"Bar, gue ...."
"Lo kenapa, Yu?" sela Akbar. Nada bicaranya pun naik satu oktaf.
"Gue rindu dia, Bar. Lo ingat nggak? Waktu gue hamil Zaskia, dia tuh suka banget ngelus-ngelus perut gue," Ayu berhambur memeluk Akbar, mencengkeram erat jas bagian belakang sahabatnya.
Akbar paham kalau bukan saatnya menjadi penyidik yang menanyai Ayu lebih mendalam. Tak ada pilihan untuk Akbar selain membiarkan Ayu memeluknya.
Entah dia siapa yang Ayu maksud saat ini, apakah mantan suaminya yang telah menorehkan luka atau ada dia yang lain, entahlah.
"Dia terluka, Bar. Dia juga sakit," pangkal bahu Ayu naik turun seirama dengan isak tangisnya.
"Yu, lo ngomong yang jelas dong," titah Akbar karena dia belum mampu menyerap dengan baik maksud ucapan Ayu.
Ayu menangis sesegukan, Akbar bisa merasakan kebasahan di bagian depan bajunya. Akbar diam, tak lagi menanyai Ayu khas penyidik KPK yang sedang menangani kasus besar korupsi. Karena inti dari menghadapi seorang Suci Indah Ayu adalah jangan memaksanya.
Tangis Ayu mulai reda, dia mendongak menatap Akbar yang dia yakini masih menunggu jawabannya.
"Udah mau cerita?" tanya Akbar setelah menghapus air bening yang menganak sungai di pipi sang sahabat.
Ayu hanya mengangguk lemah, Akbar kemudian menuntun Ayu untuk duduk di sofa.
Lelaki yang sebaya dengan Ayu itu masih menilik tajam kedua manik mata sahabatnya, "Lo ngak hamil, kan?" tanya Akbar untuk kesekian kalinya.
Akbar dapat bernafas lega karena apa yang menjadi ekspektasinya hanyalah bualan belaka.
Tapi ada satu tanya masih bersemayam dalam pikiran Thareq Akbar Satria, siapa dia yang dimaksud oleh Ayu?
"Bukan gue aja yang tersakiti atas pernikahan Kak Yudi dan Bella," ucap Ayu kemudian.
"Ada orang lain? Siapa?" tanya Akbar dengan kerutan di keningnya.
Ayu bangkit dari duduknya, mengambil sebuah figura yang dia letakkan di sudut meja kerjanya lalu memperlihatkannya pada Akbar.
"Dia, Bar. Dia juga terluka, dia tunangan Bella," jantung Akbar detak cepat seperti genderang perang yang sedang ditalu.
Ayu mengerti atas apa yang dirasakan Akbar saat ini, sosok yang menghilang selama 4 tahun kini kembali, menghilang tanpa sebab yang pasti dan kembali dengan sebuah kabar duka.
"Lo tahu dari mana?" tanya Akbar.
"Papa, kemarin Papa nyelidikin tentang Mas Yudi dan Bella," jelas Ayu sesuai dengan apa yang dia alami kemarin sore.
Keduanya larut dalam keheningan masing-masing seraya menatap potret kebersamaan mereka ketika masih berseragam putih abu-abu.
"Bar, cari dia, ya? Demi gue, Bar," pinta Ayu.
Bagi Akbar, setiap ucapan Ayu adalah perintah untuknya. Sampai kapanpun Suci Indah Ayu adalah ratunya.
KREK~~~
Belum sempat Akbar menyanggupi keinginan Ayu, daun pintu ruangan Ayu terbuka tanpa ketukan terlebih dahulu. Atensi dua sahabat itu beralih dalam sekejap.
Harusnya Ayu dan Akbar peka kalau itu adalah ulah Malik Ibrahim, sepupu dari Akbar.
"Bar, untuk meeting dengan investor biar aku dan Ayu aja yang urus," jelas Malik sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana yang membungkus kaki jenjangnya.
"Kenapa?" tanya Akbar yang belum bisa mencerna baik ucapan kakak sepupunya itu.
"Manda, Manda ada di ruangan kamu, kamu urus aja pacar kamu," kelakar Malik.
Akbar seakan ragu menyerahkan Ayu pada orang nomor satu di Darma Corp itu, "Kamu ngeraguin aku? Aku bisa menjaga Ayu sebaik kamu."
"Yu, kita berangkat sekarang. Saya tunggu kamu di lobby," dan berlalulah Malik Ibrahim meninggalkan Ayu dan Akbar yang masih saja gamang hatinya.
"Gue janji, besok akan nemuin dia. Setidaknya sekarang gue tahu harus mencari dia dari mana," ucap Akbar menenangkan Ayu.
Sekarang hanya ada seorang Akbar disini, seorang diri. Dia seakan melupakan ucapan Malik yang mengatakan bahwa Manda telah menunggunya sedari tadi.
Kembali kedua manik matanya menatap sendu potret kebersamaannya dengan kedua orang yang dia anggap lebih dari sahabat.
Segelintir rasa bersalah kembali muncul, menggerogoti sukmanya. Air matanya pun jatuh tanpa dipersilahkan.
"Yang hidupnya hancur itu harusnya gue, bukan lo berdua. Makasih udah selamatkan gue malam itu, makasih udah korbanin masa depan kalian demi gue. Gue janji, akan persatukan kalian lagi. Kalian cuma perlu bersabar, ngak akan lama kok," sahut Akbar lalu mengembalikan figura yang dia pegang ke tempatnya semula.
Dan berlalulah Akbar kembali ke ruangannya menemui sang pujaan hati yang sedari tadi menunggunya.
~~~
Dering ponsel Ayu sontak mengalihakan fokus Malik dan Ayu, "Angkat aja, Yu!" titah Malik. Malik memang telah menganggap Ayu sebagai adiknya sama seperti Akbar. Terlebih lagi Ghea, kekasih Malik juga salah satu teman Ayu.
"Makasih, Kak," setelah mendapat anggukan dari Malik, Ayu lekas mengggeser icon hijau di ponselnya.
"Kenapa, Ma?" tanya Ayu. Tapi Ayu tak mendapat jawaban lain selain suara isakan Mama Kinanti.
"Ma, Mama kenapa?" antensi Malik kembali terpecah karena nada bicara Ayu yang seakan ingin merusak gendang telinganya.
Dengan isak tangis Mama Kinanti menjelaskan kondisi Zaskia pada Ayu, seketika Ayu tak bisa mengontrol dirinya. Kekhawatiran akan kondisi putri semata wayangnya tak bisa dia hindari.
"Aku ke Rumah Sakit sekarang, Mama tungguin Ayu jangan pergi sebelum aku datang," titah Ayu.
"Kenapa, Yu?" tanya Malik saat sambungan telpon antara mama dan anak itu terputus. Ayu menjelaskan perihal Zaskia yang terjatuh dari tangga karena kurang berhati-hati.
Malik tercengang tak percaya, "Kamu tenang, jangan panik dulu. Coba kamu hubungi Akbar dulu," titah Malik.
Malik memacu kereta besinya dengan kecepatan lumayan tinggi, dia tak memperdulikan umpatan pengendara lain yang ditujukan pada dirinya, yang terpenting bagaimana caranya Ayu segera sampai ke Rumah Sakit.
Dengan langkah cepat dan panjang Ayu menyusuri koridor Rumah Sakit. Menurut informasi yang diberikan Mama Kinanti, Zaskia masih ditangani di ruang UGD.
"Ma, gimana keadaan Zaskia?" tanya Ayu sambil menatap sendu putri kecilnya yang sedang tertidur karena efek obat bius pasca penjahitan di keningnya.
"Dok, anak saya gimana?" tak mendapat jawaban dari Mamanya, Ayu beralih menanyakan keadaan sang putri.
"Setelah siuman ananda Zaskia sudah bisa pulang, Bu," Ayu dan Mama Kinanti nampak bisa menghela napas lega.
"Mama ke kantin dulu, ya? Mau nitip?" tanya Mama Kinanti.
"Air putih aja, Ma," jawab Ayu tanpa mengalihkan kedua manik matanya dari Zaskia.
Kini hanya Ayu yang menemani Zaskia, dia memandangi wajah bocah berusia lima tahun itu.
"Ki .... Jangan tinggalkan Ibu ya? Tetap disini sama Ibu, Setelah Ayah kamu pergi hanya kamu semangat hidup Ibu, penguat Ibu," Ayu tak peduli apakah Zaskia mendengar jeritan hatinya atau tidak yang terpenting dia sudah mengeluarkan semua uneg-unegnya.
Samar-samar Ayu mendengarkan riuh para perawat. Buru-buru Ayu menghapus jejak kebasahan di pipinya. Keingin tahuannya seperti mendorongnya untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.
"MINGGIR .... MINGGIR ...." teriak para beberapa suster.
Kaki Ayu mendadak lemas ketika melihat sosok yang berbaring kaku di brangkar rumah sakit, kakinya seakan kaku tak mampu lagi menopang tubuhnya dengan sempurna, kenapa awan mendung ini seolah tak mau pergi dari hidupnya?
Bersambung...