawarkan.

"Sepertinya aku tidak bisa tidak setuju denganmu," Ludociel dengan berat hati mengangguk.

Sariel dan Tarmiel tercengang, tidak menyangka Ludociel untuk menyetujuinya begitu saja. Sariel dan Tarmiel awalnya juga memiliki pikiran untuk melakulan gencatan senjata, tapi mereka berdua tahu jika Ludociel pasti akan menolaknya. Karena itu mereka terkejut dengan betapa mudahnya Ludociel menyetujui tawarannya tanpa pikir panjang.

"Tidak perlu terkejut, lagipula Dewa Tertinggi kita sudah berada di sini." Ludociel berkata sambil menatap suatu tempat.

Sariel dan Tarmiel lalu juga melihat ke arah yang sama, sebelum senyum muncul kembali di wajah mereka.

"Uhh, bajingan itu memperlakukanku dengan sangat kasar. Aku pasti akan membalasnya kembali!"

Tiba-tiba suara lain terdengar, dan itu adalah suara seorang wanita. Setelah menoleh ke arah itu, mereka bisa melihat Melascula yang babak belur diikuti oleh Klan Iblis yang tersisa.

"Hanya tinggal kalian berlima?" Zeldris menatap para bawahannya dan bertanya.

"Uhh, jika dua Malaikat Agung itu tidak membasmi pasukan kita terlebih dahulu, mungkin sekarang ada ratusan yang tersisa." Monspeet menjawab dengan nada datarnya yang biasa sambil menunjuk Sariel dan Tarmiel.

"Jangan menyalahkanku! Melihat makhluk kotor seperti kalian berterbangan dengan bebas di udara benar-benar merangsang naluriku untuk membasmi lalat-lalat itu." Sariel mendengus.

"Kata yang bagus, Sariel. Bukan berarti kita akan berdamai setelah membangun status quo saat ini." Tarmiel bertepuk tangan.

"Lelucon yang bagus untuk burung-burung seperti kalian." Melascula dengan kesal mengejeknya.

Zeldris mengabaikan sekitarnya saat dia memikirkan beberapa hal, sebelum bergumam: "Seharusnya aku membawa Grayroad dan pasukan lainnya ke sini."

Grayroad memikiki kemampuan seperti ratu serangga: menelurkan Iblis lain dan juga bisa mengubah manusia bermutasi menjadi Iblis dengan cara menjebak mereka dalam telur.

"Huh, jika kau hanya membawa pasukan lemah seperti sebelumnya, dapat dipastikan kroco-kroco itu tidak akan banyak membantu." Sariel mencibir, sebelum menaikkan dagunya dan berkata: "Sebaliknya, kita memiliki Mael, orang terkuat di antara kelompok kita."

Mendengar nada bangga anak kecil itu, Melascula mengejeknya: "Oi, Chibi. Kau melupakan kekuatan tempur Klan kita yang merupakan kartu truf terkuat yang cocok untuk digunakan pada situasi saat ini."

"Jangan bilang !?" Tarmiel berseru dengan terkejut.

"Apa kau ingin mengatakan jika kalian akan melepas binatang buas menjijikan itu ke sini?" Ludociel bertanya dengan tidak senang.

"Benar, lagipula monster itu akan sangat berguna untuk melawan banyak angka pada peperangan ini." Zeldris lah yang menjawabnya.

"Jika kita melepas Indura, maka segalanya akan menjadi lebih mudah. Tapi aku tidak yakin binatang buas itu akan bertahan untuk waktu yang lama." Monspeet berkata sambil menggosok kumisnya.

"Aku tidak peduli dengan itu, aku hanya ingin menghajar bajingan-bajingan beterbangan di atas!" Derieri menghantamkan kedua tinjunya dengan keras.

Elizabeth yang masih sibuk merawat Meliodas tersenyum senang saat melihat mereka semua saling mengobrol, walaupun kedua pihak saling mengejek, tapi itu sudah satu langkah menuju perdamaian yang dia inginkan.

"Aku tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti ini, bukan begitu kawan?" Gloxinia menyilangkan lengannya sambil melayang di atas bahu raksasa biru di sebelahnya.

"Ya, ini sangat tidak terduga. Kemunculan ancaman baru benar-benar mampu membuat kita bersatu."

"Tapi.... musuh kali ini sangat kuat!"

Zeldris yang melihat para Malaikat Agung di depannya sudah babak belur, lalu bertanya: "Ludociel, kau sudah merasakan langsung kekuatan musuh. Bagaimana menurutmu?"

"Uhh, pria itu sangat kuat. Walau memalukan, tapi kita bertiga dijatuhkan hanya dalam waktu beberapa detik. Yang bisa melawannya hanyalah Ibunda kami."

"Apakah sekuat itu?" Zeldris mengerutkan kening.

"Ya, setiap gerakan kecilnya mengandung kekuatan Konseptual, karena itu regenerasi kita menjadi tidak berguna."

"Konseptual?" Zeldris merenung sejenak sebelum melanjutkan, "Kekuatan itu hanya bisa digunakan oleh kedua Dewa, namun orang itu bisa dengan bebas menggunakannya. Sepertinya lawan kita sangat tangguh."

Dia lalu menoleh ke Elizabeth, "Bagaimana Meliodas bisa terluka?"

Elizabeth yang mendengar nama pacarnya disebut lalu mendongak, "Aku tidak tahu pasti."

"Apa maksudmu?"

"Meliodas tiba-tiba terluka seolah-olah sesuatu yang asing masuk ke tubuhnya saat dia berusaha melindungiku," kata Elizabeth dengan sedih.

"Dan dia menjadi seperti itu?"

"Ya."

"Apa kalian tahu identitas musuh kita kali ini?"

Mendengar pertanyaan Zeldris, mereka semua menjadi diam. Ludociel yang sudah tidak tahan lagi dengan kesunyian itu lalu membuka mulutnya, "Orang itu membawa kekuatan Induk Kekacauan."

!!!

Mereka yang cukup tahu menjadi terkejut, dengan beberapa bingung seperti Elizabeth, Drole, Gloxinia, dll.

"Apa kau yakin?" tanya Zeldris dengan nada dan muka yang sangat serius.

"80%."

Zeldris lalu menghela napas, "Aku yakin catatan makhluk itu hampir tidak ada karena terlalu misterius, bahkan kakakku tidak mengetahui informasinya. Sekarang, entitas kuno telah menyatakan keberadaannya ke dunia, segalanya menjadi lebih rumit.

"Dan juga, orang itu bahkan membawa jutaan jenis kita dari dunia lain. Itu sudah sangat merepotkan."

Tepat saat Zeldris selesai mengatakan kalimatnya, kedua gerbang tiba-tiba bersinar sekali lagi yang membuat mereka semua menoleh ke arahnya.

"Bisakah kita menghancurkan benda itu?" Derieri bertanya.

"Mereka sudah mencoba sebelumnya, dan jika kita terlalu dekat dengan kedua gerbang itu, suatu kekuatan misterius akan memaksa menyeret kita ke dalamnya. Itu masih terlalu beresiko." Monspeet menjawab, sambil menunjuk para Malaikat Agung.

Cahaya pada gerbang menjadi lebih berwarna dalam setiap detiknya, sebelum suara berderit bisa terdengar dan membuat mereka semua waspada.

"Itu terbuka!" Gloxinia berseru.

"Aku merasakan aura di dalamnya jauh lebih mengerikan jika dibandingkan dengan pasukan sebelumnya!" Galand berkata seperti kakek tua.

"Ngomong-omong Gloxinia-dono, Drole-dono, berapa banyak pasukan Stigma kita yang masih tersisa?" Ludociel tiba-tiba bertanya.

"Hmm, hanya tersisa puluhan yang masih bisa bertarung." Gloxinia menjawab.

"Sama di sini." Drole mengikuti.

"Sayang sekali, lalu bagaimana dengan para manusia?"

"Itu..." Gloxinia kesulitan menjawab karena dia benar-benar tidak tahu. Untunglah ada seseorang yang tiba-tiba muncul dan menjawabnya:

"Tidak ada manusia yang tersisa, Ludociel-sama. Mereka sudah mati atau kabur."

Ludociel sudah tahu siapa itu tanpa menoleh ke arahnya, "Nerobasta, ya? Kamu selamat."

Wanita dengan rambut pink itu hanya membungkuk ke arahnya sebelum mulai melototi Melascula. Tapi saat melihat terdapat kerah anjing di lehernya, dia tidak bisa menahan tawa.

"Jalang ini...!" Melascula dengan marah mengeluarkan niat membunuhnya pada Nerobasta, membuat yang terakhir menjadi diam.

"Sudah terbuka!"

Teriakan dramatis Drole membuat mereka semua menghentikan aktivitasnya dan mulai melihat kedua gerbang itu dengan gugup.

Setelah beberapa menit kemudian, ratusan ribu pasukan Malaikat dan Iblis keluar dari gerbang. Aura yang mereka bawa sangat merusak dan kompetitif.

Berbeda dari sebelumnya, masing-masing dari kedua belah pihak langsung menyerbu satu sama lain setelah keluar dari gerbang.

Mereka bentrok secara berkelompok, begitu terus sebelum formasi bubar dan beberapa mulai menyebar ke sekitarnya.

"Jika kita terus membiarkan mereka saling membunuh, bukankah kita yang akan mendapat keuntungan? Kita hanya perlu menunggu dan pertempuran mereka akan selesai dengan sendirinya." Fraudrin yang pendiam tiba-tiba mengatakan isi pikirannya.

"Itulah yang diharapkan, tapi pasukan mereka mulai menyebar ke sekitarnya dan akan memenuhi seluruh Britannia. Seperti yang orang itu katakan, kita hanya perlu melawan ombak kekacauan yang dia ciptakan. Tapi apa yang kau katakan juga bisa menjadi keuntungan, kita hanya perlu melawan sisa-sisa pasukan mereka." Monspeet menjelaskan.

"Aku ingin tahu apakah para manusia itu akan musnah?" Melascula berkomentar dengan merendahkan.

"Huh, bahkan jika populasi mereka hanya bisa dihitung dengan satuan, mereka mampu berkembang biak dengan cepat dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menciptakan sebuah peradaban."

Bagi Iblis dan Malaikat seperti mereka, ratusan tahun adalah waktu yang singkat. Berbeda dengan manusia yang rentan hidupnya paling banyak hanya puluhan tahun, dan yang beruntung bahkan bisa mencapai angka tiga digit.

"Walaupun pasukan yang keluar dari gerbang itu lebih sedikit dari sebelumnya, namun kekuatan masing-masing dari mereka menjadi lebih kuat. Tidak banyak perbedaan apakah itu ratusan ribu atau jutaan, skala kekuatan mereka masih sama. Tapi setidaknya, dengan itu kita bisa menyingkat waktu berdasarkan jumlah yang ada." Zeldris berkata.

"Aku setuju denganmu." Ludociel mengangguk.

"Beberapa dari mereka telah mengambil arah ini!" Galand tiba-tiba berseru.

"Ayo kita pindah dan jangan halangi mereka. Kita tidak bisa membuang-buang tenaga untuk bertarung lebih awal."

Kemudian, mereka menggunakan taktik yang telah direncanakan dengan membiarkan Malaikat dan Iblis saling bertarung satu sama lain. Setiap suatu kelompok kecil dari dua kubu itu akan bentrok di tempat mereka, mereka hanya akan pergi dan membiarkan keduanya saling membunuh satu sama lain.

Untunglah Sepuluh Perintah Tuhan bisa menggunakan kekuatan Perintah mereka untuk membuat situasi mereka lebih mudah.

"Tapi sayang sekali tidak ada pemegang perintah Kesabaran dan Istirahat. Keduanya bisa menjadi sangat berguna di situasi saat ini." Zeldris berkata, yang kemudian melirik Gloxinia dan Drole sambil tersenyum. "Aku punya penawaran untuk kalian berdua, bagaimana jika menjadi anggota Sepuluh Perintah Tuhan?"

!!!

Perkataannya membuat mereka semua terkejut. Lagipula, Sepuluh Perintah Tuhan adalah kelompok yang membawa sebagian kekuatan Raja Iblis, jadi jika keduanya bergabung, secara tidak langsung mereka berdua akan memihak Klan Iblis.

"Jangan terlalu picik, Zeldris." Ludociel berkata dengan tidak senang.

"Hei, aku hanya memberi penawaran." Zeldris menyeringai.

"Maaf, tapi aku menolak." Gloxinia berkata tanpa ragu.

"Aku juga." Drole mengikuti.

Para Malaikat Agung mendesah lega setelah mendengar jawaban keduanya.

"Kau hanya kesal karena Perintah-mu tidak bekerja pada mereka." Sariel mengejek.

Zeldris hanya mendecakkan lidahnya mendengar itu. 'Tapi setidaknya perintah Kemurnian bekerja.'

Mereka melakukan taktik yang sama berulang-ulang. Setelah beberapa jam berlalu, seseorang berseru lagi:

"Ada kelompok yang telah memasang mata pada kita! Berjuang!"

Mereka lalu bentrok dengan Malaikat dan Iblis yang menuju ke arah mereka. Karena masing-masing anggota adalah tokoh elit dalam Klan Iblis dan Klan Dewi, hal itu masih bukan masalah besar bagi mereka.

Tapi...

"Sial, yang ini lebih tangguh dibandingkan dengan yang sebelumnya!"

Benar, kekuatan pasukan yang keluar dari gerbang pada gelombang kedua kali ini lebih kuat dari pada pasukan gelombang pertama. Dalam pasukan sebelumnya saja, mantra pamungkas Ark tidak terlalu berpengaruh pada Iblis dari gerbang karena mereka mampu menghindarinya dengan berbagai cara.

"Hmm, mungkin sekitar 1,5 kali lebih kuat?" Monspeet bergumam sambil menembakkan burung api lain ke musuhnya.

"Hahaha, ini menyenangkan! Mereka lebih tahan pukul!" Derieri berteriak dengan semangat saat tangannya memukuli lawannya satu persatu.

Selain pasangan itu, yang lain juga menyerang pasukan yang sedang menargetkan mereka kecuali empat orang yang tidak ikut serta dalam kesenangan itu.

Gloxinia dan Drole harus menjaga Elizabeth dan Meliodas. Elizabeth dengan senang hati menyembuhkan mereka yang terluka.

Ludociel bahkan menggunakan 'Breath of Blessing' pada para Raksasa dan Peri yang tersisa, termasuk Gearhade yang merupakan adik perempuan sang Raja Peri.

Walaupun itu mantra cuci otak, tapi kemampuan itu dapat merangsang objek menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dan itu terbukti membantu daripada pasukan yang mereka bawa malah menjadi beban.

"Ahhhh!"

Tiba-tiba teriakan Elizabeth terdengar dari belakang, yang membuat mereka semua menoleh ke arahnya.

Tapi, sebuah bayangan yang sangat cepat melesat di antara mereka dan dengan ahli langsung membantai pasukan Malaikat dan Iblis menggunakan pedang besarnya.

Shing! Shing! Shing!

Swoosh!

Clang!

Itu sangat cepat, dan hanya beberapa orang terkuat di antara mereka yang mampu melihatnya dengan jelas.

"Kecepatan konyol apa itu..?"

"Hanya tiga detik, tapi ratusan pasukan musuh telah terbantai. Kekuatan yang sangat mengerikan!"

"Siapa itu ?!"

"Tidak mungkin, itu...."

"Meliodas!"

...

Beberapa hari kemudian.

Merlin membawa Ophis kembali ke kampung halamannya, Belialuin.

Dengan perjalanan selama beberapa hari, mereka berdua sampai di gerbang besar Ibukota Penyihir terbesar di Britannia.

Melalui cara yang sedikit rumit, mereka dapat masuk ke dalam tanpa ketahuan oleh seseorang yang menjaga.

"Ophis-chan, bisakah kamu menjelma menjadi sesuatu atau melenyapkan hawa keberadaanmu?"

Merlin yang membawa Galla di pelukannya, menoleh ke Ophis yang mengikuti dengan patuh di belakang.

Ophis mengangguk dan melakukan apa yang dia ucapkan. Tubuhnya tiba-tiba menyusut menjadi ular kecil dan merambat ke tubuh Merlin, sebelum menempel dan membentuk tato ular di pahanya.

"...." Merlin terdiam dengan eksekusi gerakan yang tak terduga itu, lalu dengan gugup memanggil: "Ophis-chan, kau masih ada di sana?"

"Um."

Mendengar respon sederhana dari Ophis, Merlin menghela napas lega.

Tanpa berkata apa-apa, dia melanjutkan perjalanan ke kastil paling mewah di kota ini.

Beberapa saat kemudian, dia sampai di gerbang kastil dan para penjaga segera menghampirinya dengan waspada.

Merlin hanya membuka tudung jubahnya dan memperlihatkan wajahnya. "Ini aku, Merlin."

"Nona muda?" Salah satu penjaga tertegun.

"Aku ingin bertemu dengan Ayah." Merlin mengabaikan keterkejutan para penjaga dan berkata dengan nada sedikit memerintah.

Setelah beberapa pertanyaan, Merlin di bawa melalui lorong dan akhirnya sampai di suatu tempat yang agak jauh.

Sekarang, di depannya adalah pintu lagi.

Tok! Tok!

Merlin mengetuk, dan mendapat balasan yang kasar dari orang dalam ruangan.

Mendengar suara yang agak akrab itu, Merlin mengabaikan kemarahan dari orang yang di dalam dan langsung membuka pintu.

"Kamu...!"

Orang yang berteriak sebelumnya tertegun melihat orang yang datang, sebelum alisnya berkerut dan wajahnya menjadi merah.

Merlin akhirnya kena marah tepat setelah kembali ke tempat yang dia tidak pernah anggap sebagai 'rumah'nya.

...

Merlin memiliki wajah tanpa ekspresi setelah keluar dari ruangan itu. Selama dua jam sebelumnya, telinganya sakit mendengar umpatan-umpatan kotor dari orang yang secara biologis merupakan Ayahnya.

Yah, dia dengan tidak tahu malu berkata ingin belajar sihir di kota ini setelah menghilang selama beberapa tahun, yang pada akhirnya menambah kemarahan sang Ayah.

Itu sudah menjadi kebiasaan untuk menjadi pelampiasan kemarahan Ayahnya di masa lalu, dan baru saja sepertinya Ayahnya mengalami stagnasi saat meneliti Sihir Pamungkas, dan dia datang di waktu yang tidak tepat.

"Teruslah menggunakanku sebagai alat yang telah kau ciptakan, itu tidak masalah. Aku sanggup menerima semuanya, lagipula kota ini akan musnah setelah tidak ada nilainya lagi bagiku."

Berjalan melalui lorong, Merlin mengeluarkan seringai kejam di wajah cantiknya.

Setelah beberapa saat berjalan lagi, dia sampai di suatu ruangan diantara banyak ruangan di kastil ini.

Dia dengan tidak sopan membuka pintunya dan menemukan seseorang yang dia cari.

"Aku sudah menduga kau akan kabur ke tempat ini, Sensei."

Pria yang duduk dalam ruangan itu menoleh ke arahnya sambil tersenyum. "Ho, Merlin-chan, kah? Aku mendengar kau menghilang selama beberapa tahun ini."

"Jangan berlagak bodoh, kau harus tahu aku kembali karena kau ada disini."

Pria itu akhirnya berbalik dan menampakkan sosoknya yang lumpuh. "Kalau begitu, mari kita dengarkan apa yang diinginkan oleh Tuan Putri kita di sini."

"Aku tidak menyangka akan melihat sosok aslimu begitu cepat." Merlin duduk di sofa dan bersandar.

"Haruskah aku memperkenalkan diriku lagi?"

"Tidak perlu." Setelah merebahkan tubuhnya sejenak, dia melanjutkan: "Ayo bekerja sama, aku akan membantumu mencapai tujuanmu, Gowther."

Bab terpanjang yang pernah saya tulis dalam fanfic ini.

Nobbucreators' thoughts
Next chapter