(Beberapa waktu lalu sebelum keberangkatan Christ dan pasukan Jin untuk menyerang perkampungan desa penyihir hijau)
Bertempat di meja jamuan makan Istana Jin, Christ dan Raja Leon tampak menikmati makanan yang tersaji disana.
Dan tentu saja, makanan yang tersaji bukan seperti jenis yang biasa manusia makan di meja santap mereka. Raja Leon selalu menyukai olahan berbagai jenis daging mentah. Begitupula Christ. Bedanya, di daging milik Christ terdapat ekstrak energi jiwa manusia yang didapatkan para koki Jin dari nyawa-nyawa manusia yang meninggal karena buah kecelakaan.
Dan dari meja santap ini, mereka juga melakukan diskusi rencana penyerangan ke tempat penyihir putih bermata hijau untuk musim ini.
"Dari sekian penyihir putih, mengapa kau memilih untuk mengincar penyihir putih bermata hijau? Apa ada alasan tertentu?" tanya Christ ketika Raja Leon usai menyatakan keputusannya.
Sambil membersihkan mulutnya dari sisa minuman, Raja Leon lantas menjawab. "Ini perintah Raja Devilaro. Tugasku hanya meneruskan perintah dari beliau. Dan bukankah sudah kukatakan padamu untuk tidak mempertanyakan perintah beliau?"
Lagi-lagi Christ mendapatkan jawaban yang sama sekali tidak melegakan. Dari dulu seperti ini. Entah mengapa semakin Christ banyak bertanya, selalu saja ujung-ujungnya ditutup dengan jawaban tegas yang tidak bisa dibantah. Benar-benar menyebalkan!
Kalau seperti ini, bagaimana Christ tidak curiga? Padahal misi penyerangan ini kan melibatkannya, tapi Raja Devilaro san Raja Leon sama sekali tidak memberitahukan alasan penyerangan itu. Lalu apa bedanya Christ dengan boneka?
Christ mengembuskan napasnya dalam-dalam. Menahan kesiap emosi yang nyaris melompat keluar dari dadanya.
'Kalau saja aku bisa lebih kuat, sudah kuratakan semua tempat ini! Benar-benar menjengkelkan!' geram Christ membatin.
"Ada apa? Kau keberatan untuk ikut misi ini?" tanya Raja Leon yang sudah memasang sorot mata mengerikan. Seperti ada bara api di bola matanya itu.
Christ menggeleng. Tidak urung kepalanya langsung menoleh malas kearah samping. "Tidak ada. Apa sekarang aku boleh pergi? Aku harus mengurus keperluanku di dunia manusia sebelum kita mulai penyerangan. Aku takkan lama."
Raja Leon menjawab dengan mengendikkan kepalanya ke arah pintu keluar. Seperti memberi isyarat para pelayan untuk membukakan pintu untuk Christ.
Roh Christ sudah kembali ke dalam raganya di dunia manusia. Tubuhnya perlahan menghangat seiring kelopak mata yang terbuka.
Hendak beranjak dari posisi tidurnya, Christ tiba-tiba merasakan ganjalan pada kantong di celananya. Yang ternyata itu adalah kalung liontin kristal ungu milik Liza yang ia temukan jatuh ketika perempuan itu kabur darinya.
Diangkatnya kalung itu tinggi-tinggi. Sambil bola matanya menekuri tiap lapis kristal itu dengan seksama. Namun bukannya menemukan sesuatu, justru yang terlihat malah bayangan wajah Liza yang memantul dari benaknya.
"Astaga ..." Christ menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku malah berhalusinasi melihat wajah perempuan itu ..."
Christ berusaha mengenyahkan bayangan itu. Bahkan ia melempar kalung liontin itu ke sembarang tempat agar bayangan Liza segera sirna. Namun yang ada, justru semua ingatan tentang gadis itu semakin bermunculan.
Mengherankan, namun tidak bisa dipungkiri kalau ini kali pertamanya Christ seperti dihantui oleh satu wanita. Bahkan semenjak awal pertemuan mereka, Christ sudah nyaris dibuat gila oleh perempuan itu.
Entahlah. Apa karena kebutuhan rasa laparnya kah? Atau karena rasa nyaman saat bersentuhan dengan Liza kah? Atau karena penasaran dengan idenditas Liza? Sungguh, Christ bahkan tidak tahu pasti.
Tapi yang Christ tahu pasti hanya satu. Dia merasakan ada tarikan aneh yang memicunya untuk memiliki keinginan untuk bertemu gadis itu.
Apalagi saat Christ mengingat bagaimana wajah Liza saat tertidur kala itu, setitik api hasrat alam dirinya seakan memercik. Rasa gerah itu perlahan menjalar, membanjiri hingga ke pusat gairahnya.
Oh, tidak! Ini gila! Bagaimana mungkin gairah Christ tiba-tiba bisa terpancing hanya karena bayangan wajah polos Liza? Dia pasti sudah gila!
"Aku harus menemukan perempuan itu!"
**
Hingga menjelang pertempuran untuk menggempur penyihir putih bermata hijau, secara kebetulan Christ bertemu dengan arwah penyihir putih bermata ungu.
Ditengah gumpalan debu tebal yang melingkupi areal pertempuran itu, sensor penglihatan Christ tiba-tiba menangkap kilatan cahaya ungu yang bergerak cepat. Tidak heran bila Christ langsung menyoroti dan mengikuti cahaya itu. Yang nyatanya cahaya ungu itu tidak lain adalah milik arwah penyihir putih bermata ungu. Raul.
Dan betapa terkejutnya Christ saat melihat wajah laki-laki bermata ungu itu agak mirip dengan perempuan yang bernama Liza itu. Dia pun langsung mengambil kesimpulan kalau lelaki bermata ungu ini masih satu kerabat dengan Liza.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba. Akhirnya aku bertemu dengan kerabat perempuan yang aku cari-cari selama ini! Hahaha!"
Raul menelan ludahnya. Dalam hatinya merasa panik karena dikepung oleh roh Christ dan para iblis petinggi. Agak mustahil bagi Raul untuk mengalahkan mereka semua sendirian. Raul memang kuat, tapi kalau disuruh melawan para petinggi iblis dan Christ, itu sama saja cari mati. Lagipula Raul harus segera pulang, dan mengabarkan pertempuran ini kepada para petinggi penyihir putih bermata ungu. Maka pilihan terbaik adalah lari.
BUSSHHH!
Raul keluarkan kekuatan sihirnya berupa debu tebal berwarna ungu. Yang mana itu adalah debu yang biasa digunakan para penyihir untuk menyamarkan diri agar tidak terlihat.
"Apa ini ... uhuk uhuk!"
"Waaa mataku!"
Para petinggi iblis itu pun terbatuk-batuk dan mengeluh sakit hingga mata mereka merah berair. Itu karena debu ungu tersebut.
Debu itu membentuk kepulan yang menyakitkan mata bagi musuh. Prinsipnya mirip debu pada umumnya, yang jika terkena debu itu maka mata musuh akan pedih dan terganggu. Di kesempatan itulah, Raul pun kembali mencoba kabur.
Tapi Christ yang sudah sigap itu tentunya berusaha untuk mengejar Raul. Berlari dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli debu ungu itu masih membuatnya kesulitan bernapas dan melukai matanya, Christ tetap paksakan untuk pergi. Karena bagaimanapun juga, Christ tidak ingin melewatkan kesempatan untuk mendapatkan Liza.
Mengandalkan instingnya, Christ berusaha mencari tempat dimana Raul menyembunyikan diri. Christ yakin kalau Raul masih belum jauh.
"Tak kusangka penyihir mata ungu itu bisa berkamuflase seperti ini! Aku bahkan tidak bisa mendeteksi auranya lagi!" geram Christ.
Christ harus secepatnya menangkap penyihir putih bermata ungu itu. Karena ia tidak punya banyak waktu disini. Bagaimanapun roh manusia yang masih hidup hanya diberi batas waktu tertentu untuk berada di dunia astral ini. Jadi Christ harus menemukan pria itu sebelum kehabisan waktu.
'Kupikir aku harus mengubah rencana. Waktuku berada disini hampir habis. Lebih baik aku kembali dan mencari lagi perempuan itu ...' batin Christ kesal, sembari memperhatikan rantai penghubung roh miliknya yang mulai memudar.
Berpikir mencari jalan keluar, setelahnya timbulah satu pikiran jahat yang muncul di benak Christ. Dan itu membuat seringaian di bibirnya pun muncul.
"Baiklah. Tampaknya aku harus kembali sekarang untuk mencari perempuan itu lagi. Dan jika perempuan itu masih tidak muncul, mungkin aku akan mulai dengan rencana menghancurkan negara tempat tinggalnya. Aku yakin dia pasti akan muncul dengan sendirinya. Hahaha!"
Dan tentu saja, Raul yang kebetulan sembunyi di sekitar Christ dan mendengar ucapan Christ itu pun sontak saja panik. Raul begitu mengkhawatirkan Liza. Dia tentu tidak bisa tinggal diam saja kalau ada seseorang yang hendak mencelakai kakaknya itu. Lagipula, sekarang Christ sendirian tanpa tiga petinggi iblis tadi, dan waktu Christ di dunia astral tinggal sedikit. Raul akan gunakan kesempatan ini untuk menghadang Christ.
"Hoi tunggu!" Raul pun memberanikan diri untuk muncul. Menghilangkan debu ungunya yang mengutari tubuhnya itu dengan mengibas-ngibaskan tangannya.
"Wah wah ..." Christ menoleh ke belakang, memperhatikan kemunculan Raul sembari menyeringai. "Ternyata si pengecut muncul juga ... Apa yang membuatmu tiba-tiba berani muncul, hum?"
"Jangan kau coba-coba berani menyentuh Kak Adera seujung kuku pun! Apalagi sampai mengganggunya!" gertak Raul tegas.
Christ menggigit bibirnya. Ingin menahan tawa, tapi yang ada justru tawanya meledak.
"Hahahahaha! Kau pikir siapa dirimu? Bisa-bisanya kamu memerintahku seenaknya? Apa kau tidak tahu siapa aku?"
Raul menahan napasnya. Kepalan tangannya mulai mengerat, karena rasa kesal yang perlahan membanjiri emosinya. "Aku tahu ... Kau adalah anak terkutuk itu. Anak yang diangkat oleh Dua Raja Kegelapan untuk dijadikan anjing peliharaan yang setia!"
Bola mata Christ membelalak. Seringaiannya memudar, tergantikan oleh raut kemurkaan yang luar biasa.
"BANGSAT! KAU MAU MENANTANGKU HAH??" bentak Christ berapi-api.
Raul mengendikkan bahunya dan tersenyum remeh. "Kalau kau marah, berarti kau merasa ucapanku itu benar dong?"
Christ menggeram. "Pengecut sepertimu tidak perlu berkomentar apapun tentangku!" balasnya sengit sembari bersiap mengeluarkan pedang dari sarungnya. "Lihat saja, akan aku buat mulut sampahmu itu tidak bisa bicara lagi!"
Tidak mau ketinggalan, Raul juga ikut mengeluarkan sihirnya. Melapisi kepalan tangannya hingga tertutup sempurna menggunakan aliran energi dari sihirnya itu.
"Tidak akan aku biarkan kamu lolos dari sini dan menganggu Kak Adera!"
Tidak mengapa kalau Raul harus bertarung dengan roh manusia yang masih hidup seperti Christ ini. Mungkin Raul nanti kesulitan saat melawan, apalagi Christ ini kuat. Tapi Raul harus tetap berjuang agar Christ tidak mengejar Liza lagi. Walaupun mungkin kesempatan menangnya tidak begitu banyak.
**
To be continued.